Read More >>"> Phased (Sedikit peduli) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Phased
MENU
About Us  

Belva menginjakkan kakinya di lapangan basket sekolah, ia mencoba menguatkan hatinya sendiri dan menanamkan prinsip barunya yang jauh dari realita, no man no sad. Sepatu sneakers putih menapaki lapangan, pemiliknya berdiri di sebelah Belva yang masih berkutat dengan pikirannya. 

Saat Belva mendongakkan kepalanya, ia tercengang. Seorang gadis berparas cantik, rambut hitam legam, juga hidung yang mancung, semuanya sempurna, apalagi ia sedang tersenyum manis pada Belva.

Gadis itu terkekeh geli melihat ekspresi Belva yang cengo, ia mengulurkan tangannya. “Aretta Aurora, anak IPS. Jangan tanya kelas berapa, karena bentar lagi juga naik kelas sebelas kan?” paparnya, aura kecantikannya sangat kuat, begitupun kharismanya yang jelas terpancar, matanya meneduhkan, wajahnya ramah.

Aretta mengernyit heran, Belva tetap diam, mulutnya terbuka setengah. “Hallo?” ulang Aretta, sengaja tangannya ia goyangkan di depan mata Belva, supaya Belva sadar dari lamunannya.

“Kamu cantik!” Belva mengerjap kaget, dan refleks berucap keras apa yang membuatnya melamun.

Aretta tersenyum canggung, “Lo juga kok...,” balasnya tulus.

Belva menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Tapi kamu terlihat sangat berkharisma, keren banget!” akunya jujur.

“Terimakasih! Semua orang juga punya aura, dan setiap individu pasti punya cara masing-masing untuk memunculkan auranya. Meskipun gue gak berasa berkharisma ataupun punya aura seperti yang lo bilang, itu berlebihan, ” kekeh Aretta.

Obrolan mereka berakhir saat satu persatu dari kelima orang lainnya mulai datang. Mereka semua saling melempar senyum, sapa, dan candaan satu sama lain. Mereka juga saling mengenalkan diri masing-masing dan menyalami Belva. Mereka menyambut Belva penuh keramahan dan kerendahan hati. Semuanya menyebut nama panjang, dan panggilan, kecuali Jeje yang dengan santainya berkata ‘lu pasti tau siapa gue,’. Tetapi akhirnya Jeje memperkenalkan dirinya karena Feyra memaksanya seperti biasa, ya meski ogah-ogahan.

Mari Belva mencatat nama mereka dalam otak. Semua nama mereka bagus sekali, paras mereka juga sesuai namanya yang cantik, punya sahabat, diperhatikan, dikagumi dan diperhitungkan oleh banyak orang, pasti mereka semua sangat bahagia, pikir Belva.

Aretta dan Rachel duduk bersila di lapangan, Feyra dan Jeje memakan permen karet seraya bermain basket, Sera dan Aqil sibuk browsing kunci gitar lagu remaja terbaru. 

“Belva sini! Gue mau ngobrol sama lo!” ajak Aretta, suaranya yang lembut sangat khas, makanya Belva mengetahui Aretta yang memanggilnya.

“Iya sini yukk!” timpal Rachel heboh.
Belva mengangguk kaku dan duduk sopan di samping Aretta. Jantungnya berdegup kencang, ia takut ditanya yang tidak-tidak. Sebenarnya ia ingin bertanya alasan mereka mengajaknya berteman.

Rachel maupun Aretta tiba-tiba tertawa, Belva semakin bingung dibuatnya. “Kalian ketawa karena apa? Apa di wajah aku ada krim strawberry?” tanyanya heran.

Rachel yang menyahut, “Wajahmu pias banget, terus kaku dan sopan banget pas duduk!” 

Aretta menepuk Bahu Belva pelan, “Sans bre,” 

Belva menyengir kuda, “Aku bingung mau ngapain, aku merasa sulit menyesuaikan diri, kalian berbeda kelas denganku,” cetusnya malu-malu.

“Self love, gimana lo mau sayang sama kami, sedangkan lo sendiri gak pernah sayang dan cinta sama diri sendiri, kan?” beber Aretta yang membuat Belva bungkam, tak bisa dipungkiri bahwa Belva mempunyai rasa benci terhadap dirinya sendiri.

Mencoba melawan rasa ketakutannya sendiri, Belva bertanya lugu, “Aku mau nanya dong, kenapa kalian mau temenan sama aku?” 

