Read More >>"> Twisted (Teochi) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Twisted
MENU
About Us  

       Di sepanjang perjalanan yang memakan waktu sekitar tiga jam, Emily menikmati suasana sekitar tetapi sambil membantu mengarahkan jalan dengan bantuan GPS di handphone-nya. Namun terkadang ia dibuat tertawa sendiri ketika Jeremy menceletukkan bahasa Inggris yang salah pelafalannya. Entah bagaimana ia justru merasa senang.

       Kota Wonosobo adalah daerah yang tinggi dan dingin. Oleh karena itu AC mobil dimatikan dan masing-masing membuka jendela untuk menikmati udara dingin. Samantha yang julukannya adalah 'Ratu Sosial Media' pun mengeluarkan handphone-nya dan mulai merekam suasana sekitar dan mengunggahnya ke Instagram story. Meski berkebalikan dengan adiknya, Emily kali ini ikut membagikan momen ini ke publik melalui Instagram-nya juga.

       Dengan bantuan teman mama yang menunjukkan jalan di depan mobil mereka, akhirnya perjalanan usai juga. Mobil diparkirkan di halaman rumah teman mama yang diketahui bernama Ibu Rut. Beberapa anjing menggonggong menyambut kedatangan mereka.

       "Sini aku bantuin bawa." Matthew mengambil tas milik Samantha dari dalam bagasi.

       Emily melirik pada dua sejoli itu dan tertawa dalam hati. Ia juga mengambil tasnya diikuti oleh Jeremy sebelum pintu bagasi ditutup kembali.

       Ibu Rut mengundang keempatnya duduk di dalam rumahnya, dimana banyak suguhan sudah tersedia di atas meja ruang tamu. Mata Emily tampak terang seketika saat melihat kerupuk kesukaannya yang dikenal dengan nama 'Selondok' itu ada disana. Ia tak sabar untuk segera mencicipinya tetapi ia akan menahannya sedikit lebih lama untuk berbincang lebih dulu.

       "Tadi susah ndak ya waktu ada jalanan naik?" Ibu Rut menanyakan kejadian dimana kecepatan mobil sempat sedikit melambat di tanjakan yang tak jauh dari sana.

       "Oh enggak kok, bu. Tadi lancar. Cuman opernya agak telat aja." Matthew memberikan penjelasan.

       "Tapi yah untungnya bu Rut bantu pimpin jalan, jadi kami nggak tersesat gitu," Emily menambahi.

       "Mas, mbak, itu silakan dimakan. Minumannya juga. Masih anget." Seorang pria tua yang akhirnya diketahui sebagai orang tua dari ibu Rut itu mempersilakan.

       Mendengarnya ucapan itu, Emily tidak menunggu lama untuk mengambil sasaran utamanya. Kerupuk Selondok. Betapa nikmatnya setelah sekian lama ia tidak mencicipi cemilan kesukaannya ini. Akibat terlalu menikmati, Samantha menyenggol lengan kakaknya itu agar menjaga kesopanan dan tidak menghabiskan semuanya dalam sekejap seperti kebiasaannya di rumah.

       "Bu, nanti acara youth jam lima atau jam berapa ya?" Samantha bertanya.

       "Biasanya jam tujuh. Soalnya kan anak-anak muda disini banyak yang kerja ya, ndak sekolah atau kuliah gitu. Jadi biasanya nunggu mereka." Bu Rut memberitahu. "Ini semua diabisin aja, ndak papa kok."

       Mereka berempat serentak tersenyum berkata 'ya' dengan malu-malu.

       "Oh, iya. Nanti anak-anak muda yang dateng ndak cuma yang dari gereja sini tapi gabungan." Bu Rut memberikan informasi tambahan.

       Emily mengangguk-angguk lalu melanjutkan dengan pertanyaan, "Kalau disini jumlah pemuda ada berapa, Bu?"

