Read More >>"> DanuSA (Rasa 18) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - DanuSA
MENU
About Us  

"Mama?" ucap Danu pelan hampir bergumam. Namun, Sabina mampu mendengarnya.

Sabina terkejut, tetapi ia berusaha tetap tersenyum.

"Mama kok bisa di sini? Kapan pulang?" tanya Danu ketika wanita itu menghampiri meja mereka. Ada nada kerinduan di dalam suara Danu, tetapi ia juga cemas.

"Baru sampai langsung kesini," ujar Mama Danu dengan sedikit senyum.

Sabina yang ikut bingung hanya bisa terdiam hingga suara lembut terdengar di telinganya.

"Sabina, ya?"

"Uh? Iya, Bu Sandra?" jawab Sabina dengan nada bertanya karena kebingungannya.

"Iya." Wanita itu tersenyum lembut lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Sabina. Sejenak Sabina ragu, wanita di depannya sama sekali tidak terlihat galak justru terlihat lemah lembut. Atau mungkin karena mereka baru pertamakali bertemu?

Mendadak keringat dingin keluar dari tubuh Sabina. Gimana kalau mama tahu jika dia dan putranya menjalin hubungan? Apa bakal direstui?

"Silakan duduk, Bu Sandra."

"Kalian saling kenal?" tanya Mama Danu setelah duduk.

Sabina mengangguk, tetapi tidak dengan Danu. Ia tengah mempersiapkan diri. Tidak mungkin ia tidak mengenalkan Sabina pada Mamanya. Gimana perasaannya Sabina? Meskipun jujur ia sangat cemas mengira-ngira bagaimana reaksi Mamanya nanti.

"Sabina ... pacar Danu, Ma," ucap Danu pada akhirnya.

Ibu dan anak itu saling menatap, aura ketegangan bisa Sabina rasakan. Dari ekspresi mama Danu, Sabina bisa menangkap ketidaksetujuan wanita dengan rambut disanggul itu. Terlihat dari rahang wanita itu yang tiba-tiba mengeras. Sementara Danu menatap mamanya dengan tatapan memohon.

Sabina berdeham memecah kecanggungan, "Um ..., maaf saya bikinin minuman dulu." Ia beranjak, mengembuskan napas dari mulutnya. Ia berpikir mungkin Danu dan mamanya ingin meminta waktu sebentar tanpa dirinya.

Sabina menggeleng, berusaha menghilangkan pikiran buruk di kepalanya. Sembari menunggu pesanannya sesekali Sabina melihat Danu yang tengah berbicara serius pada mamanya. Batinnya menghela napas.

"Nih Bi pesenannya. Itu calon mertua, ya?" goda temannya seraya meletakkan pesanan Sabina diatas nampan. Tidak tahu jika Sabina sedang dilanda kecemasan yang luar biasa.

Sabina hanya tersenyum kaku lalu kembali ke mejanya. Pembicaraan ibu dan anak itu mendadak berhenti ketika keduanya melihat Sabina.

"Aku tunggu di sana, ya?" ucap Danu.

Sabina mengangguk cemas, tetapi Danu justru tersenyum.

"Silakan diminum, Bu Sandra."

"Panggil saja Tante," ujar wanita itu dengan senyum hangat membuat Sabina mengernyit. Apa Danu udah cerita semua? Apa mamanya setuju?

"Iya, Tante."

"Jadi ... kamu udah lama bikin-bikin desain baju?"

"Iya, lumayan dari kecil sering lihat mama buat jadi ikut-ikutan. Lama-lama suka."

"Oh ... Mama kamu juga desainer?" tanya wanita itu dengan sangat antusias.

"Iya, dulu, tapi sekarang udah nggak."

"Kenapa?"

"Um ... Karena sebuah kecelakaan menyebabkan tangannya patah terus syaraf-syaraf di beberapa jarinya rusak jadi nggak bisa digerakin seperti seharusnya," ucap Sabina berusaha mengusir rasa sakit hatinya yang tiba-tiba datang.

"Oh ... sayang sekali, tapi Mama sehat sekarang?"