Aretta dan Rachel saling pandang, seolah lewat isyarat, mereka sedang berdiskusi untuk menjawab pertanyaan kramat yang begitu cepat menimpa mereka. Aretta menemukan jawabannya, “Berteman gak perlu alasan, hanya perlu kepercayaan dan ketulusan. Dan kami berenam sahabatan dari smp...,” Aretta memberi jeda pada ucapannya karena melihat wajah Belva yang sedih. “Untuk sekarang, temenan dulu ya, Belva. Nanti seiring berjalannya waktu kita pasti akan bersahabat,” Aretta menggenggam tangan Belva erat menyalurkan kekuatannya dan semangatnya.

“Belva, kalau ada masalah cerita ya sama kami. Kami selalu ada untukmu sekarang. Sahabat Sehidup semati! Walaupun kamu masih otw jadi sahabat si, Bel!” celetuk Rachel kelewat jujur.

Feyra menempeleng kepala Rachel, “Ogah gue sahabat Sehidup semati, kita sahabat Sehidup sesurga dong!” kilahnya.

Serempak mereka berucap, “AAMIIN, YA ALLAH!!”

Tapi Jeje menghancurkan susasana hangatnya dan menyadarkan mereka pada realita kehidupan. “Apaan lo pada, sedekah aja cepe-an, shalat aja masih suka cekikikan!” cibirnya.

Kedatangan gerombolan kakak kelas yang sudah sangat mereka kenal, ya kecuali Belva, mengurungkan niat mereka yang ingin membalas perkataan Jeje. Dalam sekejap lapangan basket berasa kelas ketika jamkos. Mereka tak berhenti tertawa terbahak-bahak karena candaan. Tidak ada panggilan menggunakan embel-embel  kak' ataupun panggilan lain yang menunjukkan senioritas, mereka seperti sudah mengenal sejak lama.

Belva merasa sebutir debu diantara mutiara-mutiara berkelas, karena yang datang adalah gerombolan kakak kelas most wanted! Dan ada Zidan disana! Mimpi apa Belva semalam..

“Woy diem woy, ada yang mau tancep gas ke cem-cemannya ni!” seru Akbar yang sedang merangkul Rachel. Rachel mendelik,”Apaansi jangan deket-deket sama aku!” juteknya.

Akbar terkekeh, ia merogoh sakunya dan mengeluarkan coklat oreo yang langsung diberikan ke Rachel. “Sori ya Chel, semalem aku nonton bola terus ketiduran, makanya aku gak bales chat kamu,”

Nolan menyindir, “Najong, dua insan tukang bucin. Inget dosa!” Di samping Nolan ada Feyra yang mendengus, “Kamu juga, tadi ngapain ngacak-ngacakin rambut aku Nolan!” 

Belva meringis, ia merasa ngenes disini. Matanya menangkap Zidan dan Aretta yang duduk bersebelahan di bangku yang sama. Mereka berdua nampak bahagia, sorot mata Zidan hangat, penuh kasih sayang, dan teduh begitupun Aretta.

Jauh berbeda ketika Zidan menatap dirinya, maupun yang lainnya, tatapan itu hanya untuk Aretta. Rasa sakit menghimpit dadanya, darahnya berdesir, rasa sesak memaksa air matanya mengalir,  alasan apa yang membuatnya sedih kali ini? Harusnya ia bahagia, bukan? Mengapa Belva anak tak tahu malu dibuat cengeng oleh seorang laki-laki? Belva tidak pernah peduli akan penolakan, besoknya ia akan ceria lagi dan mencari sosok Arga di diri orang lain lagi. Belva tidak akan menangis semalaman seperti anak-anak alay lainnya, karena sejujurnya belum pernah ia rasakan jatuh cinta yang sebenarnya.

Ditengah lapangan Azra berlutut dan memberi Jeje bunga. Jeje tak menolak, ia membalasnya tersenyum tipis.

“Maaf kamu tau jawabannya kan, Azra?” Jeje menjawab.

Azra tersenyum getir.

Belva terpaku di tempatnya, Jeje beruntung ditembak cowok bukan yang menembak cowok seperti dirinya, namun terkadang Belva tak habis pikir mengapa ada orang yang tega menolak ketika ditembak, dimaklum bila tampang dan sikap minus, tapi ini Azra? Tampang cakep, ya sikap minus badboy, tapi sangat menghargai wanita.

Fokusnya kembali teralihkan, Zidan memberikan Aretta bunga mawar merah, dan miniatur mobil PW. Air matanya sudah di pelupuk, segera Belva menghapusnya dan bergegas melupakan Zidan dan Aretta.

Aqil menulis sesuatu pada note nya. Belva yang penasaran pun bertanya, “Kamu lagi apa, Aqil?” 

Aqil mendongakkan kepalanya, “Ini artinya sudah penolakan Jeje yang ke tiga puluh lima kali,” sahutnya.

