Read More >>"> Dinding Kardus (Klinik 24 Jam) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dinding Kardus
MENU
About Us  

Dani masih tidur. Dia tidak enak badan sejak semalam. Panasnya tinggi sekali. Ajat dan Asep segera mencari pak Wasid. Tempat kami mengadu dalam segala masalah. Biasanya Pak Wasid selalu bisa melakukan apa saja. Dia serba tahu. Kadang bisa menjadi guru, dokter, bahkan orang tua bagi kami.

Aku diam di rumah kardus menjaganya. Ajat dan Asep belum datang juga. Aku kesal. Padahal jarak dari rumah kardus ke rumah Pak Wasid tidak terlalu jauh. Hanya tersekat beberapa rumah saja dari sini.

“Jang, aku mau minum.” Dani menepuk lenganku.

Aku segera mengambilkannya minum. Sengaja aku membeli air minum dalam kemasan agar lebih higienis. Sesekali kami memang harus mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat. Karena selama ini kalau tidak dari sisa orang lain, kami terbiasa meminum air hujan yang diendapkan.

“Ajat dan Asep ke mana?” matanya melihat setiap sudut rumah kardus.

“Mereka sedang mencari Pak Wasid. Semoga dia bisa mengobatimu.”

Dani hanya mengangguk, lantas kembali tertidur.

Aku takut. Aku takut dia kenapa-kenapa. Baru kali ini Dani yang biasanya selalu terlihat riang, sakit parah. Entahlah, kemarin dia masih baik-baik saja. Bercanda dan bermain bersama kami di sungai. Memulung di bawah teriknya panas matahari. Berlarian mengikuti angin sore.

Pak Wasid datang.

Aku segera mempersilakannya masuk. Dia membawa kotak obat. Wajahnya terlihat sangat cemas. Ajat dan Asep membawakan buah-buahan yang beragam. Kami memang mungkin memerlukan asupan gizi yang baik. Bukan hanya Dani. Kami jarang makan makanan yang sehat seperti buah-buahan.

“Kenapa kalian tidak bawa saja dia ke dokter?” Pak Wasid bertanya sambil menatapku.

“Kami takut tidak bisa membayarnya. Bukankah biaya pengobatan itu mahal?” Aku balik bertanya.

“Kau rela membiarkan temanmu dalam keadaan seperti ini? Ini gejala tifus! Banyak yang sampai meninggal karena tifus. Sekarang kita bawa saja dia ke dokter, sebelum terlambat.”

Aku tersentak. Apalah artinya uang untuk nyawa seorang teman. Ternyata aku masih bodoh. Kenapa bukan sejak tadi aku bawa saja Dani ke dokter? Pak Wasid mungkin serba tahu. Tapi untuk masalah kali ini, kenapa aku tega membiarkan Dani terbaring lemas?

Pak Wasid menggendong Dani, membawanya ke dokter terdekat. Kami semua ikut mengantarnya. Aku mungkin menjadi orang yang paling khawatir dengan keadaan Dani. Perasaan bersalah menghinggapiku sejak mendengar apa yang dibicarakan Pak Wasid padaku.

“Geus, teu nanaon da, tong dipikiran teuing.” (Sudah, tidak apa-apa, jangan terlalu dipikirkan). Ajat berusaha menghiburku.

“Benar, ini bukan hanya salahmu. Ini salah kita juga. Sudah…” Asep menepuk pundakku.

Aku tersenyum pada mereka.

-----

Kami sampai di klinik 24 jam. Antreannya penuh sekali. Kami terpaksa menunggu lama. Pak Wasid sempat membujuk petugas klinik untuk bisa masuk lebih dulu. Tapi pasien lain malah memarahinya. Dia mengalah. Tapi tetap saja wajahnya terlihat sangat cemas. Keringatnya bercucuran. Kakinya tidak bisa diam. Di saat seperti ini aku merasa memiliki orang tua. Aku bersyukur.

“Bu, antreannya masih lama?” Pak Wasid kembali bertanya.

“Sebentar ya Pak, pasien lain juga sama-sama menunggu sejak pagi. Bahkan ada yang menginap.” Jawab si Ibu yang berpakaian putih-putih.

“Saya tidak bertanya tentang itu Bu, saya tanya apa antreannya masih lama?” Pak Wasid terlihat kesal dengan jawabannya.

“Bapak pegang kartu nomor berapa?”

“Saya dapat antrean nomor 124 Bu.”

“Sebentar lagi Pak. Ini sudah nomor 122 ternyata. Sabar ya Pak.”

Aku merasa lega mendengar antreannya sudah dekat.

