Read More >>"> The War Galaxy (Melati Kami) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The War Galaxy
MENU
About Us  

Sebenarnya Navi itu sahabatnya Dara atau kacungnya, sih?

Navi sepanjang jalan bicara panjang lebar, sesekali bertanya kepada Dara sebenarnya dia itu sahabatnya atau bukan? Yang berakhir hanya dianggap angin lalu oleh Dara. Bersahabat sejak umur sepuluh tahun hingga keduanya kini sudah sama-sama suka belanja baju branded memang membuktikan jika di antara mereka bisa melengkapi satu sama lain. Seperti sekarang ini contohnya. Dara tidak bisa mengendarai motor, jadi dengan seenaknya dia minta tolong Navi untuk mengantarnya mengingat motor adalah kendaraan yang menjadi teman setia Navi ke mana-mana tanpa peduli telah merusak hari Minggu milik sahabatnya.

"Ini hari Minggu gue yang harusnya tidur malah lo recokin!" seruan Navi masih cukup terdengar di telinga Dara meskipun suara klakson metromini saling bersahutan di tengah macetnya ibu kota.

Navi menutup kaca helmnya dengan rapat, takut ada debu-debu yang menempel di wajahnya kemudian berakhir menjadi jerawat-jerawat yang mengganggu. Bodo amat deh Dara mau bagaimana juga, Navi sudah capek bicara dengan manusia berkepala batu itu.

"Stop, Nav!" Dara memukul bahu Navi berkali-kali sampai motor matic warna biru muda itu berhenti di depan rumah makan klasik di dekat komplek yang cukup elite.

Dara turun dari motor. Dengan pakaian kasualnya, gadis itu tidak terlihat kerepotan. Memberikan helm yang dia pakai ke Navi yang masih saja cemberut.

Tangan Dara berhasil menarik pipi Navi hingga membuat yang punya meringis. "Kurang ajar lo ya," tukas Navi sambil mengusap-usap pipi yang sekarang terasa panas sekali.

"Makasih ya, Nav! Lo emang sahabat gue yang palingggg baikkkkk," puji Dara dengan seringaian jailnya.

"Udah sono lo masuk, mual gue lama-lama liat lo."

"Oke deh, lo hati-hati ya baliknya."

"Iya, bye!"

Kemudian Dara masuk ke dalam rumah makan tersebut. Navi sempat memanjangkan lehernya untuk memastikan Dara benar-benar masuk ke tempat tersebut. Dari luar sini terlihat sekali dekorasi lampu warna-warni di dalam dengan beberapa orang berpakaian putih seperti warna baju yang Dara pakai.

Navi mengembuskan napas. Pagi-pagi sekali Navi kedapatan telpon dari Dara. Dengan nada memohon, Dara bilang kalau dia harus mendatangi acara ulangtahun sepupunya. Baik-baik saja kalau Dara hanya bilang itu, tapi kenyataannya Dara menambahkan dengan alasan tidak ada tebengan dan alhasil Navi-lah yang kena imbasnya. Sebenarnya ini bukan kejadian yang jarang, hanya saja Navi kesal kalau Dara mengganggu hari liburnya.

Memangnya ojek online nggak ada?

Navi geleng-geleng kepala mengingat kelakuan Dara yang suka sekali mengganggu hari liburnya.

Satu kilometer perjalanan, Navi mengendarai motor dengan baik. Tidak ada yang sedang dia pikirkan saat ini sampai tiba-tiba kursi roda  melaju pelan di depan motornya. Navi spontan menekan kedua rem yang mengakibatkan rodanya meleset. Sekejap kemudian Navi sudah berada di aspal dengan satu kaki tertiban motor, telapak tangannya juga sudah berwarna merah, sebagian darahnya tertahan di dalam sebagian yang lain berdarah sempurna. Navi hanya sibuk membenarkan helmnya yang menutupi mata. Untung saja jalanan komplek ini sepi, kalau tidak Navi mungkin saja terlindas kendaraan di belakang.

"Aduh ya ampun sakit banget," keluh Navi yang kini sedang berusaha mengeluarkan satu kakinya yang terjepit.

Setelah berusaha seorang diri mendirikan motornya, Navi baru tersadar bahwa di depannya kini ada anak kecil yang duduk di kursi roda sedang melihat ke arahnya dengan tatapan datar.

Sepertinya siang-siang gini nggak akan ada warga yang mau berkeliaran di luar komplek, apalagi sekarang hari Minggu. Yang lewat sejak tadi hanya mobil pribadi. Itu juga sepertinya tidak peduli kalau Navi hampir saja menabrak anak kecil yang keliatan cantik, namun tak berekspresi itu. Entah kenapa, tapi yang jelas Navi kini justru mengkhawatirkan anak tersebut.

