Read More >>"> Twisted (Juui) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Twisted
MENU
About Us  

       Ibadah pagi dimulai pada pukul tujuh. Kali ini papa bertugas pada keyboard, Matthew tetap pada drum, Jeremy pada bass, Emily dan Samantha sebagai pemimpin pujian dan mama sebagai pengkhotbah. Para jemaat datang begitu awal sehingga ruangan sudah penuh sekali di awal ibadah. Hampir enam puluh persen yang hadir adalah lansia, namun tak ada satupun dari mereka yang tidak menggerakkan badannya di sepanjang sesi pujian. Suasana sangat meriah dan melihat betapa bersukacitanya mereka sudah cukup untuk merasa bersyukur.

       Sesi khotbah dimulai satu jam setelahnya. Mama naik ke atas panggung sementara tim musik -- kecuali papa yang akan terus mengiringi dengan alunan musik -- turun lalu duduk di bangku bersama dengan jemaat.

       "Loh, mereka kemana?" tanya Emily pada Samantha ketika melihat Jeremy dan Matthew menghilang.

       "Toilet. Katanya perut mereka sakit habis makan pagi," jawab Samantha.

       Belum lama duduk, mama kemudian meminta bantuan Samantha yang sudah menyusun slide presentasi khotbah untuk mengoperasikannya ketika operator dari gereja tersebut mengalami kendala. Dengan begitu, Emily pun duduk sendirian di bangku kiri paling depan.

       Lima menit berlalu, Jeremy dan Matthew muncul dari pintu samping gereja yang berada dekat dengan bangku Emily. Mereka kemudian duduk di bangku yang sama dengannya, Matthew ada pojok kanan dan Jeremy tepat di sebelah Emily. Mereka terpaksa duduk berdempetan karena tumpukan barang milik gereja mengambil seperempat bagian bangku.

       "Sammy mana, Em?" Matthew bertanya ketika tak melihat batang hidung kekasihnya.

       Dengan lirikan mata menunjuk pada arah belakang, Emily berbisik balik, "Operasiin LCD."

       "Oh, oke, makasih," Matthew mengangguk lalu mengalihkan pandangan ke depan pada mama yang sedang menceritakan mujizat yang ia alami ketika mengandung Emily.

       Saat sedang mendengarkan khotbah, seorang anak laki-laki berusia sekitar empat tahun mendatangi mereka dan duduk di antara Matthew dan Jeremy sehingga mau tak mau Jeremy terdesak lebih dekat dengan Emily. Karena merasa kurang nyaman, Emily menyerongkan tubuhnya agak ke kiri bertindak seolah-olah ingin menghadap ke arah mamanya daripada hanya menolehkan kepala saja.

       Yang membuat heran adalah Jeremy tak bergerak satu inchi pun walaupun anak laki-laki tersebut sudah pergi. Ingin rasanya Emily memberitahu agar Jeremy bergeser, tetapi ia enggan karena takut menyinggung karena belum begitu mengenalnya. Pada akhirnya ia berusaha melupakan situasi saat itu dan fokus pada mendengarkan khotbah.

       Seusai ibadah, pak pendeta mendekati papa dan mama untuk mengucapkan terima kasih lalu mengajak berfoto bersama di depan gereja bersama seluruh tim. Emily berdiri di ujung paling kiri dan memasang senyum, siap untuk difoto. Namun tiba-tiba ia merasakan sebuah cubitan ringan di punggung tangan kirinya.

       Secara reflek Emily merespon dengan, "Ih? Apaan sih?" ia sedikit melotot pada Jeremy yang rupanya berdiri di sampingnya, tetapi ia kemudian sadar lalu melunak.

       "Gemes sih," Jeremy menyeringai tak berdosa.

       Merasa heran tapi tak tahu harus membalas apa, Emily langsung saja berpaling ke depan untuk difoto.

       Masih belum puas berfoto, Samantha akhirnya mengajak selfie berempat. Sebetulnya dengan itu Emily merasa agak aneh karena terkesan seperti double date, tetapi ia menghiraukan pikirannya yang memang terkadang terlalu sensitif jika sudah mengenai laki-laki. Beberapa anak-anak muda semalam kemudian datang dan meminta untuk berfoto bersama juga.

       Di rumah ibu Rut banyak orang sudah berkumpul. Disana disediakan makan siang dengan bermacam menu untuk disantap oleh tim musik dan beberapa jemaat yang masih belum pulang. Sama seperti mama mengambilkan makanan untuk papa, Samantha juga mengambilkan untuk Matthew yang sedang berberes di rumah pendeta bersama dengan Jeremy. Sementara Emily yang tadinya ingin mengambil untuk dirinya sendiri akhirnya terpaksa mengambilkan makanan untuk Jeremy karena disuruh oleh mamanya.

