Suasana ibukota Jakarta masih tetap sama. Tidak banyak yang berubah. Masih sama seperti saat lebih dari setahun yang lalu. Selalu saja dipadati dengan keramaian lalu lintas yang berlalu lalang.
Sore ini, jalan raya masih terlihat ramai. Dengan santainya mobil Mini Cooper berwarna biru gelap yang dikendarai oleh seorang desainer muda yang baru-baru ini tiba di kota kelahirannya setelah hampir selama dua tahun berada di negeri seberang, Singapura.
Indah merindukan saat ia hangout bersama teman-teman kuliahnya untuk melakukan kegiatan positif, menurut mereka seperti shopping, mengunjungi tempat makan yang direkomendasi dan berbagai hal menyenangkan lainnya.
Meski tinggal diluar negeri dalam waktu yang cukup lama, ia belum pernah merasakan liburan yang sesungguhnya ketika berada disana. Karena waktunya selalu disibukkan dengan urusan pekerjaannya.
Mobil Mini Cooper yang dikemudikan oleh Indah tampak berhenti di halaman parkir salah satu restoran Perancis, Le Bristo. Dengan mengenakan pakaian casual dibalut hijab yang tampak serasi ia melangkah ke dalam restoran. Ia tampak cantik dan selalu tampil cantik dengan pakaian serba tertutup namun masih berkesan modis dan modern yang dikenakannya.
Dengan langkah terhenti, sepasang bola mata kecoklatan miliknya memandang sekitarnya mengitari setiap meja. Pandangan matanya pun terhenti di arah pukul 10, ia melihat kedua temannya telah berada di meja tersebut.
* * *
Kedua temannya yang menyadari kedatangannya langsung menyambutnya dengan senyum dan pelukan hangat. Mereka langsung terlibat obrolan ringan. Ketiga wanita karir yang cukup sukses dibidangnya masing-masing sesekali terlihat tertawa tanpa mempedulikan orang-orang disekitar mereka.
“Oh, ya, aku mau tanya langsung sama kamu.” Sonia, salah satu teman dekat Indah ingin menanyakan kepastian tentang kabar yang ia dengar.
“Tanya apa?”
“Aku dengar dari gosip yang beredar kamu nggak bakalan balik lagi ke Singapura, ya?”
Indah tidak langsung menjawab, ia bahkan terlihat sedikit ragu untuk menjawabnya. “Itu bukan gosip, tapi fakta.”
“Jadi yang kami dengar itu beneran, ya?” tanya Eka yang juga ikut memastikan lagi.
Indah hanya mengangguk. “Memangnya kalian dengar itu darimana?”
“Aku tahu dari teman kantorku, salah satu temannya berprofesi desainer sama seperti kamu. Itu sebabnya, dia selalu up-to-date mengenai kabar desainer dalam dan luar negeri,” sahut Sonia.
Indah tidak terlalu memperdulikan hal itu lagi. Baginya, untuk sementara ini dan mungkin untuk selamanya, ia tidak ingin bergelut lagi dibidang yang telah digelutinya selama lebih dari lima tahun lamanya.
“Kamu sudah memutuskan untuk menetap di Jakarta, ya?” Sonia kembali menanyakan hal yang sebenarnya sudah pasti Indah akan menjawabnya dengan kata ‘ya’.
“Ya,” Indah meneguk pelan minuman coffe latte yang hampir habis. “Aku sudah tidak punya urusan pekerjaan lagi di Singapura, jadi aku akan memulai usaha baru di Jakarta. Lagipula, disinilah tempat tinggalku yang sesungguhnya,” lanjutnya dengan tersenyum.
“Itu berarti kita bakalan bisa sering ketemu dan hangout bareng lagi, benar ‘kan?” Sonia terlihat senang bisa berkumpul bersama lagi dengan kedua temannya.
“Bisa diatur itu. Yang terpenting, kalau diantara kita bertiga ada yang nggak terlalu sibuk nantinya. Ya, kan, Sonia?” Eka meminta pendapat untuk membenarkan dirinya. Sonia hanya mengangguk ke arah Eka yang menatapnya.