Motornya sudah dia parkir di pinggir jalan. Meskipun dengkul dan mata kakinya baret, Navi masih mampu berjalan tanpa pincang-pincang.

"Adek kok sendirian? Maafin aku ya tadi hampir nabrak kamu." Navi menarik kursi roda itu, membawa anak kecil di sana ke pinggir jalan.

Anak kecil berbaju putih itu hanya diam. Tapi Navi malah duduk di samping kursi roda tersebut sambil meniup-niup telapak tangannya yang mulai terasa perih. Setelah kotoran dari aspal sudah bersih di tangannya serta rasa perih yang lumayan sedikit mereda, Navi mulai mendekati anak kecil yang kira-kira berusia enam tahun.

"Kamu nggak apa-apa, kan?" Navi mulai berdiri di depan anak kecil itu, berupaya mencari luka yang mungkin saja tercipta karenanya.

"Kamu apanya yang sakit? Tadi aku nyenggol kamu, ya? Kalau ada yang sakit bilang aja, nanti aku obatin." Navi terus bertanya, tapi anak kecil itu hanya diam.

Merasa pertanyaannya tidak ditanggapi, dia tidak menyerah. Navi melontarkan pertanyaan lagi dan lagi. "Kok kamu sendirian? Kamu lagi main? Atau gimana? Bahaya loh main di jalanan sendirian..."

Banyak sekali pertanyaan yang Navi ajukan untuk anak sekecil itu, tapi kemudian dia berhenti ketika tangan putih kecil menyentuh tangannya. Terasa sedikit dingin, namun lembut.

"Aku nggak apa-apa, Kak," katanya sambil tersenyum.

Navi menekuk lututnya, berupaya menyamakan tingginya dengan tinggi kursi roda anak itu. "Alhamdulillah, aku takut kamu kenapa-kenapa tau. Nanti aku diomelin mama kamu lagi."

Tidak mendapatkan tanggapan lagi, Navi belum menyerah. Dia terus bertanya sampai anak kecil itu tertawa hingga melihatkan jejeran giginya yang kecil-kecil. "Kakak nggak usah khawatir, aku biasa main sendiri kok dan harusnya aku yang minta maaf karena udah bikin Kakak jatuh."

"Eh, nggak apa-apa kok. Aku cuma lecet sedikit doang. Jatuh kayak tadi mah udah biasa buat aku."

"Nama aku Melati, nama Kakak?" Tiba-tiba saja anak kecil di depannya menjulurkan tangan, mengajak berkenalan. Navi pikir, itu bukanlah hal yang buruk. Mungkin juga setelah ini Navi bisa mengantar Melati pulang.

Dengan senyum di wajah, Navi membalas uluran tangan dari Melati. "Nama aku Navi," katanya.

"Melati!! Sayang, di mana kamu, Nak?!"

Navi refleks menoleh ke sebelah kanan. Di sana ada seorang ibu-ibu sedang berteriak memanggil Melati. Seiring itu pula Melati di depannya mendadak mencoba pergi dari hadapannya, namun Navi berhasil menahan Melati hingga kemudian bertanya, "Loh, kamu mau ke mana?"

Melati terlihat menundukkan kepalanya dalam-dalam, seolah tidak boleh ada yang melihat wajahnya sekarang. Navi jadi keheranan.

"Melati!" Ibu-ibu itu langsung menjerit ketika melihat Melati di dekat Navi. Sedangkan Navi terus memerhatikan Melati yang sekarang malah membuang tatapannya ke arah yang berlawanan. Navi menautkan alisnya, dia semakin bingung.

Wanita dengan tunik berwana putih juga, mendekati kursi roda Melati membuat Navi mau tidak mau harus menyingkir. Navi masih menontoni apa yang dilakukan wanita itu. "Melati sayang, kenapa bisa sampai sini, Nak? Mama sama kakak-kakak kamu khawatir. Jangan gini lagi ya, Sayang," ucap Ibu Melati dengan penuh sirat kekhawatiran.

Sekarang Navi jadi tahu kalau Melati tadi berbohong. Dia tidak sedang bermain, melainkan kabur dari jangkauan orang tuanya. Navi tidak tahu kenapa dan enggan mencari tahu. Yang terpenting sekarang, Melati tidak apa-apa dan Navi sekarang lega karena Melati sudah bertemu dengan ibunya, jadi dia tidak perlu repot-repot mencari rumah Melati demi memastikan anak perempuan itu aman.

