Read More >>"> LANGIT (BAB 22) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - LANGIT
MENU
About Us  

BAB 22

***

"Kalau memang aku tidak pantas untuk bahagia. Seharusnya dari awal aku tidak usah dilahirkan ke dunia."

***

Bulan berjalan gontai menuju pintu rumah yang tidak terasa seperti rumah sama sekali. Piala kemenangan hasil jerih payahnya sangat erat digenggamannya. 

Hingga tepat di depan pintu, ia menghela napas berat. Menatap piala ditangannya dengan mata sembab sehabis menangis di sekolah tadi.

Bulan mencoba untuk tersenyum, namun sangat susah sekali. Akhirnya, ia hanya sebatas menarik sedikit sudut bibir ke atas dan membentuk senyuman pahit.

"Setidaknya lo bisa banggain orang tua lo dengan ini, Lan." Lirih Bulan pada diri sendiri.

Ia kembali menatap pintu besar di depannya dan tangannya terangkat untuk membukanya.

Saat itu juga, mata Bulan rasanya sudah tak sanggup melihat lagi. Kakinya terasa seperti jeli, jika saja ia tidak berpegangan pada gagang pintu maka ia akan jatuh saat itu juga.

Ruang tamunya berantakan dengan pecahan vas bunga di lantai.

"AKU UDAH GAK SANGGUP SAMA KAMU LAGI, MAS!" Teriak Anita yang menggelegar dan memekakkan telinga. 

Di hadapan wanita itu, berdiri ayahnya dengan mata tajam menghunus retina ibunya. Tangannya berdarah karena lemparan vas bunga oleh ibunya.

Erik maju untuk dan siap menampar pipi Anita. "DASAR WANITA JALANG! BERANI-BERA---"

"Jangan panggil ibu jalang, Ayah!" Teriakan lantang Bulan membuat Erik mengalihkan tatapannya pada gadis itu. Bahkan, Anita pun ikut menatap Bulan.

Bulan maju dengan langkah cepatnya mendorong Erik untuk menjauhkannya dari Anita yang hampir saja kena tamparan pria itu.

"Bulan, berani sekali kamu!"

"Jangan sakiti ibu, Yah." Bulan terisak, air matanya tak dapat ia membendung lagi. Ia menatap ayahnya dengan harap. 

Namun, yang ada ia mendapat dorongan keras hingga tubuhnya terpental ke samping kaki Anita.

Anita semakin geram. Ia berjalan melewati Bulan yang mengaduh kesakitan untuk menghampiri Erik dan menamparnya di pipi. "PERGI KAMU, MAS!" 

Erik mengelus pipinya yang memerah. "JALANG SEPERTIMU MEMANG TAK SEHARUSNYA BERSAMAKU LAGI!" Sambar Erik.

"KAU JUGA SELINGKUH DARIKU! KAU JUGA TAK MAU MENGAKU!" Balas Anita tak kalah nyaring.

"Ayah, ibu cukup." Entah sejak kapan gadis itu memegang kaki ayah dan ibunya di lantai. Berlutut untuk minta diperhatikan.

Ia semakin terisak. Saat ayahnya berucap lantang. "Aku mau kita cerai!" Lalu, pergi seraya menghentak kakinya dari pegangan Bulan. Keluar rumah seraya membanting pintu.

Saat itu juga tangisan menyedihkan datang dari mulut ibunya. Anita menutup wajahnya meredam suara yang keluar dari mulutnya.

"Ibu," Lirih Bulan seraya mencoba menghentikan tangisannya yang sangat susah diredam. Bulan mencoba tersenyum walau susah. Ia mengambil pialanya yang tergeletak di lantai. "Bulan menang olimpiade matematika lagi, juara satu kali ini. Ibu pasti bangga."

Anita menatap Bulan dengan datar dan dingin. Air matanya masih mengalir namun isakannya sudah hilang. 

"Saya tidak peduli. Kamu itu hanya anak yang lahir karena kesialan dan saya tidak pernah bangga sama kamu." Lalu, pergi dengan cepat meninggalkan Bulan untuk menuju kamar.

Menyakitkan.