"Sehat tante, Alhamdulilah."

"Ngomong-ngomong kita pernah ketemu, ya?"

"Eh? Kayaknya enggak tante, saya baru pertama kali ketemu tante," jawab Sabina canggung.

Mama Danu terlihat berpikir, wajah Sabina terasa begitu familier baginya.

"Kamu tinggal di mana?"

"Um ... Di depan rumah Tante."

"Rumah kosong itu?" Wanita itu menyeruput kopi hitam yang dihidangkan Sabina.

"Iya, itu rumah Mama. Udah lama di tinggalin trus balik lagi."

"Kalo boleh tau siapa nama Mama kamu?"

"Shinta Anjani, Tante."

Alis kedua wanita itu berkerut kedua matanya menyelidik, membuat duduk Sabina semakin tidak nyaman.

"Aslinya Mama kamu darimana?"

Kenapa sih mama Danu nanya-nanya soal Mama?

"Surabaya, tapi setelah menikah pindah ke Jakarta."

Lagi wanita di depan Sabina tampak berpikir keras, mengingat-ingat sesuatu.

Sementara sepasang iris coklat Danu tak pernah berpaling dari kedua wanita yang tengah mengobrol itu. Danu merasa was-was jika Mamanya bercerita tentang Clara.

"Kenapa tante?" tanya Sabina penasaran.

"Oh, nggak. Kamu udah bawa contoh-contoh kamu, kan?"

"Sudah, ini Tan." Sabina menyerahkan karya-karyanya. Wanita itu berdecak kagum atas apa yang dilihatnya. Lembar demi lembar kertas hvs dibukanya seiring senyum mengembang yang selalu ia tunjukkan.

"Kamu hebat ya, masih muda udah berbakat gini."

"Makasi tante." Sabina tersenyum senang, ia melirik Danu yang melihat kearahnya dengan khawatir membuatnya kembali bertanya-tanya. Apa yang dibicarakan Danu dengan mamanya tadi?

????????????

"Mama bilang apa?" tanya Danu seraya menggandeng tangan Sabina menuju motornya.

"Beliau bilang mau ngajak aku kerja sama ngerjain konsep desain pakaian butiknya bulan depan. Aku seneng banget," ujar Sabina antusias. "Kok nggak bilang sih Atmadja butik yang di mall itu punya kamu? Kok nggak bilang juga mama kamu seorang desainer?" lanjutnya.

"Umm... itu anu.  Kadang aku lupa punya mama, kayak mama lupa punya anak ganteng kayak aku." Danu terkekeh canggung.

"Kamu ini ada-ada aja. Masa sama Mama sendiri lupa?"

Danu terkekeh, "Iya, beneran aku nggak ngeh kalian punya hobi yang sama," elaknya berbohong.

"Tadi ngomong apa sama Mama kamu? Kok serius banget."

"Eh? Itu, mama kaget aja aku punya pacar baru. Mama taunya aku sama ... Clara." Danu ragu menyebut nama Clara, pasalnya ia takut Sabina marah kepadanya. Namun, ia merasa lega ketika Sabina menanggapi penjelasannya dengan hanya menggangguk tidak tampak keberatan ketika dia menyebut namanya.

"By the way mau kemana sekarang?" tanya Danu.

Sabina mengangkat kedua bahunya. "Nggak tau. Ikut aja."

"Udah malem enaknya kemana, ya?"

"Keliling-keliling pake motor aja dulu gimana? Ntar kalo nemu tempat bagus kita berhenti, sambil nyari makanan," tawar Danu.

"Boleh deh."

---

Di dalam mobil sedan miliknya, Mama Danu berbicara melalui telepon.

"Pak Ridwan, cari tahu tentang gadis yang ada di foto yang saya kirim. Secepatnya."

Setelah mengakhiri panggilannya, kedua mata wanita itu menatap lurus ke depan, ke arah kedua remaja yang tengah berbincang. Ia melihat putranya memakaikan helm pada Sabina.

Wanita menghela napas sebelum kemudian memutuskan berbicara.

"Jalan pak."