       Hanya saja, Emily masih merasa kurang nyaman dengan dua kejadian berturut-turut di dalam dan di depan gereja terkait dengan Jeremy. Karena itu pada akhirnya makanan yang sudah ia ambilkan untuk Jeremy hanya diletakkan di atas lantai yang dilapisi oleh karpet, sementara ia makan lebih dulu.

       Papa duduk di teras bersama dengan bapak-bapak lainnya sambil menikmati makanan tradisional daerah itu. Sementara itu, mama yang tadinya berdiri di depan pintu akhirnya duduk di samping Emily karena lelah dan mengobrol dengannya.

       "Loh, mereka belum dateng?" tanya mama mengenai Matthew dan Jeremy.

       "Kata Sammy masih beres-beres. Paling bentar lagi dateng, ma," jawab Emily sembari mengunyah nasi dan daging ayam.

       Mama menyenggol lengan Emily. "Em, itu tadi kok mama lihat Jeremy duduknya dempet banget sih sama kamu?" kebiasaan mama menginterogasi sudah dimulai.

       Emily mengedikkan bahunya. "Nggak tahu. Aneh kok," begitu singkat ia menanggapi seolah tak peduli.

       "Tahu nggak sih, Em?"

       Emily menoleh pada mamanya. "Apa, ma?"

       "Sepanjang kamu jadi WL tadi, dia liatin kamu terus loh."

       "Ah, mama. Kan karena mau lihat aku kasi kode apa kan. Kaya pemusik pada umumnya." Emily masih sangat cuek dengan pembahasan ini.

       "Bahkan waktu itu giliran Sammy yang WL? Nggak deh. Dia itu suka sama kamu." Mama langsung menyimpulkan.

       Emily diam sejenak tak percaya ucapan mamanya. Namun ia berpikir kembali bagaimana semalam ia sengaja menyenggolnya dan juga mencubitnya lagi pagi ini. Ia merasa ucapan mamanya masuk akal, tetapi lagi-lagi ia tak ingin langsung mengiyakan. "Nggak tahu deh," ucapnya lalu melanjutkan makannya.

       "Siapa tahu, Em."

       Emily mengerutkan dahinya. "Siapa tahu gimana?"

       "Siapa tahu dia orangnya. Jawaban doa kamu."

       Entah bagaimana Emily merasakan sedikit panas di area pipi dan lehernya. "Yah, nggak tahu ya, ma. Jangan berspekulasi dulu." Ia memilih untuk bersikap santai karena sudah pernah berkali-kali mengalami kejadian serupa dan tak ada satu pun dari mereka yang mendekatinya berhasil maju dan memenangkan hatinya serta kedua orang tuanya.

       Selesai berbincang, orang yang menjadi subyek datang bersama Matthew dan Samantha di dekatnya. Mereka duduk di dekat Emily kemudian mulai makan, maka tidak banyak obrolan selama itu.

       Sekitar satu jam kemudian, papa mama dan mereka berempat berpamitan dengan bu Rut, keluarganya, pak pendeta serta beberapa jemaat disana. Atas permintaan bu Rut yang belum ikut berfoto tadi di gereja, sekali lagi mereka mengambil foto. Emily kali ini menjauhkan diri dengan berdiri di paling ujung kanan, sebaliknya Jeremy yang seolah mengetahui situasi itu, berdiri di ujung paling kiri.

       Sebagaimana di awal berangkat, begitu pula saat pulang. Mama dan papa dengan mobil sendiri dan telah berangkat lebih dulu, sementara Emily dan ketiga lainnya di mobil yang satu.

       "Bro, kamu mau nyetir nggak?" tanya Matthew pada Jeremy setelah memasukkan barang-barang di bagasi.

       "Oh, kamu aja nggak papa, bro," sahut Jeremy yang kemudian disetujui saja oleh Matthew.

       Dalam hati Emily berpikir apakah Jeremy tidak dapat menyetir karena tidak menerima tawaran dari Matthew. Tetapi ia tersadar telah memikirkannya sehingga ia menggeleng lalu berusaha melupakannya.

       Perjalanan kali ini dalam posisi turun sehingga menyetir pun menjadi lebih santai. Jendela-jendela masih dibuka, membiarkan udara dingin masuk untuk menyejukkan hari yang sudah siang dengan matahari yang cukup terik.