Deretan kalimat yang diucapkan dengan dingin dan pelan namun menusuk itu sungguh membuat hati Bulan remuk dan dadanya sesak. Air matanya kembali mengaliri pipi untuk kesekian kalinya. Ia menunduk dalam.

***

Tegukan demi tegukan mengaliri kerongkongannya tanpa henti. Tak peduli sudah berapa gelas ia menghabiskan whiskey itu.

Bulan yang terduduk di samping ranjang dengan menekuk lutut, serta gelas kecil yang terus ia tuangkan minuman memabukkan.

"Kenapa lagi ini, Tuhan?" Lirih Bulan dengan mata yang menatap kosong ke depan. "Kenapa aku lagi-lagi mendapat kesialan?"

Bulan menuang minuman itu ke gelasnya, lalu menandaskan dengan sekali teguk saja. Ia sudah mabuk sekali, kepalanya sangat berat, matanya pun sayu, namun rasanya ia belum bisa menghilangkan segala bayangan permasalahan berat yang ia hadapi sekarang.

Bulan tertawa sumbang, ia mengambil pialanya di samping pahanya, lalu menatapnya.

Brakk

Piala itu ia lempar ke dinding hingga patah dan hancur mengenaskan. Bulan tersenyum miring dan pahit. 

"Gak guna." Ucapnya pelan pada diri sendiri. "Lo cuma orang yang gak pernah dianggap ada, Bulan."

"Lo gak pernah dibanggakan. Lo cuma orang yang terpaksa dilahirkan."

Bulan tertawa. Kali ini lebih nyaring dan menyedihkan. Ia meneguk lagi minuman haram itu, kali ini bukan dari gelas, melainkan dari botolnya langsung. 

"Argh." Bulan mengerang kecil merasakan sengatan di tenggorokannya.

Ia tertawa lagi. Kali ini lebih sumbang dan menyedihkan.

"Lo gak pantas bahagia, Bulan!" Ucapnya nyaring. "Kebahagiaan lo diambil bahkan sejak lo lahir."

Air mata Bulan kembali mengalir. Ia melempar gelas dan botol whiskey ke dinding sehingga pecah berkeping-keping. Tangannya beralih ke kepala yang semakin berat saja. Bulan menarik rambutnya kuat, sangat kuat. Rasa sakit di kepalanya tidak bisa mengalahkan rasa sakit di hatinya.

Bulan memukul dadanya berkali-kali. Sesak sekali. Pasokan oksigen rasanya hampir hilang dari paru-parunya.

Bulan berteriak kencang, ia terus memukul dadanya dengan tangan kiri. Sedangkan, tangan kanannya menarik rambut yang sudah berantakan.

"GUE MAU MATI, AJA!" Bulan terus menangis terisak-isak. Ia terus memukul dadanya yang sakit. Bahkan, kedua tangannya kini beralih mencakar wajahnya sendiri.

"AKU UDAH GAK KUAT, TUHAN!" Teriakannya sudah tidak terkendali. Kedua kakinya bergerak-gerak menerjang angin. 

Bukan hanya teriakannya saja yang tidak terkendali, tangannya pun juga ikut serta. Bulan semakin berantakan dengan rambut yang acak-acakkan, wajah penuh cakaran, serta seragam kusut yang berkeluaran.

"GUE MAU MATIII!!!!" Teriakannya kian melengking.

Bulan merangkak menuju pecahan botol dan gelas whiskey tadi. Ia mengambil serpihan kaca itu. 

"Seenggaknya, setelah ini lo gak ngerasain kejamnya dunia lagi." ucap Bulan lirih. Jujur saja, kepalanya sudah sangat berat dan tubuhnya hampir tidak bisa menopang berat badannya. Mata Bulan juga sudah hampir tidak bisa terbuka.

Dengan tangan gemetar Bulan mengarahkan serpihan kaca itu pada urat nadi di pergelangan tangannya. Namun...

Brakk

Pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka dan serpihan itu terlempar entah kemana. Bulan menatap tajam pada si pelaku itu.

"Berhenti, Bulan."

***

Kejar deadline, guys!!!

Semoga suka, ya:)

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • Tataniiiiii

    Yahhh rada kecewa kalo sad ending gini , terharu aku tuuu

    Comment on chapter EPILOG
  • Dreamon31

    Hai...aku suka sama nama Langit. Aku juga punya judul cerita yang sama - LANGIT - , mampir juga di ceritaku yaa...

