Read More >>"> Phsycopath vs Indigo (Between Us) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Phsycopath vs Indigo
MENU
About Us  

“Kamu siapa?” tanya Fyan yang sudah tersadar itu. Aku tertampar penyesalan, kalau saja aku tidak menuduhnya waktu itu. Mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi. Aku menjadi asing baginya. Alice tak kuasa menahan airmatanya, ternyata sahabatnya sudah lupa kepadanya. “Feyandra. Kamu ingat?” tanyaku. Fyan menatapku tajam. Sebuah tatapan tanpa arti yang ia torehkan kepadaku.

                “Aku Alice. Kamu ingat?” tanya Alice. Mata Fyan menjadi beku. Ia menatap Alice dalam. “Aku tidak ingat kalian semua, termasuk aku sendiri. Tapi yang pasti, kamu orang baik. Kamu dekat kan dengan aku? Sementara dia! Aku merasa dia jahat!” ucap Fyan. “Aku jahat?” batinku. Sebegitu fatalkah perbuatanku?

“Salah Fy! Fey itu ada dalam sanubarimu, kau yang bilang begitu!” ucap Alice menjelaskan. Suasana dingin dan beku. Semuanya asing.

                “Tidak! Aku tidak merasa seperti itu! Mungkin dulu aku bilang seperti itu? Rasanya msutahil. Pergi kamu! Aura negatifmu seperti memancar ke dadaku. Sesak rasanya.” Aku menggigit bibir bawahku. Menahan tangis. Aku telah memfitnahnya.

“Saat kujejakkan kaki ini menujumu, tangis beratku menggerutu. Meruntuhkan serta mnghamburkan dominasi cerita. Aku menerobos begitu liarnya jalan terjalku, berjalan tanpa kaki, melihat tanpa mata. Aku ini memang jahat! Aku mungkin sudah dalam kemurkaanmu.” Jatuh, sebulir dua bulir air dari pelupuk. “Atau mungkin, aku berada dalam lamunan tanpa kejelasan yang meniadakan rasioku? Maaf. Aku yang membuatmu seperti ini. Aku mempora-porandakan batinmu. Permisi.” Ucapku mengakhiri semuanya, dan berlalu dari ruangan itu.

                Tahan… tahan… tahan…

Tahan emosiku. Ini salahku, lalu aku marah kepada siapa?

                Fyan tidak lagi ingat kepadaku. Bahkan aku memberi energi negatif untuknya. Aku haru menjauhinya.

                                                                                ******

                Hari ini tepat aku lomba. Menggantikan Fyan yang terbujur sakit disana. Namun aku berdiri tegap didepan orang-orang hebat saat ini. Mata tatapan dingin, bibir tanpa senyum cukup membuatku gugup.

                “Dalam kesempatan ini, perkenankanlah saya mengemukakan pandangan-pandangan tentang asumsi-asumsi mengenai manusia, tentang pendidikan, dan tentang prospek pendidikan psikologi di Indonesia” pikiranku terbolak-balik bergantian antara hafalan ini dengan Fyan. “Pandangan-pandangan yang saya kemukakan ini beranjak dari bahan-bahan pembicaraan dalam berbagai forum dan dari pengalaman pribadi selama ini. Psikologi ini telah dianggap sebagai suatu disiplin ilmu….” Kutatap mata mereka satu persatu yang semakin hangat, kutatap sudut bibir mereka yang semakin mengembang. Dan hingga pada penghujung pidatoku, semuanya berdiri.

                Suara tepukan itu menjadi penghias pada untaian kalimat terakhirku. Senangnya.

Setelah belasan peserta ikut beranjak dan berdiri. Akhirnya semua itu berakhir. Ya walaupun aku tidak bisa menjadi yang pertama. Aku juara ke-2. Entah kenapa kakiku malah melangkah kerumah sakit itu. Keruangan itu.

                “Fyan akan mengusirku. Pasti.” Batinku. Aku ketuk pintunya, tapi tidak ada jawaban. Kubuka perlahan pintu itu, Fyan ternyata tidur. Gumpalan kertas berserakan dilantai-lantai. Aku tidak tau apa itu.

“Fyan kau tau? Piala ini atas namamu. Sudah seharusnya aku serahkan kepadamu sebagai bentuk permintaan maafku.” Fyan masih tertidur pulas. Mataku terpaku pada remasan-remasan kertas itu. Membukanya.

Untuk dia yang mengaku bernama Feyandra.

Aku melihatmu diantara hiruk pikuk manusia. Juga dirimbun rindu yang menyesakan dada.

Aku menyaksikanmu bergelayut dalam juntaian jingga. Juga dicelah dilema saat aku membuka mata.

Tapi, aku tak menemukanmu dalam ruang pikirku.

Hingga huruf tak lagi menjelma kata. Benci hanya wacana.