       "Sayang ya kita nggak bisa ke air terjun yang dibilang bu Rut tadi. Waktunya nggak cukup sih," Samantha mengingatkan pada ucapan Bu Rut sebelum berpamitan tadi.

       "Iya, maaf, ya. Aku udah ada janjian sama dosen pembimbing. Dan dosen ini tuh emang susah banget ditemuinnya. Sekalinya ada waktu, yah harus diambil," Jeremy mengungkapkan rasa bersalahnya.

       "Itulah kehidupan jadi mahasiswa, bro. Nggak papa. Next time kan masih bisa kalo ada kesempatan lagi," Matthew menanggapi. "Eh, ini jendelanya ditutup ya. Kita udah hampir sampe jalan raya, nanti makin panas." Semuanya setuju.

       "Atau gini aja? Karena kita nggak bisa refreshing di air terjun, kita berenti sebentar aja di Magelang minum es gitu?" Samantha mengusulkan.

       "Terserah sih. Aku kan sopir, tinggal ngikut," sahut Matthew. "Kamu gimana Jer?"

       "Kalo aku juga ngikut sih. Tergantung si kakak Emily. Gimana? Dari tadi diem aja," Jeremy seolah melemparkan bola mendadak pada Emily.

       Tak siap harus menjawab apa, Emily diam sejenak untuk berpikir. Ia sebetulnya agak malas untuk singgah, tetapi ia tidak mungkin mengungkapkannya seperti itu. Karena itu ia berkata, "Nggak usah lah. Lain kali aja. Lagian kak Jeremy kan dua jam lagi ketemu dosen. Nanti waktunya nggak cukup, toh?"

       Alasan itu begitu tepat sehingga semua pada akhirnya ikut menyetujui. Mobil melesat dengan lebih cepat kembali menuju ke tempat tinggal mereka masing-masing di Jogjakarta.

_____

* WL : Worship Leader (Pemimpin pujian gereja)

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • EttaGurl

    Lucu bangeeeett! Tapi jangan lupa ya, Em, jodoh itu nggak cuma dicari tapi juga dibentuk. Ihiy~

    Comment on chapter Sogae
Similar Tags
LASKAR BIRU
51      14     0     
Science Fiction
Sebuah Action Science-Fiction bertema Filsafat tentang persepsi dan cara manusia hidup. Tentang orang-orang yang ingin membuat dunia baru, cara pandang baru, dan pulau Biru. Akan diupdate tiap hari yah, kalau bisa. Hehehe.. Jadi jangan lupa dicek tiap malamnya. Ok?
THROUGH YOU
967      683     14     
Short Story
Sometimes beautiful things are not seen; but felt.
you're my special moments
18      3     0     
Romance
sebenarnya untuk apa aku bertahan? hal yang aku sukai sudah tidak bisa aku lakukan lagi. semuanya sudah menghilang secara perlahan. jadi, untuk apa aku bertahan? -Meriana Lauw- tidak bisakah aku menjadi alasanmu bertahan? aku bukan mereka yang pergi meninggalkanmu. jadi bertahanlah, aku mohon, -Rheiga Arsenio-
He Used to be a Crown Prince
26      12     0     
Romance
Pacar Sera bernama Han Soo, bintang instagram terkenal berdarah campuran Indonesia-Korea. Han Soo hidupnya sederhana. Setidaknya itulah yang Sera kira hingga Xuan muncul di kehidupan mereka. Xuan membenci Han Soo karena posisinya sebagai penerus tunggal kerajaan konglomerat tergeser berkat ditemukannya Han Soo.
For Cello
19      10     0     
Romance
Adiba jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangannya sanggup untuk menggapainya. "Cello, nggak usah bimbang. Cukup kamu terus bersama dia, dan biarkan aku tetap seperti ini. Di sampingmu!&qu...
PENYESALAN YANG DATANG TERLAMBAT
461      300     7     
Short Story
Penyesalan selalu datang di akhir, kalau diawal namanya pendaftaran.
Mencari Virgo
289      225     2     
Short Story
Tentang zodiak, tentang cinta yang hilang, tentang seseorang yang ternyata tidak bisa untuk digapai.
Our Tears
5      1     0     
Romance
Tidak semua yang kita harapkan akan berjalan seperti yang kita inginkan
Kita
9      5     0     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
Stuck In Memories
78      25     0     
Romance
Cinta tidak akan menjanjikanmu untuk mampu hidup bersama. Tapi dengan mencintai kau akan mengerti alasan untuk menghidupi satu sama lain.