Ibu Melati sudah mengambil alih kursi roda. Melati yang duduk di sana kembali memasang wajah datarnya, lagi-lagi enggan menatap wajah ibunya. Navi paham betul jika Melati tidak suka dijemput ibunya. Tapi, apa peduli Navi? Yang penting sekarang dia bebas pulang dan mengobati luka-luka kecil ini. Lama kelamaan kenapa jadi perih banget? Navi meringis ketika lupa telapak tangannya dia garuk padahal ada luka.

"Aduh, apes banget deh gue," gerutunya. Namun, Ibu Melati mendengar dan kontan menyadari jika ada orang lain di dekatnya.

"Maaf Mba, Mba kenapa?" tanyanya.

Ditanya seperti itu, Navi langsung menampilkan cengiran khasnya. Dia juga baru sadar jika sedari tadi helmnya belum terlepas.

"Nggak, Bu. Saya nggak apa-apa."

Ibu Melati tersenyum. "Yasudah, saya permisi dulu ya. Terima kasih sudah jaga Melati tadi."

"Iya, Bu."

Melati sudah pergi bersama ibunya. Kini giliran Navi yang menyalakan motornya, lalu berkemudi lagi dengan tangannya yang perih. Tahan sakit sebentar, nanti juga akan sembuh. Navi berharap demikian.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 2 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Percikan Semangat
6      6     0     
Short Story
Kisah cinta tak perlu dramatis. Tapi mau bagaimana lagi ini drama yang terjadi dalam masa remajaku. Cinta yang mengajarkan aku tentang kebaikan. Terima kasih karena dia yang selalu memberikan percikan semangat untuk merubahku menjadi lebih baik :)
LOVE IN COMA
358      289     7     
Short Story
Cerita ini mengisahkan cinta yang tumbuh tanpa mengetahui asal usul siapa pasangannya namun dengan kesungguhan didalam hatinya cinta itu tumbuh begitu indah walaupun banyak liku yang datang pada akhirnya mereka akan bersatu kembali walau waktu belum menentukan takdir pertemuan mereka kembali
The First
6      6     0     
Short Story
Aveen, seorang gadis19 tahun yang memiliki penyakit \"The First\". Ia sangatlah minder bertemu dengan orang baru, sangat cuek hingga kadang mati rasa. Banyak orang mengira dirinya aneh karena Aveen tak bisa membangun kesan pertama dengan baik. Aveen memutuskan untuk menceritakan penyakitnya itu kepada Mira, sahabatnya. Mira memberikan saran agar Aveen sering berlatih bertemu orang baru dan mengaj...
Catatan 19 September
294      112     0     
Romance
Apa kamu tahu bagaimana definisi siapa mencintai siapa yang sebenarnya? Aku mencintai kamu dan kamu mencintai dia. Kira-kira seperti itulah singkatnya. Aku ingin bercerita sedikit kepadamu tentang bagaimana kita dulu, baiklah, ku harap kamu tetap mau mendengarkan cerita ini sampai akhir tanpa ada bagian yang tertinggal sedikit pun. Teruntuk kamu sosok 19 September ketahuilah bahwa dir...
ONE SIDED LOVE
16      12     0     
Romance
Pernah gak sih ngalamin yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan?? Gue, FADESA AIRA SALMA, pernah!. Sering malah! iih pediih!, pedih banget rasanya!. Di saat gue seneng banget ngeliat cowok yang gue suka, tapi di sisi lain dianya biasa aja!. Saat gue baperan sama perlakuannya ke gue, dianya malah begitu juga ke cewek lain. Ya mungkin emang guenya aja yang baper! Tapi, ya ampun!, ini mah b...
Aldi: Suara Hati untuk Aldi
7      7     0     
Short Story
Suara hati Raina untuk pembaca yang lebih ditujukan untuk Aldi, cowok yang telah lama pergi dari kehidupannya
Pesona Hujan
16      10     0     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
Meja Makan dan Piring Kaca
688      192     0     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
LATE
7      6     0     
Short Story
Mark found out that being late maybe is not that bad
LINN
197      54     0     
Romance
“Mungkin benar adanya kita disatukan oleh emosi, senjata dan darah. Tapi karena itulah aku sadar jika aku benar-benar mencintaimu? Aku tidak menyesakarena kita harus dipertemukan tapi aku menyesal kenapa kita pernah besama. Meski begitu, kenangan itu menjadi senjata ampuh untuk banggkit” Sara menyakinkan hatinya. Sara merasa terpuruk karena Adrin harus memilih Tahtanya. Padahal ia rela unt...