Read More >>"> A Man behind the Whistle (Pulanglah, Hans) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - A Man behind the Whistle
MENU
About Us  

Musim panas, 2015

            Peintures dan café-café di area Majestic Theaters ramai, tawa-tawa riuh rendah, dengan pesanan yang hampir serupa di atas mejanya, chocktail dengan es batu kotak yang terlampau penuh, minuman sempurna untuk mengawali musim panas di Broadway. Di pojok sebuah peniture ala 70-an, seorang lelaki duduk serius di hadapan laptopnya, mana peduli pada berbagai pasangan muda-mudi yang bercengkerama mesra, ia duduk seorang diri, bahkan tidak dengan seorang sanak saudara pun yang menyapa singkat di ponselnya yang dibiarkan tergeletak di sebelah tangan kanannya yang terluka. Ah, luka itu masih memerah rupanya.

            Lelaki itu berkulit putih, sama seperti kebanyakan American lainnya, rambutnya sewarna pasir, namun biji matanya bulat coklat mahoni, pinggirannya kekuningan, sempurna bagai coklat tertuang madu jati. Tetapi ia sungguh bukan seorang pribumi, barang kebetulan saja kulitnya tampak pucat kini. Keadaannya belum stabil, luka-lukanya masih basah dan memerah, tertutupi blues berpatron lurik yang tampak pudar, energinya juga belum pulih, wajar saja kecepatan goting the root keahliannya menurut drastis. Beberapa laman yang ia telusuri sejak tadi belum memberikan secercah titik terang. Kedatangan Nunsius itu memang menyusahkan, pikirnya.

            Baru tadi malam ia mendapatkan luka-luka itu, sebagian besar akan kering sendiri dengan berjalannya hari-hari, sebagian kecil, seperti jenis luka yang dihatinya, mungkin akan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Seorang chambermaid berpakaian minimalis menghampiri, membawakan pesanannya sekaligus menawarkan wine merah berharga miring dengan extra dektrosa impor asal Asia secara berlebihan, senang mengoda lelaki tampan. Namun lelaki itu menolak halus, ia tidak meminum bir, ia seorang muslim.

***

            “Ini tidak adil, Hans”

            “Dunia memang tidak pernah bisa menjadi seadil pikiranmu, Jules”

Lalu sunyi, sepasang manusia itu terdiam, menatap seonggok tubuh gempal yang tidak lagi bernyawa. Pria tua berusia hampir setengah abad yang kian serakah, seorang eksekutif, middle manager sekaligus seorang bandar. Oleh karenanya ia terbunuh. Darahnya masih segar, tampak pekat di suasana malam yang gelap, matanya terbuka, menatap nanar terkejut, mungkin tidak menyangka bahwa nyawanya akan berakhir malam ini.

Mereka berdua kembali terdiam, yang perempuan merapikan anak rambutnya yang ikal mencuat-cuat, yang lelaki masih terus mematung. Ia tidak pernah melihat pembunuhan terjadi di depan matanya secara langsung. Padahal sejak kecil ia terbiasa melihat pembantaian, bukahkah itu penyebab ia yatim piatu seperti saat ini? Suasananya juga sama, teriakan ketakutan, peringatan-peringatan nyaring berbahasa asing, roket-roket kecil yang membakar udara serta senapan angin yang melesat tanpa suara. Nyaris tanpa perbedaan. Hanya saja senapan itu bukan lagi berada di tangan tentara berbaju hijau malam, senapan itu berada ditangannya. Ia yang baru saja membunuh pria bertubuh gempal itu.

Kejadian pembunuhan itu sudah menjadi memori yang terlampau tua, mungkin empat atau lima tahun silam. Toh, buat apa di ingat-ingat, ia juga sudah berubah. Walau ia masih ingat persis bau mesiu dan pertikaian, ia sungguh sudah berubah. Hanya saja seakan dunia terlalu rendah hati untuk membiarkannya hidup tenang. Seperti kata pepatah, hidup bagai replika roda  terkadang berada di atas atau di bawah. Malam tadi merupakan titik balik kehidupannya. Semua ketenangan seakan sirna dalam hitungan detik. Kemudian pertikaian, senapan, baku hantam juga pengkhianatan mengambil alih seluruhnya. Kembali mengusik-usik memorinya. Ia hampir lupa cara menarik pelatuk pistol semalam. Tubuhnya luka-luka, tetapi ia berhasil melarikan diri. Hanya ada satu masalah, ia bukanlah si pengkhianatan dalam cerita ini.