Indah merasa bahwa kedua temannya itu sedang menyinggung dirinya. “Aku tahu yang kalian maksudkan. Mungkin dalam waktu dekat ini, aku tidak akan sibuk. Pastikan saja jadwal kita tidak ada yang terbentur.”
Sonia terlihat sedang mengeluarkan sebuah majalah dari dalam tasnya. Eka yang mengetahui hal itu langsung ingin melihat majalah tersebut. Hanya Indah yang terlihat biasa saja. Meskipun ia seorang desainer, ia tidak terlalu tertarik dengan majalah, kecuali jika majalah itu berisikan 100% tentang seputar dunia fashion.
“Edisi terbaru ternyata sudah keluar, ya? Kapan kamu membelinya, Sonia?” tanya Eka seraya merapatkan posisi duduknya dekat dengan Sonia.
“Tadi sebelum datang kemari,” sahut Sonia. Ia pun mulai membuka lembar pertama majalahnya. Dan Eka pun juga ikut melihatnya.
“Apa tidak bisa ya melihat majalahnya nanti saja?” tanya Indah dengan sedikit kesal melihat kedua temannya seperti tidak mempedulikan keberadaannya.
“Aku penasaran dengan salah satu berita di majalah ini. Jadi, aku ingin segera membacanya,” ucap Sonia seraya memamerkan senyum lebarnya agar Indah tidak mencegahnya untuk segera membaca majalahnya.
“Baiklah, tapi hanya satu berita saja, ya. Selebihnya, nanti saja bacanya di rumah,” tukas Indah mengalah.
Indah tahu kebiasaan kedua temannya ini. Kalau sudah ada majalah edisi terbaru di depan mereka, pasti obrolan mereka hanya membahas seputar isi dari majalah tersebut sampai halaman terakhir. Untuk mengusir kebosanannya, ia pun mengeluarkan ponselnya dan mulai surfing mengenai berita ter-update hari ini.
Berita pertama yang ia lihat tentu saja seputar fashion. Begitu headline pertama terlihat di layar ponselnya, ia membulatkan matanya untuk memastikan bahwa tulisan yang dibacanya tidak salah.
Ia sedikit penasaran dengan isi berita di dalamnya, namun karena isi berita tersebut membahas tentang satu nama yang masuk dalam daftar tidak diinginkannya, ia pun memutuskan untuk membaca berita kedua di bawahnya.
Sementara itu, Sonia masih terlihat sibuk membaca dan membolak-balikkan lembar majalahnya. “Oh, ini dia!” Serunya pada Eka yang juga sudah melihatnya.
“Berarti itu bukan gosip, ya? Ternyata itu benar,” ucap Eka dengan sebersit nada tidak percaya dalam suaranya.
“Benar-benar berita yang bisa mematahkan hati banyak wanita. Aku masih tidak percaya apakah ini benar-benar akan terjadi,” ucap Sonia tanpa menoleh ke arah Eka. Pandangan matanya masih tertuju pada berita di majalah itu.
“Dia tidak hanya mematahkan hati banyak wanita karena akan melepas masa lajangnya, tapi…”
“Dia juga akan membuat hati banyak wanita benar-benar hancur karena dia sudah memutuskan untuk mengakhiri karirnya dan fokus dengan perusahaan keluarganya,” sela Sonia memotong ucapan Eka.
Eka merasa kesal setelah membaca berita itu. “Ini benar-benar sulit dipercaya. Kenapa dia harus mengambil keputusan yang sangat besar seperti ini?”
“Ya, kamu benar, Eka. Wanita itu pasti sangat beruntung bisa menjadi pasangan hidupnya,” ucap Sonia menambahkan.
Indah yang mendengar obrolan kedua temannya itu terlihat begitu kesal. Namun, ia juga penasaran tentang topik berita yang kedua temannya bicarakan.
Apa mereka sedang membaca berita yang barusan lihat tadi, ya.
“Apa sih yang kalian bicarakan?” Indah akhirnya bertanya untuk menghilangkan rasa penasarannnya.
