Read More >>"> Phsycopath vs Indigo (Prologue) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Phsycopath vs Indigo
MENU
About Us  

Siapa sih yang berani-beraninya memulai pandangan bahwa anak IPS itu bodoh? Eh, pada faktanya memang banyak sih yang bilang begitu. Mungkin semua orang bilang begitu. Kecuali anak IPS yang masih bangga dengan statusnya sebagai anak IPS tentunya. Atau guru-guru pelajaran IPS yang mau nggak mau harus menyemangati anak didiknya dan bukannya menjatuhkan mereka dengan mencap mereka bodoh. Chris sendiri akan mengatakan bahwa dia adalah seorang anak IPS yang bodoh, meski sebenernya nggak bodoh-bodoh amat. Ya kalau bodoh amat mana mungkin dia bisa diterima di SMA Vienna ini.

Tapi memang, anggapan mengenai semua anak IPS itu bodoh hanya hoax belaka. Karin, contohnya. Sahabat kecil Chris ini memang paling pintar nomor satu di antara satu angkatan IPS, ya meskipun dia sebenarnya nggak begitu pintar IPA, sih. Jurusan IPA juga mungkin kalau diberi soal IPS cuma bisa megap-megap.

"Kok lu bisa jadi sepintar itu, sih?" Tanya Chris random ketika dia, Karin, dan Ivan belajar bersama. Selain mereka bertiga sahabat kecil, mereka bertiga juga tanpa disangka masuk jurusan yang sama, yaitu IPS. Karin masuk IPS tentu karena dia memang suka akan ilmu pengetahuan sosial. Sementara Chris, nilainya yang tidak memungkinkan saat tes masuk membuatnya harus masuk IPS. Ya dia sih bodo amat, karena selama ini dia belum memikirkan nanti jalannya akan seperti apa. Sementara Ivan masuk IPS karena kedua sahabatnya masuk IPS. Padahal otak IPAnya Ivan juga nggak rusak-rusak amat, dan ditambah sebenarnya dia punya orang yang dia sukai di jurusan IPA.

"Gila, gue nyesel banget deh masuk IPS." Itulah kalimat pertama yang dilontarkan Ivan ketika tiga sahabat kecil itu berkumpul untuk pertama kalinya sebagai anak SMA pada hari pertama masuk sekolah. "Sekarang harapan gue untuk menjadi satu dengan Valerie pupus sudah..."

"Jijik banget sih lo!" Kemudian Karin berseru sambil menahan tawanya. "Jadi intinya, lo menyesal karena sudah sekelas sama gue dan Chris?" Lanjutnya dengan nada ngambek sambil menunjuk ke arah Chris yang langsung nyengir ketika Ivan menoleh ke arahnya.

"Iya. Gue menyesal banget sekelas sama lu berdua. Gue gamau sekelas sama kalian."

"Padahal siapa sih yang memilih jurusan IPS karena mau sekelas dengan sahabat kecilnya, Rin?" Chris kemudian melontarkan sindirian, yang juga merupakan kalimat pertama yang ia lontarkan kepada mereka kedua sahabatnya secara bersamaan pada hari itu.

"Tau tuh!" Karin kemudian melepaskan tawa khas miliknya. Meski dia cantik dan kelihatannya kalem, tetapi kalau cewek itu sudah tertawa, dunia langsung gempar karena perlu menunggu cukup lama untuk berhenti. “Tapi bukannya kalau kalian semakin jauh, harusnya bisa semakin dekat?" Chris dan Ivan yang tadinya saling pandang selama beberapa detik langsung menoleh ke arah Karin yang sudah selesai menggemparkan dunia.

"Ya kan beda, Rin. Lu kayak nggak tahu aja ini sekolah." Jawab Ivan, diikuti dengan Chris yang menganggukkan kepalanya untuk Karin. Ya, Chris dan Ivan memang sudah mengetahui tentang awal mula -- eh, sejarah dari sekolah ini. SMA Vienna, selain merupakan sekolah swasta unggulan dengan harga standar namun berkualitas karena banyak dermawan yang menghidupinya, juga merupakan SMA yang menurut Chris, Ivan, dan Raka, salah seorang teman satu kelompok MOS mereka berdua yang menceritakan mengenai sejarah sekolah ini karena kakaknya merupakan alumni dari SMA ini, aneh. Bukan bermaksud meledek, tetapi mungkin semua orang juga akan mengerutkan kening begitu mendengar cerita dari Raka.