----

"Ke taman depan aja, yuk," ajak Danu dengan sedikit berteriak.

"Boleh."

Danu menghentikan motornya ketika sampai di taman, "Sepi, ya."

"Iya lah, ini kan malem senin. Besok sekolah." Sabina turun dari motor dan melepas helm-nya.

"Seharusnya kemaren itu kita malem mingguan."

"Kamu kan tau aku kerja."

"Iya, eh ... itu ada dagang burger. Mau beli?"

"Boleh. Aku juga pengen makan sesuatu."

Setelah mendapatkan burger-nya mereka berjalan ke tengah taman lalu duduk di atas rumput. Sabina mengedarkan pandangannya mengelilingi taman hanya ada beberapa orang yang datang. Ia melihat anak kecil berumur sekitar 3 tahun yang tengah berlari mengejar seseorang yang lebih besar darinya. Sabina mengira-ngira itu adalah kakak perempuan anak laki-laki tersebut.

Senyum mengembang dibibir tipisnya. Hal yang sering ia lakukan belakangan ini, semenjak Danu masuk ke dalam hidupnya.

"Kamu tau Nu, aku nggak pernah merasa sebahagia ini."

Danu mengulum senyum mendengar pengakuan Sabina, ia menatap gadis yang duduk di sampingnya.

"Kamu ngasih warna dalam kelabuku, kupikir ... dulu aku udah bahagia maksudku aku bahagia dengan diriku sendiri tanpa sibuk berurusan dengan orang lain. Aku nggak pernah tahu jika sebenarnya ada perasaan bahagia semacam ini." Sabina tersenyum menatap kedua netra coklat di hadapannya. "Terimakasih," lanjutnya.

"Nggak ada yang lebih bikin aku bahagia selain lihat kamu bahagia, Bi. Kamu bahagia yang kucari selama ini. Aku sayang sama kamu, kamu harus percaya itu." Nada ketakutan tersirat dalam suara Danu. Namun, Sabina memilih mengangguk berpikir mungkin Danu masih ragu dengan perasaannya, tapi ia sama sekali tidak meragukan Danu cowok yang berhasil membawanya keluar dari kegelapan yang mengukungnya selama ini. Cowok yang rela menghabiskan waktunya menungguinya bekerja hingga malam. Cowok yang benar-benar mengubah hidupnya menjadi lebih baik.

Gadis itu tersenyum hangat, "Aku percaya."

Jalanan cukup lengang ketika mereka memutuskan pulang, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Sabina mengeratkan tangannya yang melingkar di perut Danu, ia memasukkan tangannya yang diterpa angin ke dalam kantong hoodie cowok di depannya, jemarinya saling bertautan mencoba mencari kehangatan untuk telapak tangannya. Menyadari hal itu, Danu melarikan tangan kirinya dari stang motor ke dalam sakunya menggenggam tangan Sabina yang dingin. Cowok itu tersenyum, berjanji di dalam hati ia tidak akan mengecewakan Sabina, ia akan berjuang untuk kebahagiaannya–gadis yang dicintainya.

"Salam buat Mama, ya," ucap Sabina ketika Danu menurunkannya tepat di depan rumah. Ia melepas helm di kepalanya begitupun Danu.

"Iya, cepet tidur, jangan begadang besok biar nggak ketiduran lagi di kelas. Jangan lupa bawa topi, aku lagi males dihukum lari keliling lapangan." Danu terkekeh pelan membuat Sabina merasa malu karena kecerobohannya minggu lalu.

"Iya-iya," tegasnya membuat Danu gemas hingga mengacak rambut Sabina.

"Aku masuk, ya?"

"Tunggu," sergah Danu, ia menunjuk pipinya sebagai tanda ia ingin dicium. "Hadiah ulang tahun," jelasnya.

"Kan besok ultahnya, masa minta hadiah sekarang?"

"Kenapa emangnya, kan aku yang ultah suka-suka aku dong kapan minta hadiahnya."

Sabina mengulum senyum lalu menggeleng. "Besok!" tegasnya.

Danu berdecak lalu mengerucutkan bibirnya, "Jahat banget sih, kamu kan nggak pernah cium aku."

