Read More >>"> Run Away (Khawatir) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Run Away
MENU
About Us  

Ruangan UKS mendadak ramai. Padahal biasanya ruangan ini selalu sepi dan akan ramai saat jam pelajaran berlangsung karena beberapa anak memilih untuk bolos dengan tiduran di kasur UKS.

Tetapi siang ini, di jam istirahat, UKS jadi ramai karena kehadiran seorang pasien yang hanya terkena benturan keras dari bola basket yang nyasar. Sebagian memang peduli karena merasa bertanggung jawab dan sebagian yang lain hanya ingin membuat sesak karena penasaran akibat drama di koridor kelas tadi.

Tara duduk ditepi kasur UKS. Rasanya baru kemarin ia singgah diruangan ini, tetapi sekarang ia sudah kembali dengan luka memar yang sedang dikompres menggunakan bantalan es oleh Dave dihadapannya. Wajahnya terlihat serius, sampai-sampai Tara tidak berani mengintrupsi. Sementara Arlan hanya mengamati Tara yang sedang diobati dari depan kasur UKS. Bukannya tidak ingin membantu, tetapi karena Dave hari ini sedang keras kepala, sehingga cowok itu menolak mentah-mentah tawaran kebaikan dari Arlan. Bahkan Dave sudah mengusir beberapa anak basket dan petugas UKS yang notabenenya adalah adik kelas mereka. Sehingga kini hanya ada mereka bertiga, tanpa Kinan. Kinan sudah ditarik paksa oleh Dan. Mungkin Dan akan menceramahi habis-habisan sikap Kinan tadi yang terlalu ketus.

Sebenarnya drama bola nyasar tadi bukan karena kesalahan Arlan, tetapi menurutnya itu menjadi tanggung jawabnya juga. Anggotanya membuat kekacauan ditengah latihan mereka yang bahkan baru dimulai hari ini. Dan ia merasa sedikit payah karena hasil melatih temannya seperti gagal.

"Lo udah bisa pergi dari sini." Ucap Dave bukan kepada Tara meski wajah cowok itu sepenuhnya melihat kepada luka memar Tara, tetapi pada Arlan yang masih terdiam ditempatnya. "Gue bisa ngurusin memarnya."

"Gue merasa masih punya tanggung jawab disini. Setidaknya biarkan gue lihat lo ngobatin dia."

Arlan menanggapi Dave dengan tenang. Salah satu sikap Arlan yang Tara suka. Meski mungkin cowok itu kesal dengan kekeras-kepalaan Dave sejak tadi. Dave seperti menutup telinga.

"Lo ngeraguin gue?" Tanyanya tidak suka.

Arlan menghembuskan napas pelan. "Engga. Gue tahu lo bisa. Gue cuma mau bertanggung jawab aja."

"Ada gue. Lo nggak usah khawatir. Lo bisa pergi sekarang dan latihan sama tim lo."

Malas berdebat, akhirnya Arlan mengalah juga. Menurutnya percuma saja jika ia terus-terusan berbicara pada Dave yang akan membuatnya terpancing emosi hari ini. Meski sebaliknya bagi Tara, ia ingin Arlan saja yang menemaninya di UKS, mengobati lukanya dan membuat Dave pergi. Cowok dihadapannya ini sekarang membuatnya kesal sekaligus takut. Apalagi kedatangannya tadi terlalu tiba-tiba seperti hantu.

"Lo juga masuk kedalam tim Dave. Lo dicari Pak Martin dari tadi."

"Gue latihannya nanti sore." Dave menghembuskan napas kesal dan menunjuk menggunakan dagu kearah pintu UKS. "Itu pintu, lo bisa keluar lewat situ." Ujarnya sarkastik dengan jelas mengusir Arlan agar cowok itu segera pergi.

Tetapi sebelum pergi, Arlan menyempatkan untuk berbicara pada Tara. "Ra, gue minta maaf atas nama temen gue karena udah buat lo jadi luka begini. Gue harap lo cepat sembuh." Cowok itu menatap Tara teduh, penuh perhatian yang membuat Tara ingin menangis karena terlalu senang.

"Iya, Kak, makasih sudah khawatir."

Tara tersenyum sampai ke mata. Kena hentakan sedikit karena bola basket hari ini membawa keberuntungan untuknya, meski harus meninggalkan jejak biru keunguan di lengannya.

"Iya, yaudah, sana." Itu suara Dave, lagi.

Setelahnya Arlan benar-benar pergi dan keheningan diantara mereka tercipta. Keduanya sama-sama diam, sama-sama merasa kesal dengan alasan yang berbeda pada objek yang sama.