Antara kita, kamu yang terlupa dan aku yang terluka.

Sebab tak ada karya yang datang dari tangan lengah ini.

Kembalilah! Pikiranku ini rumahmu.

Fyan? Dia mengingatku? Tapi dia sakit hati ketika melihatku? Apa-apaan ini!” batinku. Nafasku terengah-engah. Betapa durjana nya aku. Aku buka lembaran kertas kedua.

Aku merasa pernah menyukainya. Namun sudahlah..

Setiap dari kita akan beranjak tua. Merangkum banyak hal dan berhenti jatuh cinta

Jika pertemuan kita adalah perihal diam.

Maka perpisahan hanya soal siapa yang menahan dan pintar memendam.

Aku mengerutkan keningku. Tidak mengerti tentang kata-kata ini. Aku coba mencari jawaban dilembar ketiga.

“Tidak sopan!!!” teriak suara nge-bass itu dari tempat tidur. Itu Fyan. Aku tertangkap basah masuk kekamarnya. “Fy.. Fyan. Aku Cuma mau kasih piala hak kamu itu.”

“Lalu kertas itu untuk apa?! Pergi!” teriak Fyan emosi.

                “Benci hanya wacana. Akting yang bagus.” Ucapku meninggalkan senyum sinis kepadanya.

“Fey! Jujur aku juga ga inget siapa kamu. Tapi…”

                “Aku akan membantu kamu mengingatnya. Tentang pembunuhan, Riana, dan kamu.” Ucapku. Fyan memegang keningnya. Matanya terpejam. Dia seperti ingat sesuatu.

“Yang aku ingat, seseorang mengatakan aku seorang pembunuh kan?” aku menelan ludahku. “Bu.. bukan! Kamu bukan pem.. bunuhnya. Bukan.” Ucapku menenangkan Fyan. Berjam-jam aku dalam ruangan berbau obat itu. Dan aku berpamitan pulang.

                Suara sepatuku menggema dilorong-lorong rumah sakit yang sepi dan panjang karna sudah larut malam. Secara serentak lampu lorong-lorong itu mati. Mengerdip. ”Sempurnakan aku..” suara samar-samar perempuan terdengar dari belakangku. Berisak tangis juga. Dia bukan manusia. “Maaf.” Ucapku dan berlalu. Aku berjalan cepat, dan menubruk seorang berpakaian serba hijau, seperti dokter bedah. Dokter itu! masker? Pisau? Masih sempurna terpampang di dirinya. Bajunya penuh darah. Dia pasti baru saja membunuh seseorang. Dia mendekat, tubuhku terhempas ke lantai.

Dia mengarahkan pisaunya kearahku. Tawa-tawa anak kecil terdengar disepanjang lorong-lorong itu. “Tolong.. lepaskan aku!” ucapku. Dia menjatuhkan pisaunya. Dia menangis?! Pembunuh macam apa itu? siapa dia! Fyan??

                Dia meninggalkan tubuhku yang beku dilorong rumah sakit itu. “Sempurnakan aku..” suara samar-samar itu terdengar kembali. Aku menutup telingaku. “Berhenti! Aku ga tau cara menyempurnakan kamu!” teriakku. “Sempurnakan aku..”  tiba-tiba dia telah memegang pundakku. “Diam!!!” teriakku. Wajahnya sayu, seorang anak kecil bergelayutan dipundakku. Darah. Selalu saja aku menemui yang berlumuran darah. Aku pulang dengan terburu-buru. Ternyata ia mengikutiku hingga kekamar.

”Temani aku. Kakakmu berikan untukku.” Ucapnya. “Tidak! Tidak akan!”

“Kabut hitam..” ucapnya samar-samar. Aku membekap mulutku. Aku berlari kelantai bawah. Dan..

                Kabut hitam!

Kak Karin dan kabut hitam! Tangisku pecah di anak tangga. Melihat tawa ka Karin dan ibu yang sedang bersendagurau. Semua tampak seperti sekilas adegan. Sangat cepat. Apa ini benar? Siapa anak kecil itu! Ayah..

                Ayah terlintas disana! Berdiri disamping kak Karin! Aku akan kehilangan lagi? Keling dikelang pejam merejam. Aku ingin hilang, ketika sembilu memburu dalam gelap menderap. Jika tenggelam pilihan membungkam napas. Dunia ini tak adil! Baru saja aku bangkit. Lalu satu persatu mereka Kau ambil lagi?!

                ”Akulah adik Riana.” Samar-samar ia yang bergelayutan. Riana lagi!? Jika ini adiknya, lalu siapa dokter bedah pembunuh itu?

                Tanda tanya, dan terus tanda tanya

 

How do you feel about this chapter?