Semilir angin muson barat menerpa rambutnya yang berwarna pasir, memainkannya riang di sore hari begini. Lalu ia merindukan rumahnya, kampung halamannya, dahulu ia senang duduk di pelataran rumah bermain angin seperti ini. Lantas ia mencari-cari minatur itu dikantongnya. Ukurannya kecil saja, sebesar jari telunjuk ras kaukasoid, berwarna keemasan dengan motif-motif yang serupa dengan bangunan Amerika manapun. Tapal kuda Umayyah, pola geometris Murabitun yang bercorak senada dengan garis-garis tegas Muwahhidun beserta tulisan kecil yang nyaris kasat mata. Namun terpatri kokoh pada sanubari lelaki itu “wa la ghalib ilallaha”. Rupanya, benda itu sakral peninggalan moyangnya. Suku Nasrid dari golongan bani Kharaj di Granada, pertahanan terakhir ummat muslim di benua itu dari genggaman kristendom dahulu. Kali ini, replika itu tidak hanya kan menjadi symbol bekas kejayaan seperti zaman ia di bangun, replika mungil itu merupakan replika keteguhan sang lelaki. Itu monument Al-Hambra’ persis nama belakangnya. Angin sore membuat musim panas di Broadway menjadi lebih bersahabat. Bunga-bunga hortensia mungil juga bermekaran cantik. Hans menyentuh luka-luka di tangannya yang mulai mengering, masih sangat perih. Lalu ponselnya bergetar pelan, sebuah pesan singkat masuk, dari Jules.

“Hans, kau harus pulang sekarang”

Hansa segera tahu, ini mengenai Nunsius itu lagi.

******

How do you feel about this chapter?

1 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • Ardhio_Prantoko

    Ide, plotting dan style seleraku banget.
    Mampir ke tulisanku juga ya.

    Comment on chapter Pulanglah, Hans
  • dede_pratiwi

    wow, nice story. i love how author writting the story :)

    Comment on chapter Nasrid
Similar Tags
Putaran Roda
2      2     0     
Short Story
Dion tak bergeming saat kotak pintar itu mengajaknya terjun ke dunia maya. Sempurna tidak ada sedikit pun celah untuk kembali. Hal itu membuat orang-orang di sekitarnya sendu. Mereka semua menjauh, namun Dion tak menghiraukan. Ia tetap asik menikmati dunia game yang ditawarkan kotak pintarnya. Sampai akhirnya pun sang kekasih turut meninggalkannya. Baru ketika roda itu berputar mengantar Dion ke ...
Cheossarang (Complete)
77      15     0     
Romance
Cinta pertama... Saat kau merasakannya kau tak kan mampu mempercayai degupan jantungmu yang berdegup keras di atas suara peluit kereta api yang memekikkan telinga Kau tak akan mempercayai desiran aliran darahmu yang tiba-tiba berpacu melebihi kecepatan cahaya Kau tak akan mempercayai duniamu yang penuh dengan sesak orang, karena yang terlihat dalam pandanganmu di sana hanyalah dirinya ...
NADI
23      15     0     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
Not Alone
3      3     0     
Short Story
Mereka bilang rumah baruku sangat menyeramkan, seperti ada yang memantau setiap pergerakan. Padahal yang ku tahu aku hanya tinggal seorang diri. Semua terlihat biasa di mataku, namun pandanganku berubah setelah melihat dia. "seseorang yang tinggal bersamaku."
Snazzy Girl O Mine
0      0     0     
Romance
Seorang gadis tampak berseri-seri tetapi seperti siput, merangkak perlahan, bertemu dengan seorang pria yang cekatan, seperti singa. Di dunia ini, ada cinta yang indah dimana dua orang saling memahami, ketika dipertemukan kembali setelah beberapa tahun. Hari itu, mereka berdiam diri di alun-alun kota. Vino berkata, Aku mempunyai harapan saat kita melihat pesta kembang api bersama di kota. ...
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
116      28     0     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
Mahar Seribu Nadhom
32      10     0     
Fantasy
Sinopsis: Jea Ayuningtyas berusaha menemukan ayahnya yang dikabarkan hilang di hutan banawasa. Ketikdak percayaannya akan berita tersebut, membuat gadis itu memilih meninggalkan pesantren. Dia melakukan perjalanan antar dimensi demi menemukan jejak sang ayah. Namun, rasa tidak keyakin Jea justru membawanya membuka kisah kelam. Tentang masalalunya, dan tentang rahasia orang-orang yang selama in...
Hey, I Love You!
13      6     0     
Romance
Daru kalau ketemu Sunny itu amit-amit. Tapi Sunny kalau ketemu Daru itu senang banget. Sunny menyukai Daru. Sedangkan Daru ogah banget dekat-dekat sama Sunny. Masalahnya Sunny itu cewek yang nggak tahu malu. Hobinya bilang 'I Love You' tanpa tahu tempat. Belum lagi gayanya nyentrik banget dengan aksesoris berwarna kuning. Terus Sunny juga nggak ada kapok-kapoknya dekatin Daru walaupun sudah d...
SURAT CINTA KASIH
362      294     6     
Short Story
Kisah ini menceritakan bahwa hak kita adalah mencintai, bukan memiliki
Man in a Green Hoodie
31      5     0     
Romance
Kirana, seorang gadis SMA yang supel dan ceria, telah memiliki jalan hidup yang terencana dengan matang, bahkan dari sejak ia baru dilahirkan ke dunia. Siapa yang menyangka, pertemuan singkat dan tak terduga dirinya dengan Dirga di taman sebuah rumah sakit, membuat dirinya berani untuk melangkah dan memilih jalan yang baru. Sanggupkah Kirana bertahan dengan pilihannya? Atau menyerah dan kem...