       "Yah sekitar tiga puluh orang kalau dateng semua." Bu Rut berusaha mengingat-ingat. "Tapi kalo digabung sama gereja lain ya pasti bisa lebih."

       Mereka terus mengobrol sekitar beberapa menit tetapi kemudian Bu Rut mempersilakan mereka untuk istirahat. Setelah sepakat, Emily dan Samantha menginap di rumah bu Rut sementara Matthew dan Jeremy di rumah pendeta, tepat di sebelah gereja.

       Dengan waktu yang ada, Emily berusaha untuk memejamkan matanya sejenak agar bisa menyimpan energi untuk malam ini. Sementara itu, Samantha justru mampir ke rumah pendeta untuk melihat situasi lebih dulu dan berbincang dengan kekasihnya sebelum kembali lagi bersama Emily.

 

~t~

 

       Pukul enam sore matahari masih sedikit bersinar. Emily dan Samantha sudah siap untuk ibadah pemuda malam hari ini. Mereka pergi ke gereja dimana Jeremy dan Matthew juga sudah duduk-duduk di ruang tamu rumah pendeta. Melihat kedatangan mereka, kedua pemuda itu bangkit dan masuk ke dalam gereja bersama.

       Ruangan itu cukup besar untuk ukuran gereja di desa. Semua bangku kayu panjang sudah digeser ke belakang semua sehingga memberikan ruang kosong di depan sampai tengah ruangan. Di panggung yang tingginya satu meter itu tidak terlihat alat musik apapun kecuali drum.

       Saat Emily sedang memperhatikan sekitar, Jeremy berjalan lalu di depannya dan lengan mereka saling bersentuhan. Ia merasa heran mengapa hal itu terjadi mengetahui masih banyak ruang kosong, bukannya berdesak-desakan sehingga mereka tak perlu saling bersentuhan. Bahkan ia berpikir bahwa tindakannya seperti seekor ayam jantan yang sedang mendekati ayam betina. Namun ia berusaha menghiraukannya dan justru berkata, "Eh, kita harus segera set up alat musik sama check sound nih. Latihan sekalian seenggaknya setengah jam kan."

       "Aku panggilin anak pendetanya aja. Katanya dia yang urus kok." Matthew mengajukan diri, diikuti dengan Jeremy lalu menghilang untuk beberapa lama sebelum akhirnya kembali lagi bersama dengan seorang pemuda yang tampak sebaya dengan membawa keyboard, bass dan beberapa mikrofon.

       Sementara para lelaki memasang alat musik, Samantha menyusun lagu-lagu yang sudah dipersiapkan dari rumah dan Emily membaca kembali materi yang akan ia bawakan sebagai bahan khotbah nanti. Tak lama, mereka pun berlatih sebelum acara dimulai.

       "Bukan, kak. Kayanya itu bukan ke D minor deh, tapi mendingan ke F dulu. Terus dia balik ke A minor sebelum ke G. Coba," Emily yang juga bermain keyboard memberi saran kepada Jeremy yang saat itu mendapat jatah untuk bermain keyboard.

       "Oh, gini?" Dengan jari-jari yang lentik untuk ukuran seorang lelaki, Jeremy memainkan sesuai dengan saran Emily.

       "Nah, itu lebih enak kan?" Emily tersenyum, begitu pula dengan Jeremy yang menyetujui ucapannya.

       "Masnya bisa semua lagu ini kan ya?" Samantha yang memperhatikan sedari tadi anak pendeta yang mendapat jatah bermain bass itu.

       Pemuda itu mengangguk. "Iya. Maaf kalo nanti salah ya. Masih amatir." Ia menyeringai malu.

       "Ah, nggak papa kali, mas." Samantha meyakinkannya. "Yuk, mulai lagi."