"Makan siang gue. Gue nungguin lo."

Cowok berambut coklat ini masih sibuk mengompres luka memar yang cukup besar di lengan atas Tara. Mengompres dibeberapa bagian yang belum diobati. Menekannya secara perlahan, sehingga kadang membuat Tara sedikit tersentak karena rasa nyeri yang ditinggalkannya.

"Lo-Aww! Aduh, Sakit. Pelan-pelan.." Entah kenapa, tapi saat ini Tara sedang tidak ingin membentak Dave meskipun sebenarnya ia bisa.

Hari ini, seperti ada sisi lain dari dalam diri Dave yang baru Tara ketahui, ia menjadi sedikit takut? Selain keras kepalanya cowok itu, hal lain yang Tara sadari adalah emosi Dave yang sulit tertebak membuatnya sedikit berhati-hati.

"Gue laper." Sahutnya mengabaikan keluhan Tara barusan. "Gue nunggu makan siang gue dari lo dari tadi."

Dengan sedikit meringis karena bantalan es itu menekan bagian pusat dari luka memarnya, Tara menjawab. "Gimana bisa gue ngasih lo makanan sementara gue nggak tahu lo bolos kemana? Ambil aja, tuh, bekalnya ada di laci meja gue."

"Dave." Panggil Tara, sontak membuat Dave mendongak untuk melihat kearahnya. Sebelah alisnya sudah naik seolah berkata 'apa?'

"Lo gabung basket?"

"Sementara aja. Kelar pertandingan juga gue keluar."

Tara bergumam pelan. Tampak berpikir. Ini kesempatan yang bagus, kan, untuk bisa melihat Arlan lebih dekat?

"Gue-"

"Setelah pulang sekolah, lo langsung balik. Nggak usah nunggu gue."

Bibirnya mencebik tidak terima. "Gak bisa gitulah! Gue, kan, pergi bareng lo, pulang juga mesti bareng!"

Tara tidak tahu kalau perkataannya barusan secara tersirat mengarah pada sesuatu yang sayangnya dimengerti oleh Dave.

Dave hanya diam, namun dahinya sudah mengkerut.

"Ya sudah, nanti gue anter lo pulang dulu."

"Eh gak usah!" Sahutnya terlalu cepat. "Entar lo bolak-balik, kan? Mending gue nungguin lo latihan."

Dave berdecak singkat, "Langsung pulang aja sama Kinan."

***

Sekarang pukul 22.00 malam. Lima jam setelah perintah Dave untuk memulangkan Tara kerumah tanpa dirinya kepada Kinan.

Tara sendiri pusing, kenapa lama kelamaan cowok itu terlalu banyak mengatur ini dan itu dalam hidupnya? Dan kenapa juga ia harus menurut? Catat, jika karena bukan buku hariannya-yang pasti sudah dibaca dengan lancang oleh Dave- Tara tidak akan mau.

Dulu, Tara ingat sekali salah satu novel yang dibacanya. Ia akan mencibir lebih dahulu tokoh utama yang harus tertindas oleh lawan mainnya. Tetapi sekarang, dirinyalah yang justru merasakan hal itu di kehidupan nyata. Ternyata memang semenyebalkan ini.

Menghabiskan waktu kurang dari dua jam dengan membaca novel di kamarnya, Tara akhirnya merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Lama-lama ia bosan. Lalu seketika pikiran untuk melarikan diri itu muncul lagi. Ya sudahlah, pasti kali ini tidak akan ketahuan, Ibu juga pasti sudah tertidur. Lagipula Tara akan merasa tenang saja disana, mengingat Dave belum pulang. Tara tahu karena ia tidak melihat keberadaan mobil cowok itu di bagasi rumahnya. Entah apa yang ia lakukan diluar sana, Tara tidak mau tahu karena bukan urusannya. Yang jelas, Dave memang belum ada kembali dari rumah setelah pulang sekolah.

Kembali ke rencana diawal, seperti sudah terbiasa, Tara menjadi lihai dalam hal kabur-kaburan. Meloncat dan memanjat, persis seperti tupai-ini berlebihan. Dan akhirnya sampailah ia dirumah pohon yang terang menderang.

"Why you don't ever want to hear me again?" Teriak seorang perempuan frustasi dengan suara bergetar.

"I told ya. Go away from me!" Sahut seorang lelaki tak kalah frustasi.

"Give me a chance for this. Please?"

Kini suara tangisan itu terdengar jelas di telinga Tara. Hal itu berhasil menarik perhatiannya. Ia bahkan sudah berjalan kearah balkon kecil rumah pohonnya sedikit hati-hati. Dengan tetap menjaga dirinya supaya tidak terlalu tampak kalau sedang menguping.