0 1 3 2 1 0
Submit A Comment
Comments (66)
  • zufniviandhany24

    @SusanSwansh sebelum ada buku itu, cerita saya udah rilis duluan;"

    Comment on chapter My Ability
  • SusanSwansh

    @lanacobalt masa sih, Kak? Kalau kataku mirip cerita Roy Kiyoshi Anak Indigo dan Indra Ke 7. Maklum saya kan suka sinetron horor. Wkwkw

    Comment on chapter My Ability
  • lanacobalt

    Maaf Mbak. EBI-nya berantakan. Enggak tau, ya. Apa mungkin trik agar tidak di-copas? By the way ceritanya agak mirip drama Korea, While You Were Sleeping.

    Comment on chapter Dream Come True
  • zufniviandhany24

    @DeeAnke bukannya sombonh, tapi kalau anda tidak berkenan like pun tidak masalah dan tidak merugikan saya:)
    Karna Alhamdulillah sampai saat ini, saya ada di urutan pertama cerita terfavorit:)

    Comment on chapter My Ability
  • zufniviandhany24

    Satu lagi mas mbaa.. kalau misalnya bikin jemu/ngebosenin ceritanya, knp mas sama mba baca nya smpe akhir?:v

    Sekali lagih makasih kritikannya..
    Namun, karna cerita inilah, saya mendapat ribuan pages, serta ratusan pembaca..

    Comment on chapter My Ability
  • zufniviandhany24

    Dan kalau mas sama mba nya berpikir ceritanya ala-ala sinetron, Berpikir logis aja.. Belum ada ceritanya sinetron ber genre horror????
    Kalau adapun, itu namanya bukan sinetron, tapi film horror

    Comment on chapter My Ability
  • zufniviandhany24

    Terimakasih kritikan nya ya mas mba.. tapi sedikit meluruskan kalau saya sengaja dengan ebi seperti itu, karna dalam kontes ini, tidak diikat dengan aturan.. dalam artian bebas.. :)

    Comment on chapter My Ability
  • anny

    EBI berantakan. Gaya bahasa dan style menulisnya ala sinetron. Bikin jemu bacanya.

    Comment on chapter My Ability
  • SyariffD

    EBI-nya berantakan. Gaya bahasanya juga membosankan.

    Comment on chapter My Ability
  • Wian

    Ebinya berantakan. Bikin males baca.

    Comment on chapter My Ability
Similar Tags
Katanya Buku Baru, tapi kok???
8      8     0     
Short Story
The War
11      10     0     
Short Story
Advanced intelligent humans came seeking for help to us because of the trouble their having, so the humans helped them and then Advanced intelligent humans came seeking for help to us because of the trouble their having, so the humans helped them and then the war of humans and aliens begin! Who will be the last one standing?
One of The Boys
470      335     8     
Romance
Summer is here, and Mercy O\'Keefe\'s will consist of sun, sea, sand - and her cousin Blake and his friends. But for Mercy, being \'one of the boys\' is about to take on a whole new meaning.
Sepi Tak Ingin Pergi
8      8     0     
Short Story
Dunia hanya satu. Namun, aku hidup di dua dunia. Katanya surga dan neraka ada di alam baka. Namun, aku merasakan keduanya. Orang bilang tak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan. Namun, bagiku sakit adalah tentang merelakan.
Begitulah Cinta?
290      150     0     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Sebungkus Kado untuk Arila
412      315     3     
Short Story
\"Mimpi adalah juga seperti mewakili sebuah takdir\"
Me & Molla
5      5     0     
Short Story
Fan's Girl Fanatik. Itulah kesan yang melekat pada ku. Tak peduli dengan hal lainnya selain sang oppa. Tak peduli boss akan berkata apa, tak peduli orang marah padanya, dan satu lagi tak peduli meski kawan- kawannya melihatnya seperti orang tak waras. Yah biarkan saja orang bilang apa tentangku,
TAKSA
4      4     0     
Romance
[A] Mempunyai makna lebih dari satu;Kabur atau meragukan ; Ambigu. Kamu mau jadi pacarku? Dia menggeleng, Musuhan aja, Yok! Adelia Deolinda hanya Siswi perempuan gak bisa dikatakan good girl, gak bisa juga dikatakan bad girl. dia hanya tak tertebak, bahkan seorang Adnan Amzari pun tak bisa.
Rinai Kesedihan
589      413     1     
Short Story
Suatu hal dapat terjadi tanpa bisa dikontrol, dikendalikan, ataupun dimohon untuk tidak benar-benar terjadi. Semuanya sudah dituliskan. Sudah disusun. Misalnya perihal kesedihan.
Eternal Sakura
6      6     0     
Short Story
\"Sampai jumpa tahun esok Hana...!! di hari yang sama, di musim semi ketika bunga Sakura mekar, kami akan mengunjungi mu lagi.......!!\"