       Latihan selesai sepuluh menit sebelum para pemuda mulai berdatangan. Tepat pada pukul tujuh acara dimulai. Semua yang hadir tampak benar-benar mengikuti ibadah meskipun hanya ada pemain keyboard, bass dan drum disertai alat musik yang standarnya kurang baik. Baik Samantha, Emily, Matthew dan Jeremy membuat ibadah terasa meriah didukung dengan para pemuda yang tidak enggan bersorak; berkebalikan dengan mereka yang di kota yang bahkan sudah malas datang ke gereja.

       Pada pukul sembilan malam acara selesai. Mereka semua berbincang dan saling mengenal satu sama lain sekitar setengah jam sebelum akhirnya bubar ke rumah masing-masing. Tersisa lah Emily, Samantha, Matthew dan Jeremy yang masih merasa begitu terbawa suasana di ibadah yang menyenangkan tadi.

       "Aku jadi belum ngantuk ini gara-gara tadi," Samantha mengemukakan apa yang ia rasakan. "Terus kita mau apa ini?"

       "Nggak tahu," celetuk Emily. "Papa mama juga belum dateng sih. Apa kita tunggu aja kali?"

       "Apa mending jalan-jalan ke sekitar aja? Tuh ada gardu di seberang." Matthew menunjuk pada suatu bangunan kecil di bawah tiang lampu. "Duduk ngobrol disana aja. Soalnya kalo disini takutnya ganggu keluarganya pak pendeta. Soalnya udah malem juga kan?"

       Samantha langsung menyambut ajakan kekasihnya itu. Sementara Emily dan Jeremy hanya mengikuti saja. Dan karena dua sejoli itu tak dapat terpisahkan, mereka berjalan di depan terlebih dahulu, meninggalkan Emily berdampingan dengan Jeremy.

       Demi memecah keheningan di antara mereka, Jeremy kemudian membuka sebuah topik. "Emily waktu kuliah ambil jurusan apa?"

       "Inggris, kak."

       "Wah? Jago Inggris dong." Jeremy memuji.

       Emily terkekeh. "Ya harusnya yah, kak. Masa cuman ikutan temen?" candanya.

       "Iya lah. Harus itu. Kalo kak disini kuliah di ISI, ambil jurusan musik." Karena tak ditanya balik, Jeremy memberitahu tentang dirinya.

       "Oh, S2 kah?"

       Jeremy mengangguk. Ia kemudian duduk di gardu mengikuti Samantha dan Matthew yang sudah lebih dulu sampai.

       Emily tetap berdiri walau dipersilakan. Ia memandang ke langit dan melihat bintang-bintang bertaburan dengan jelas karena tak banyak lampu bersinar di daerah itu.

       Untuk beberapa saat mereka mengobrol, tetapi cuaca menjadi lebih dingin. Matthew mengusulkan agar mereka kembali ke rumah pendeta saja dan duduk di ruang tamu tanpa banyak bicara. Karena itu ia dan Samantha kembali berjalan lebih dulu meninggalkan Emily bersama dengan Matthew.

       Saat hendak melompati selokan kecil yang membatasi gardu dan jalan, Emily agak tersandung tetapi bisa menjaga keseimbangan tubuh sehingga tidak terjatuh.

       "Kamu nggak papa?" tanya Jeremy penuh perhatian.

       Dalam hati Emily menyesali kejadian ini karena ia tak suka tampak bodoh di depan lelaki. Ia kemudian tersenyum pada pemuda itu dan berkata, "Iya kok. Tenang aja. Lihai juga kan aku sampai nggak jatuh?"

       Jeremy terkikik.

       Belum lama berjalan, lagi-lagi ada batu kecil tak terlihat akibat kegelapan hingga Emily hampir saja tersandung tapi berhasil tetap berdiri tegak. Ia menggerutu dalam hati mengapa hal ini bisa terjadi.

       "Nah, nah. Ati-ati, Em," Jeremy mengingatkan lagi.

       Emily menyeringai. "Hehe, iya, kak. Itu salah batunya, kenapa ada disitu," ucapnya membuat Jeremy tertawa.