Belva melongo, “Ti-tiga puluh lima kali?” tanyanya lagi.

“Iya,” jawab Aqil tanpa beban.

“Aretta itu ada Samara mau ketemu lo!” suara Akbar yang keras berhasil merebut semua perhatian.

Nafas Belva tercekat, hatinya seperti dipukul godam, perasaannya semakin tak karuan. Jujur, Aretta memang pantas mendapatkan peran Putri dibandingkan dirinya.

Aretta bangkit, dan bergegas menemui Samara. Sebelum itu Zidan berhasil membuat pipinya memanas.
“Gue tunggu jadi Tuan Putrinya-gue di drama,” goda Zidan.

Sedangkan Belva menatap kepergian Aretta nanar, seolah dalam pandangan itu ia berharap Aretta akan menolak ajakan Samara. Belva izin ke toilet pada semua orang, dan kali ini air matanya benar-benar tidak bisa dibendung lagi. Pipinya sudah basah oleh air mata, air mata yang jatuh tanpa alasan, tanpa sadar, tanpa syarat. 

“Lo kenapa nangis?!” Belva berlari, ditengah perjalanan pergelangan tangannya dicekal oleh seseorang. Dan suara bariton itu, lagi. Belva semakin terisak kala merasakan jiwanya berhasil dijatuhkan dan kali ini diterbangkan lagi karena sedikit kepedulian saja.

Zidan menarik Belva yang menutup wajahnya ke arah kantin, dan membeli beberapa benda secara kilat.

Zidan memberi Belva sekotak tisu, concelear, dan sekantong es sekaligus. “ini, silahkan nangis sepuasnya, sampai lo tenang, nangisnya jangan di kamar mandi, pamali! Concelear itu nanti kembalikan ke Feyra, ya.”

Zidan mengusap rambut Belva lembut, “Ini cara gue kalau nenangin Mama yang lagi nangis, apa mempan?” tanya Zidan pelan. "Gak muhrim, ya maaf!" Zidan menarik tangannya.

Belva menggeleng, lalu berlari sekencang-kencangnya ditemani ketiga barang penyelamat yang diberikan Zidan.
———

 

 

How do you feel about this chapter?

1 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Grey
13      13     0     
Romance
Silahkan kalian berpikir ulang sebelum menjatuhkan hati. Apakah kalian sudah siap jika hati itu tidak ada yang menangkap lalu benar-benar terjatuh dan patah? Jika tidak, jadilah pengecut yang selamanya tidak akan pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan sakitnya patah hati.
Aku menunggumu
0      0     0     
Romance
Cinta pertamaku... dia datang dengan tidak terduga entahlah.Sepertinya takdirlah yang telah mempertemukan kami berdua di dunia ini cinta pertamaku Izma..begitu banyak rintangan dan bencana yang menghalang akan tetapi..Aku Raihan akan terus berjuang mendapatkan dirinya..di hatiku hanya ada dia seorang..kisah cintaku tidak akan terkalahkan,kami menerobos pintu cinta yang terbuka leb...
Renata Keyla
142      107     0     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
Jawaban
13      13     0     
Short Story
Andi yang digantung setelah pengakuan cintanya dihantui penasaran terhadap jawaban dari pengakuan itu, sampai akhirnya Chacha datang.
Sherwin
10      9     1     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
Petrichor
135      68     0     
Romance
Candramawa takdir membuat Rebecca terbangun dari komanya selama dua tahun dan kini ia terlibat skandal dengan seorang artis yang tengah berada pada pupularitasnya. Sebenarnya apa alasan candramawa takdir untuk mempertemukan mereka? Benarkah mereka pernah terlibat dimasa lalu? Dan sebenarnya apa yang terjadi di masa lalu?
Po(Fyuh)Ler
27      22     0     
Romance
Janita dan Omar selalu berangan-angan untuk jadi populer. Segala hal telah mereka lakukan untuk bisa mencapainya. Lalu mereka bertemu dengan Anthony, si populer yang biasa saja. Bertiga mereka membuat grup detektif yang justru berujung kemalangan. Populer sudah lagi tidak penting. Yang harus dipertanyakan adalah, apakah persahabatan mereka akan tetap bertahan?
Bajingan yang Terlalu Indah untuk Dilupakan
8      10     0     
Short Story
Manusia tidak dapat menuai cinta sampai dia merasakan perpisahan yang menyedihkan dan yang mampu membuka pikirannya, merasakan kesabaran yang pahit dan kesulitan yang menyedihkan (Kahlil Gibran)
Babak-Babak Drama
11      11     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
Trust
61      42     0     
Romance
Kunci dari sebuah hubungan adalah kepercayaan.