Sabina tergelak ringan, "Pokoknya besok, daahh." Ia meninggalkan Danu begitu saja.

"Curang!" seru Danu namun hanya ditanggapi kekehan oleh Sabina.

Danu masih belum beranjak dari tempatnya hingga Sabina menghilang dari penglihatannya.

Cowok itu menghela napas, melarikan pandangannya ke arah rumahnya. Mempersiapkan diri untuk pembicaraan serius dengan Mamanya setelah ini. Mungkin perdebatan, mengingat Mamanya tampak marah sore tadi.

Danu memakai helm dan segera melajukan motor ke rumahnya.

Danu kembali menghela napas lelah ketika masuk ke dalam rumah. Ia disambut mamanya yang berdiri sambil bersedekap dan menatapnya tajam.

"Danu, Mama mau bicara!"

?

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • Vnimu

    Aku bayangin si sabina ini rambutnya kalo d sekolah digerai terus agak nutupin wajah hahaha kalo d tmpt kerja diikat hehehe

    Comment on chapter Rasa 2
  • Vnimu

    Parah sihhh deg2an akuuu pas bagian bapaknya mukulin. Eh mimpi :'''

    Comment on chapter Rasa 1
Similar Tags
When I Met You
7      7     0     
Romance
Katanya, seorang penulis kualat dengan tokohnya ketika ia mengalami apa yang dituliskannya di dunia nyata. Dan kini kami bertemu. Aku dan "tokohku".
Let Me Go
50      31     0     
Romance
Bagi Brian, Soraya hanyalah sebuah ilusi yang menyiksa pikirannya tiap detik, menit, jam, hari, bulan bahkan tahun. Soraya hanyalah seseorang yang dapat membuat Brian rela menjadi budak rasa takutnya. Soraya hanyalah bagian dari lembar masa lalunya yang tidak ingin dia kenang. Dua tahun Brian hidup tenang tanpa Soraya menginvasi pikirannya. Sampai hari itu akhirnya tiba, Soraya kem...
NADI
64      52     0     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
For Cello
51      28     0     
Romance
Adiba jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangannya sanggup untuk menggapainya. "Cello, nggak usah bimbang. Cukup kamu terus bersama dia, dan biarkan aku tetap seperti ini. Di sampingmu!&qu...
You Are The Reason
20      13     0     
Fan Fiction
Bagiku, dia tak lebih dari seorang gadis dengan penampilan mencolok dan haus akan reputasi. Dia akan melakukan apapun demi membuat namanya melambung tinggi. Dan aku, aku adalah orang paling menderita yang ditugaskan untuk membuat dokumenter tentang dirinya. Dia selalu ingin terlihat cantik dan tampil sempurna dihadapan orang-orang. Dan aku harus membuat semua itu menjadi kenyataan. Belum lagi...
Infatuated
24      19     0     
Romance
Bagi Ritsuka, cinta pertamanya adalah Hajime Shirokami. Bagi Hajime, jatuh cinta adalah fase yang mati-matian dia hindari. Karena cinta adalah pintu pertama menuju kedewasaan. "Salah ya, kalau aku mau semuanya tetap sama?"
Akselerasi, Katanya
6      6     0     
Short Story
Kelas akselerasi, katanya. Tapi kelakuannya—duh, ampun!
Batagor (Menu tawa hari ini)
5      5     0     
Short Story
Dodong mengajarkan pada kita semua untuk berterus terang dengan cara yang lucu.
Nadine
89      40     0     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
Love Warning
24      15     0     
Romance
Dinda adalah remaja perempuan yang duduk di kelas 3 SMA dengan sifat yang pendiam. Ada remaja pria bernama Rico di satu kelasnya yang sudah mencintai dia sejak kelas 1 SMA. Namun pria tersebut begitu lama untuk mengungkapkan cinta kepada Dinda. Hingga akhirnya Dinda bertemu seorang pria bernama Joshua yang tidak lain adalah tetangganya sendiri dan dia sudah terlanjur suka. Namun ada satu rintanga...