       Sampai di rumah pendeta, rupanya ada suguhan kopi hangat dan cemilan tradisional. Pak pendeta pun ada disana duduk dan mengobrol dengan mereka selama beberapa waktu sebelum menghilang lagi ke dalam rumah.

       Sedikit merasa bosan karena tidak bisa meminum kopi ataupun hanya duduk, ia kemudian keluar ke teras. Ia memeriksa handphone-nya dan melihat mamanya sudah menjawab pesan di Whatsapp yang mengatakan bahwa tidak lama lagi mereka akan sampai. Ia bersandar di salah satu pilar dan memeriksa akun sosialnya kalau-kalau ada notifikasi terbaru yang perlu ia balas atau perhatikan.

       Jeremy muncul seolah menyusul Emily. "Ngapain kamu? Nggak kedinginan disini?" tanyanya.

       Emily mengalihkan pandangannya dari handphone kepada pemuda itu. "Ah, kan di rumah juga mirip begini suhunya. Jadi nggak masalah," sahutnya tersenyum.

       "Sama. Rumah kak juga di dataran tinggi begini. Jadi kak keluar karena kepanasan di dalem."

       "Oh," singkat saja Emily merespon. "Bentar ya kak, aku masuk dulu. Mau ambil cemilan."

       Di dalam salah satu wadah makanan di atas meja rupanya terdapat kerupuk selondok kesukaannya. Awalnya Emily akan mengambil beberapa saja dan kembali ke teras, tetapi ia terlalu menikmati sehingga duduk sejenak untuk sekian waktu. Lagi-lagi diperingati oleh Samantha, ia buru-buru menahan nafsunya sendiri dan beranjak ke teras.

       Emily dikenal memiliki langkah kaki tak bersuara meski dalam keheningan. Karena itu Jeremy tak menyadari kehadirannya. Pada saat itu, tanpa sengaja ia mengeluarkan kentut dan terkejut sendiri sehingga ia memalingkan wajah ke belakang untuk memastikan apakah ada orang disana untuk mendengarnya. Sesungguhnya Emily ingin tertawa tetapi ia memiliki kemampuan akting yang baik sehingga ia nampak seolah tidak mendengar apapun dan bergumam akan sesuatu yang ada di handphone-nya. Namun Jeremy mungkin merasa malu sehingga ia pergi ke arah toilet. Pada saat yang sama, mobil orang tuanya muncul di halaman rumah pendeta.

       "Kok lama banget, ma?" pertanyaan dari Emily itulah yang menyambut kedatangan mamanya yang lebih dulu turun dari mobil.

       "Acara nikahannya emang agak lama. Jadi molor deh," Mama menjawab.

       "Oh, ya udah, ma. Itu pak pendeta udah nungguin di dalem."

       Mama masuk ke dalam rumah pendeta diikuti oleh papa yang menyusul di belakang. Pak pendeta menyambut kedatangan mereka dan mempersilakan duduk lalu mengobrol. Emily pun turut masuk dan menghabiskan sekitar lima belas menit sebelum masing-masing kembali ke tempat yang sudah disediakan untuk beristirahat.

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • EttaGurl

    Lucu bangeeeett! Tapi jangan lupa ya, Em, jodoh itu nggak cuma dicari tapi juga dibentuk. Ihiy~