“Coba deh kamu baca sendiri, kami tidak ingin membacanya lagi,” Sonia memberikan majalahnya yang masih terbuka kepada Indah.
Dengan malasnya Indah menarik majalah itu ke hadapannya. Dan ternyata dugaannya memang benar. Berita yang sama seperti yang ia lihat di ponselnya tadi.
‘THE COOL PRINCE – MARK EL TELAH MENEMUKAN BELAHAN JIWANYA’
Begitulah headline berita yang tertulis dengan font kapital bercetak tebal. Indah menutup majalah itu, ia pun menghela napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Ia bingung dengan kedua temannya yang merasa kesal hanya karena berita ini.
“Kalian kenapa sih? Kok jadi senewen gitu,” ucap Indah mempertanyakan tingkah kedua temannya yang berubah seperti ibu-ibu yang sedang membicarakan gosip ter-hot.
“Nggak juga sih. Aku cuma heran saja, kemarin aku dengar kabar kalau dia tidak akan menikah dalam waktu dekat ini. Terus, hari ini kabarnya bulan depan dia akan menikah,” tukas Eka.
“Dan dia merahasiakan jati diri calon pasangannya itu,” timpal Sonia membenarkan ucapan Eka.
Mark El memang bukanlah seorang artis, namun kepopulerannya bak seorang artis papan atas. Mark El telah lama terjun ke dunia model. Dan wajahnya telah menghiasi berbagai cover majalah. Wajahnya juga pernah dimuat di layar kaca sebagai model iklan diberbagai brand ternama.
Berwajah tampan dan bisa dibilang nyaris perfect, membuatnya begitu dipuja-puja oleh kaum hawa layaknya seperti seorang arjuna. Dan kedua teman Indah merupakan korban dari panahnya sang arjuna.
Keduanya memang tidak pernah secara langsung mengatakan bahwa mereka begitu mengidolakan Mark El. Namun, dari setiap pembahasan mereka tentang Mark El, bisa dibilang mereka begitu mengelu-elukan namanya.
“Sepertinya kedua temanku ini sudah menjadi korban patah hati, ya,” kata Indah dan kemudian ia tertawa pelan.
“Bagiku, tidak masalah kalau dia akan menikah. Tapi, keputusannya untuk berhenti dari dunia model itu yang membuatku kesal. Karena itu berarti aku tidak bisa membeli majalahnya lagi dan aku harus melihat wajahnya dimana lagi selain di majalah,” gumam Sonia lirih.
“Kamu ‘kan sudah punya banyak koleksi majalahnya. Dan iklannya juga masih ada yang ditayangkan,” sahut Indah. Ia tidak habis pikir temannya yang satu ini ternyata begitu menyukai model yang satu itu. “Dia itu terlihat begitu arrogant dan tidak pernah tersenyum. Jadi aku heran, kenapa sih model yang satu itu begitu banyak yang menyukainya?” tanya Indah lebih kepada dirinya sendiri.
Meski suara Indah terdengar pelan, namun kedua temannya masih bisa mendengarnya dengan jelas.
“Aku akui dia memang tidak pernah tersenyum. Tapi dia memiliki wajah yang begitu tampan dan juga tatapan mata yang begitu teduh,” kata Eka seraya tersenyum.
“Itu benar. Hanya dengan tatapan mata teduhnya, dia sudah berhasil mencuri perhatian kaum hawa. Gimana lagi jadinya kalau dia sampai memamerkan senyumannya itu. Aku tidak bisa membayangkan betapa melelehnya hati kaum hawa dibuatnya. Itu sebabnya dia dijuluki dengan The Cool Prince,” sela Sonia dengan begitu menggebu-gebu. Ia tidak kalah semangatnya dengan Eka.
Indah merasa kedua temannya ini telah terhipnotis dengan Mark El.
Apapun itu kelebihan yang dia miliki seperti kalian katakan tadi, tetap saja dimataku seorang pria yang tidak pernah tersenyum memiliki point minus.
Yahhh rada kecewa kalo sad ending gini , terharu aku tuuu
Comment on chapter EPILOG