"SMA Vienna itu punya tiga jurusan. Selain punya IPA dan IPS, mereka juga punya Bahasa, yang bahkan di sekolah-sekolah lain sudah mulai menghilang." Cerita Raka ketika Chris, Ivan, dan beberapa anak-anak sekelompok sedang mengerjakan tugas untuk hari kedua MOS di rumah Raka yang kebetulan dekat sekali dengan SMA Vienna, seminggu yang lalu.

"Lah terus apa anehnya?" Ivan yang tetap bawel biarpun dengan orang baru pun dengan antusiasnya melontarkan pertanyaan tersebut kepada Raka. "Bukannya malah bagus mereka punya kelas Bahasa?"

"Bukan itu yang aneh maksud gue..." Ketika mengeluarkan kalimat ini, Raka berhenti menulis laporan hasil wawancara kelompok itu dengan salah seorang guru SMA Vienna. "Lu lihat ada yang aneh nggak kemarin di tatapan kakak-kakak OSIS saat MOS?"

Semua yang menyimak menggeleng, termasuk Chris dan Ivan yang pada saat itu tidak tahu apa-apa.

"Kelihatan banget kan perang dingin mereka?"

Semua terdiam, mencoba mengingat-ingat kejadian saat MOS tadi siang. Memang sih, kakak kelasnya semua kelihatan seperti musuh bebuyutan. Tapi mungkin itu karena mereka mencoba untuk terlihat garang?

"Akting doang, kali?" Tanya salah seorang anak perempuan dari kelompok itu.

"Enggak. Jadi yang lu lihat tadi, itu adalah rahasia sekolah." Ucap Raka yang kemudian diikuti dengan Chris, Ivan, dan anak-anak lain yang saling berpandangan. "Yang terlihat saling memberi pandangan membunuh itu adalah kubu IPA, IPS, dan Bahasa. Jadi, sejak dulu tiap jurusan memang selalu bersikap seperti itu. Saling diam, bahkan kadang saling meledek dan menindas. Pokoknya mereka jarang sekali berinteraksi, karena kalau mereka kepergok bergaul dengan anak dari jurusan lain, mereka bisa ditindas habis-habisan—entah oleh siapa."

"Kok lebay amat?" Pada akhirnya Chris berusaha menggabungkan diri ke percakapan yang mulai seru ini. "Emang gak ada yang melapor guru?"

"Entahlah. Gak ada yang berani. Kalaupun ada yang melapor, tidak ada yang punya bukti jelas sehingga banyak yang tidak percaya, karena katanya anak OSIS sangat rapat menutupi hal ini, entah kenapa. Jadi, gue sarankan, kalian semua usahakan jaga jarak dengan anak-anak yang jurusannya berbeda dengan kita." Saran Raka ini adalah hal yang paling diingat oleh Chris, yang biasanya seorang pendengar yang buruk. Untung saja kelompok MOS mereka sudah pasti akan menjadi anak IPS karena jurusan mereka sudah ditentukan sebelumnya melalui tes masuk, sehingga mereka tidak perlu kuatir soal kelanjutan hubungan mereka nantinya.

Semenjak hari itu, Chris, Ivan, dan anak-anak IPS lainnya (termasuk Karin, yang akhirnya diberitahu oleh dua sahabat kecilnya itu mengenai rahasia sekolah) berusaha untuk tetap bergaul dengan sesama anak IPS dan menghindari hubungan dengan jurusan asing, agar dapat menjalani hari-hari sekolah dengan tenang dan tidak dikerjai seperti yang biasa ada di sinetron TV. Tetapi bisa saja ada hal lain yang mengubah kotak ini, kan?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 1 0
Submit A Comment
Comments (66)
  • Ararinjani67

    Fyan kalah auranya sama P araka,, ps baca chpter singkt p araka langsung gigit bibir gimanaaah gitu:p p araka nya jngn2 asli neh hehehe.

    Comment on chapter Between Us
  • AshwaAnnara_

    Pa Araka:((( Muncul lagi dong di season slnjtny!

    Comment on chapter Between Us
  • AshwaAnnara_

    Aku suka season pak Arakanya kak. Bijak. 4 jempol buat pak Araka. Aku jadi pgn punya guru kaya pa araka <3

    Comment on chapter Between Us
  • zufniviandhany24

    Wah mungkin ya kurang pede, awalnya aku jg gitu. Tapi aku bersikap "bodoamat"😂 suka syukur, ngga yaudah. Alhasil banyak juga yang suka:' btw cerita kamu judulnya apa?