    Comment on chapter Sogae
Similar Tags
Tell Me What to do
3      3     0     
Short Story
Kamu tau, apa yang harus aku lakukan untuk mencintaimu? Jika sejak awal kita memulai kisah ini, hatiku berada di tempat lain?
Kristalia
52      21     0     
Fantasy
Seorang dwarf bernama Melnar Blacksteel di kejar-kejar oleh beberapa pasukan kerajaan setelah ketahuan mencuri sebuah kristal dari bangsawan yang sedang mereka kawal. Melnar kemudian berlari ke dalam hutan Arcana, tempat dimana Rasiel Abraham sedang menikmati waktu luangnya. Di dalam hutan, mereka berdua saling bertemu. Melnar yang sedang dalam pelarian pun meminta bantuan Rasiel untuk menyembuny...
Mentari dan Purnama
4      4     0     
Short Story
Mentari adalah gadis yang dikenal ceria di kalangan teman-temannya. Tanpa semua orang ketahui, ia menyimpan rahasia yang teramat besar. Mentari berteman dengan seorang hantu Belanda yang berkeliaran di sekolah! Rahasia Mentari terancam ketika seorang murid baru blasteran Belanda bernama Purnama datang ke sekolah. Apakah kedatangan Purnama ada hubungannya dengen rahasia Mentari?
Arini
11      4     0     
Romance
Arini, gadis biasa yang hanya merindukan sesosok yang bisa membuatnya melupakan kesalahannya dan mampu mengobati lukanya dimasa lalu yang menyakitkan cover pict by pinterest
Be My Girlfriend?
155      46     0     
Fan Fiction
DO KYUNGSOO FANFICTION Untuk kamu, Walaupun kita hidup di dunia yang berbeda, Walaupun kita tinggal di negara yang berbeda, Walaupun kau hanya seorang fans dan aku idolamu, Aku akan tetap mencintaimu. - DKS "Two people don't have to be together right now, In a month, Or in a year. If those two people are meant to be, Then they will be together, Somehow at sometime in life&q...
Farewell Melody
4      4     0     
Romance
Kisah Ini bukan tentang menemukan ataupun ditemukan. Melainkan tentang kehilangan dan perpisahan paling menyakitkan. Berjalan di ambang kehancuran, tanpa sandaran dan juga panutan. Untuk yang tidak sanggup mengalami kepatahan yang menyedihkan, maka aku sarankan untuk pergi dan tinggalkan. Tapi bagi para pemilik hati yang penuh persiapan untuk bertahan, maka selamat datang di roller coaster kehidu...
Weak
3      3     0     
Romance
Entah sejak kapan, hal seromantis apapun kadang terasa hambar. Perasaan berdebar yang kurasakan saat pertama kali Dio menggenggam tanganku perlahan berkurang. Aku tidak tahu letak masalahnya, tapi semua hanya tidak sama lagi. Kalau pada akhirnya orang-orang berusaha untuk membuatku menjauh darinya, apa yang harus kulakukan?
The World Between Us
29      9     0     
Romance
Raka Nuraga cowok nakal yang hidupnya terganggu dengan kedatangan Sabrina seseorang wanita yang jauh berbeda dengannya. Ibarat mereka hidup di dua dunia yang berbeda. "Tapi ka, dunia kita beda gue takut lo gak bisa beradaptasi sama dunia gue" "gue bakal usaha adaptasi!, berubah! biar bisa masuk kedunia lo." "Emang lo bisa ?" "Kan lo bilang gaada yang gabis...
PUBER
16      6     0     
Romance
Putri, murid pindahan yang masih duduk di kelas 2 SMP. Kisah cinta dan kehidupan remaja yang baru memasuki jiwa gadis polos itu. Pertemanan, Perasaan yang bercampur aduk dalam hal cinta, serba - serbi kehidupan dan pilihan hatinya yang baru dituliskan dalam pengalaman barunya. Pengalaman yang akan membekas dan menjadikan pelajaran berharga untuknya. "Sejak lahir kita semua sudah punya ras...
BALTIC (Lost in Adventure)
21      6     0     
Romance
Traveling ke Eropa bagian Barat? Itu bukan lagi keinginan Sava yang belum terwujud. Mendapatkan beasiswa dan berhasil kuliah master di London? Itu keinginan Sava yang sudah menjadi kenyataan. Memiliki keluarga yang sangat menyanyanginya? Jangan ditanya, dia sudah dapatkan itu sejak kecil. Di usianya ke 25 tahun, ada dua keinginannya yang belum terkabul. 1. Menjelajah negara - negara Balti...