Seolah seperti sedang berada didalam drama, kedua orang itu bertengkar tanpa peduli bahwa mereka sudah membuat kebisingan dijalan perumahan yang sepi. Saling berteriak dan membentak. Persis seperti di sinetron tepatnya, bukan drama.

Seraya memicingkan matanya, Tara dapat mengenali salah satu diantara mereka sekalipun cahaya dari lampu jalan komplek tidak terlalu terang. Seperti sebuah refleks menyebutkan satu nama, namun sebuah tanda tanya lain muncul di benaknya.

"Tapi.. cewek itu siapa?"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
ALVINO
29      12     0     
Fan Fiction
"Karena gue itu hangat, lo itu dingin. Makanya gue nemenin lo, karena pasti lo butuh kehangatan'kan?" ucap Aretta sambil menaik turunkan alisnya. Cowo dingin yang menatap matanya masih memasang muka datar, hingga satu detik kemudian. Dia tersenyum.
Aku Bahagia, Sungguh..!
3      3     0     
Short Story
Aku yakin pilihanku adalah bahagiaku mungkin aku hanya perlu bersabar tapi mengapa ingatanku tidak bisa lepas darinya --Dara--
Abay Dirgantara
85      24     0     
Romance
Sebenarnya ini sama sekali bukan kehidupan yang Abay inginkan. Tapi, sepertinya memang semesta sudah menggariskan seperti ini. Mau bagaimana lagi? Bukankah laki-laki sejati harus mau menjalani kehidupan yang sudah ditentukan? Bukannya malah lari kan? Kalau Abay benar, berarti Abay laki-laki sejati.
Dear You
118      34     0     
Romance
Ini hanyalah sedikit kisah tentangku. Tentangku yang dipertemukan dengan dia. Pertemuan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Aku tahu, ini mungkin kisah yang begitu klise. Namun, berkat pertemuanku dengannya, aku belajar banyak hal yang belum pernah aku pelajari sebelumnya. Tentang bagaimana mensyukuri hidup. Tentang bagaimana mencintai dan menyayangi. Dan, tentang bagai...
Estrella
4      4     0     
Romance
Oila bingung kenapa laki-laki ini selalu ada saat dia dalam bahaya, selalu melindunginya, sebenarnya siapa laki-laki ini? apakah dia manusia?
That Snow Angel
36      3     0     
Romance
Ashelyn Kay Reshton gadis yang memiliki kehidupan yang hebat. Dia memiliki segalanya, sampai semua itu diambil darinya, tepat di depan matanya. Itulah yang dia pikirkan. Banyak yang mencoba membantunya, tetapi apa gunanya jika dia sendiri tidak ingin dibantu. Sampai akhirnya dia bertemu dengannya lagi... Tapi bagaimana jika alasan dia kehilangan semuanya itu karena dia?
Dialogue
1      1     0     
Romance
Dear Zahra, Taukah kamu rasanya cinta pada pandangan pertama? Persis senikmat menyesapi secangkir kopi saat hujan, bagiku! Ah, tak usah terlalu dipikirkan. Bahkan sampai bertanya-tanya seperti itu wajahnya. Karena sesungguhnya jatuh cinta, mengabaikan segala logika. With love, Abu (Cikarang, April 2007) Kadang, memang cinta datang di saat yang kurang tepat, atau bahkan pada orang yang...
Syahadat & Seoul
5      4     0     
Romance
Lee Jeno, mencintaimu adalah larangan bagiku, dan aku sudah melanggar larangan itu, patut semesta menghukumku ... Diantara banyak hati yang ia ciptakan kenapa ada namamu diantara butiran tasbihku, dirimu yang tak seiman denganku ...
Sahara
203      48     0     
Romance
Bagi Yura, mimpi adalah angan yang cuman buang-buang waktu. Untuk apa punya mimpi kalau yang menang cuman orang-orang yang berbakat? Bagi Hara, mimpi adalah sesuatu yang membuatnya semangat tiap hari. Nggak peduli sebanyak apapun dia kalah, yang penting dia harus terus berlatih dan semangat. Dia percaya, bahwa usaha gak pernah menghianati hasil. Buktinya, meski tubuh dia pendek, dia dapat menja...
Forestee
4      4     0     
Fantasy
Ini adalah pertemuan tentang kupu-kupu tersesat dan serigala yang mencari ketenangan. Keduanya menemukan kekuatan terpendam yang sama berbahaya bagi kaum mereka.