Keadaan Dani sangat mengkhawatirkan. Badannya terlihat lemas. Wajahnya pucat pasi. Sambil duduk, dia bersandar, tidak bisa tegak. Kami terpaksa menunggu di luar klinik, semakin lama semakin banyak saja pasien yang berdatangan. Biarlah, Dani akan aman bersama pak Wasid.

Suara perut Ajat terdengar jelas. Kami tertawa. Sejak pagi, belum satu pun makanan masuk ke dalam perut kami. Asep mengeluarkan uang lima ribu rupiah dari saku celananya.

“Beli gorengan, biar dapat banyak.” Aku berusul.

“Jangan, beli nasi saja biar kenyang. Lauknya, kuah saja.” Tukas Ajat.

“Jadi mau beli apa? Gorengan atau nasi?” Tanya Asep kesal.

“Ya sudah, beli nasi saja. Biar kenyang sekalian.” Aku mengalah.

Asep berlari ke tempat warung nasi di seberang jalan. Kelihatannya warung nasi itu penuh sekali. Akan sedikit lama kami menunggu untuk makan.

“Jang,” Ajat memanggilku.

“Apa?” Aku menoleh padanya.

“Lihat, banyak yang parkir, tapi tidak ada tukang parkirnya. Kita jadi tukang parkir dulu saja di sini. Siapa tahu mereka bayar kita,” ucap Ajat sambil tersenyum sinis. Masalah peluang uang dia memang jagonya.

“Boleh, ide bagus.” Aku menyetujuinya.

Motor yang terparkir semakin banyak. Yang pulang pun banyak. Setiap yang keluar area parkir kami bantu untuk memasuki jalan raya. Mereka memberi kami uang dua sampai lima ribu. Banyak sekali. Setimpal dengan apa yang kami lakukan. Setiap motor lain masuk, kami rapikan parkirnya. Mereka tidak marah motornya dipegang oleh anak jalanan yang kotor seperti kami.

“Nah bagus dek, di sini memang tidak ada tukang parkir. Bagaimana kalau kalian jadi tukang parkir saja di sini? Lumayan kan uangnya.” Ucap seseorang dengan berpakaian dokter yang keluar dari klinik.

“Memangnya boleh ya Pak?” Tanya Ajat kegirangan.

“Boleh, besok saya kasih seragam tukang parkirnya, oke?”

“Oke Pak!” Kami menjawab bersamaan.

Setelah berbicara pada kami, dia lantas masuk ke warung makan di seberang jalan. Asep masih di sana. Malah, mereka terlihat berbincang-bincang ketika Asep hendak keluar dari warung, kemudian Asep kembali masuk ke warung. Tak lama, dia keluar lagi, menyebrangi jalan sambil berlari. Wajahnya terlihat senang.

“Kita dapat lauk yang layak, lihat!”

Asep membuka bungkusan nasinya. Ada tiga bungkus, lengkap dengan ayam, tempe, dan sambal. Aku senang melihatnya. Ajat langsung memakannya tanpa banyak basa-basi.

“Kamu punya uang dari mana Sep?” Tanyaku menyelidik.

“Tadi ada dokter baik yang membelikannya. Tadinya dia mau mengajakku makan di sana, tapi aku bilang kalau teman-temanku sedang menunggu di depan klinik. Dia lalu menyuruh pemilik warung untuk memberiku makanan lagi dengan lauk yang lebih layak. Dan uangku pun utuh.”

“Ah, dokter itu, tadi dia…”

“Sudah, nanti saja ceritanya, kita makan saja dulu.” Ajat memotong ucapanku.

Aku mengangguk. Hari ini kami mendapat banyak keberuntungan. Uang dari hasil parkir lumayan banyak. Dan kami bisa makan enak dengan gratis. Sayang, ketika kami mendapat ini semua, Dani sedang sakit. Dia tidak ikut merasakannya. Biarlah, semoga saja ketika dia sembuh, kami bisa membelikan makanan serupa untuknya.

Tak jarang ketika makan, kami terganggu oleh motor yang hendak keluar dari parkiran. Aku harus meninggalkan alas makanku sebentar, membantunya, lantas medapat uang dari si pemilik motor.

“Sejak kapan kau menjadi…”

“Nanti saja kujelaskan.” Tukasku ketika Asep hendak bertanya.

-----

 

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • AyPurnama

    @Itikittiy aku masih muda kok kwkwk

    Comment on chapter Rongsokan
  • AyPurnama

    @Itikittiy ikutin terus ya:D

    Comment on chapter Rongsokan
  • Itikittiy

    kak Zar kamu itu emang masih muda atau tipe yang gak mau di pandang tua?

    Comment on chapter Kakak
  • Itikittiy

    lah! bukannya kalian emang udah saling sayang sedari dulu yak? aku doain kalian gak di bully karena masalah kasta ....