    Comment on chapter PROLOG
Similar Tags
TeKaWe
10      6     0     
Humor
bagaimana sih kehidupan seorang yang bekerja di Luar Negeri sebagai asisten rumah tangga? apa benar gaji di Luar Negeri itu besar?
When the Winter Comes
468      61     0     
Mystery
Pertemuan Eun-Hye dengan Hyun-Shik mengingatkannya kembali pada trauma masa lalu yang menghancurkan hidupnya. Pemuda itu seakan mengisi kekosongan hatinya karena kepergian Ji-Hyun. Perlahan semua ini membawanya pada takdir yang menguak misteri kematian kedua kakaknya.
Sadness of the Harmony:Gloomy memories of Lolip
4      4     0     
Science Fiction
mengisahkan tentang kehidupan bangsa lolip yang berubah drastis.. setelah kedatangan bangsa lain yang mencampuri kehidupan mereka..
Iblis Merah
32      20     0     
Fantasy
Gandi adalah seorang anak yang berasal dari keturunan terkutuk, akibat kutukan tersebut seluruh keluarga gandi mendapatkan kekuatan supranatural. hal itu membuat seluruh keluarganya dapat melihat makhluk gaib dan bahkan melakukan kontak dengan mereka. tapi suatu hari datang sesosok bayangan hitam yang sangat kuat yang membunuh seluruh keluarga gandi tanpa belas kasihan. gandi berhasil selamat dal...
Diary of Time
17      5     0     
Romance
Berkisah tentang sebuah catatan harian yang melintasi waktu yang ditulis oleh Danakitri Prameswari, seorang gadis remaja berusia 15 tahun. Dana berasal dari keluarga berada yang tinggal di perumahan elit Menteng, Jakarta. Ayahnya seorang dokter senior yang disegani dan memiliki pergaulan yang luas di kalangan pejabat pada era pemerintahan Presiden Soekarno. Ibunya seorang dosen di UI. Ia memiliki...
A You.
6      5     0     
Romance
Ciara Leola memiliki ketakutan yang luar biasa kepada Shauda Syeffar. Seorang laki-laki yang dulu selalu membuatnya tersenyum dan menyanyikan lagu-lagu cinta untuknya setiap hari. Ciara melanjutkan hidupnya sebagai orang asing di hadapan Shauda, sedangkan Shauda mengumpat kepada dirinya sendiri setiap hari. Lagu-lagu cinta itu, kemudian tidak lagi dinyanyikan.
Mengejarmu lewat mimpi
9      3     0     
Fantasy
Saat aku jatuh cinta padamu di mimpiku. Ya,hanya di mimpiku.
Alvira ; Kaligrafi untuk Sabrina
121      23     0     
Romance
Sabrina Rinjani, perempuan priyayi yang keturunan dari trah Kyai di hadapkan pada dilema ketika biduk rumah tangga buatan orangtuanya di terjang tsunami poligami. Rumah tangga yang bak kapal Nuh oleng sedemikian rupa. Sabrina harus memilih. Sabrina mempertaruhkan dirinya sebagai perempuan shalehah yang harus ikhlas sebagai perempuan yang rela di madu atau sebaliknya melakukan pemberontakan ata...
CATCH MY HEART
15      7     0     
Humor
Warning! Cerita ini bisa menyebabkan kalian mesem-mesem bahkan ngakak so hard. Genre romance komedi yang bakal bikin kalian susah move on. Nikmati kekonyolan dan over percaya dirinya Cemcem. Jadilah bagian dari anggota cemcemisme! :v Cemcemisme semakin berjaya di ranah nusantara. Efek samping nyengir-nyengir dan susah move on dari cemcem, tanggung sendiri :v ---------------------------------...
Mamihlapinatapai
53      18     0     
Romance
Aku sudah pernah patah karna tulus mencintai, aku pernah hancur karna jujur tentang perasaanku sendiri. Jadi kali ini biarkan lah aku tetap memendam perasaan ini, walaupun ku tahu nantinya aku akan tersakiti, tapi setidaknya aku merasakan setitik kebahagian bersama mu walau hanya menjabat sebagai 'teman'.