    Comment on chapter Dream Come True
  • idarahmayanti

    Aku nulis juga kayak kakak, tapi kenapa cerita aku gak sebagus punya kakak, ya. Apa aku kurang pede?:(((

    Comment on chapter Dream Come True
  • zufniviandhany24

    Ahhh jadi baper ngebacain komenan kalian😂 *lebay moment* ..
    Insyaallah secepatnya aku post lagi, tergantung sinyalnya nih😁

    C u in my next chapter😂

    Comment on chapter When I Hate You, But I Need You
  • KanyaNurRaina08

    Mau mendeskripsikan perasaan aku ya min, pas aku baca tuh, sedih, deg-deg an, baper. semuanya bersatu padu

    Comment on chapter When I Hate You, But I Need You
  • KhaidirAssegaf29_

    Saya pernah merasakannya. kata-katamu itu loh yang ngacak-ngacak ingatan saya. jadi flashback lagi..
    Hehehe, flashback saya...

    Comment on chapter My Ability
  • Fitria_Syahfina

    Saya sangat puas dengan setiap chapternya, tapi saya gx puas kl lama-lama... lebih cepat lebih baik, semoga menang!

    Comment on chapter My Ability
  • Fatimahimah

    Ditunggu lanjutannya! jangan lama2 ya

    Comment on chapter Dream Come True
Similar Tags
Kasih dan Sebilah Pisau
10      10     0     
Short Story
Kisah ini dibuat berdasarkan keprihatinan atas krisisnya kasih dan rapuhnya suatu hubungan. *** Selama nyaris seumur hidupku, aku tidak tahu, apa itu kasih, apa itu cinta, dan bagaimana seharusnya seseorang tersenyum saat sedang jatuh cinta.
The Red Haired Beauty
7      7     0     
Short Story
Nate Nilton a normal senior highschool boy but when he saw a certain red haired teenager his life changed
A Night Owl State of Mind
14      9     0     
True Story
Basically an author's diary and honest thoughts... Mostly during many sleepless nights as a night owl.
Ilusi
4      4     0     
Short Story
Fifi, gadis yang tidak pernah membayangkan akan mengalami kejadian diluar nalar. Dia yang baru saja pindah dari kota harus dihadapi oleh hal-hal aneh, semua teman barunya pun tidak ada yang berani mendekati, bahkan dia bisa melihat apa yang seharusnya tidak terlihat. Hanya Aldi yang mau berteman dengan Fifii, hal aneh makin terlihat saat Aldi meminta tolong padanya. Kejadian yang Fifi alami seak...
JEANI YOONA?
5      5     0     
Romance
Seorang pria bernama Nicholas Samada. Dia selalu menjadi korban bully teman-temannya di kampus. Ia memang memiliki tampang polos dan bloon. Jeani seorang perempuan yang terjebak di dalam nostalgia. Ia sangat merindukan seorang mantan kekasihnya yang tewas di bunuh. Ia susah move on dari mantan kekasihnya hingga ia selalu meminum sebuah obat penenang, karena sangat depresi. Nicholas tergabung d...
Alvira ; Kaligrafi untuk Sabrina
235      123     0     
Romance
Sabrina Rinjani, perempuan priyayi yang keturunan dari trah Kyai di hadapkan pada dilema ketika biduk rumah tangga buatan orangtuanya di terjang tsunami poligami. Rumah tangga yang bak kapal Nuh oleng sedemikian rupa. Sabrina harus memilih. Sabrina mempertaruhkan dirinya sebagai perempuan shalehah yang harus ikhlas sebagai perempuan yang rela di madu atau sebaliknya melakukan pemberontakan ata...
Memories Never Die
4      4     0     
Short Story
Ketika Ella harus memilih untuk kembali pada cinta pertamanya atau mencintai seseorang yang telah membuat dirinya bahagia saat ini. Namun satu persatu kenangannya bersama Devan mulai ia lupakan dan Dokter Gilang selalu ada bersamanya untuk membuat dirinya merasa lebih bahagia.
1 9 3 9
27      17     0     
Romance
Para tetua bilang pertemuan pertama adalah sebuah kebetulan. Tetapi, bagaimana para tetua menjelaskan pertemuan-pertemuan kita selanjutnya? apakah Tuhan turut campur tangan pada pertemuan kita? Bukan-kah berarti kita dua garis yang seharusnya menyatu? dan dengan sengaja Tuhan satukan? Namun,bagaimana jika pertemuan kita bukan pertemuan yang seharusnya? Bagaimana jika pertemuan kita menja...
Di Sudut Jalan Yang Sama
7      7     0     
Short Story
Sekarang, aku masih melewati jalan yang sama.
Patah Seketika
6      6     0     
Short Story
Selalu bersama bukan berarti memiliki rasa yang sama. Hanya saja, mungkin aku cukup pas menjadi pendengar setia, bukan sebagai seseorang yang selalu dia puja.