    Comment on chapter Pergi
  • Itikittiy

    Benarkah?! aku baru tahu tifus seberbahaya itu. Alhamduliliah aku bisa sembuh dari penyakit itu dulu. tapi malah datang yang baru.lagi gak ada habis nya wkwkwk

    Comment on chapter Dokter Azhar
  • Itikittiy

    ceritanya memang sedih tapi aku lebih banyak berbahagia melihat pertemanan mereka

    Comment on chapter Klinik 24 Jam
  • Itikittiy

    makanan sisa dan gak sehat aku juga gak di buang di beri ke ikan peliharaan. tapi kaliankan lebih mulia masa makannya sama

    Comment on chapter Makanan Halal
  • Itikittiy

    Denden khilaf sesaat lucunya

    Comment on chapter Copet Kecil
  • Itikittiy

    rumput yang higienis karena sudah di masak aku mau coba......

    Comment on chapter Sup
  • Itikittiy

    Terimakasih untuk mebawa ku ke tempat baca yang baru ya Ay

    Comment on chapter Rongsokan
Similar Tags
Grey
2      2     0     
Romance
Silahkan kalian berpikir ulang sebelum menjatuhkan hati. Apakah kalian sudah siap jika hati itu tidak ada yang menangkap lalu benar-benar terjatuh dan patah? Jika tidak, jadilah pengecut yang selamanya tidak akan pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan sakitnya patah hati.
Khalisya (Matahari Sejati)
24      3     0     
Romance
Reyfan itu cuek, tapi nggak sedingin kayak cowok-cowok wattpad Khalisya itu hangat, tapi ia juga teduh Bagaimana jika kedua karakter itu disatukan..?? Bisakah menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi..?? Semuanya akan terjawab disini. Ketika dua hati saling berjuang, menerobos lorong perbedaan. Mempertaruhkan hati fan perasaan untuk menemukan matahari sejati yang sesungguhnya &...
P.E.R.M.A.T.A
20      7     0     
Romance
P.E.R.M.A.T.A ( pertemuan yang hanya semata ) Tulisan ini menceritakan tentang seseorang yang mendapatkan cinta sejatinya namun ketika ia sedang dalam kebahagiaan kekasihnya pergi meninggalkan dia untuk selamanya dan meninggalkan semua kenangan yang dia dan wanita itu pernah ukir bersama salah satunya buku ini .
Kamu, Histeria, & Logika
413      56     0     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...
Persapa : Antara Cinta dan Janji
62      16     0     
Fantasy
Janji adalah hal yang harus ditepati, lebih baik hidup penuh hinaan daripada tidak menepati janji. Itu adalah sumpah seorang persapa. "Aku akan membalaskan dendam keluargaku". Adalah janji yang Aris ucapkan saat mengetahui seluruh keluarganya dibantai oleh keluarga Bangsawan. Tiga tahun berlalu semenjak Aris mengetaui keluarganya dibantai dan saat ini dia berada di akademi persa...
Power Of Bias
0      0     0     
Short Story
BIAS. Istilah yang selalu digunakan para penggemar K-Pop atau bisa juga dipakai orang Non K-Pop untuk menyatakan kesukaan nya pada seseoraang. Namun perlu diketahui, istilah bias hanya ditujukan pada idola kita, atau artis kesukaan kita sebagai sebuah imajinasi dan khayalan. Sebuah kesalahan fatal bila cinta kita terhadap idola disamakan dengan kita mencitai seseorang didunia nyata. Karena cin...
Sherwin
4      3     1     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
Melawan Tuhan
23      11     0     
Inspirational
Tenang tidak senang Senang tidak tenang Tenang senang Jadi tegang Tegang, jadi perang Namaku Raja, tapi nasibku tak seperti Raja dalam nyata. Hanya bisa bermimpi dalam keramaian kota. Hingga diriku mengerti arti cinta. Cinta yang mengajarkanku untuk tetap bisa bertahan dalam kerasnya hidup. Tanpa sedikit pun menolak cahaya yang mulai redup. Cinta datang tanpa apa apa Bukan datang...
Telat Peka
13      8     0     
Humor
"Mungkin butuh gue pergi dulu, baru lo bisa PEKA!" . . . * * * . Bukan salahnya mencintai seseorang yang terlambat menerima kode dan berakhir dengan pukulan bertubi pada tulang kering orang tersebut. . Ada cara menyayangi yang sederhana . Namun, ada juga cara menyakiti yang amat lebih sederhana . Bagi Kara, Azkar adalah Buminya. Seseorang yang ingin dia jaga dan berikan keha...
IMAGINE
3      3     0     
Short Story
Aku benci mama. Aku benci tante nyebelin. Bawa aku bersamamu. Kamu yang terakhir kulihat sedang memelukku. Aku ingin ikut.