Read More >>"> Black Lady the Violinist (Kapitel xvii) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Black Lady the Violinist
MENU
About Us  

Uh, why had I been leaf my book at school? Ergh, so I must go to school at weekend!” maki seorang gadis berambut pirang ikal yang dikuncir ekor kuda. “How courageous that d*mn teacher gave me a homework!!” Ia berjalan menghentak-hentakkan kakinya di sepanjang koridor lantai tiga bagian SMA Brokeveth  yang sunyi senyap.

Calm, my Dear,” bujuk laki-laki yang berjalan di sebelah perempuan pirang yang mengomel itu. “Be positive thinking. I also can meet you before we must be separated for a long time. So I never feel –“

Feel what?” tanya si pirang dengan rasa kesal yang sudah hilang karena tiba-tiba laki-laki yang berjalan di sebelahnya itu menghentikan perkataannya.

Tangan si laki-laki terangkat. “Stt…, do you hear that? That voice –“

Si pirang tercenggang. “Yeah, violin rhythm from the music gallery. So that rumor… is true? Very foolish.”

Mereka saling terdiam sampai akhrinya si laki-laki mendekati ruang seni musik dengan langkahnya yang lebar dan cepat, sedangkan si pirang tetap diam.

That voice… was gone,” ujar si pirang yang berdiri jauh dari ruang seni musik.

 “Locked! Who at there!?” Si laki-laki menendang pintu.

Ketika suasana kembali hening, sejenak kedua orang itu saling berpandangan. Mereka akhirnya pergi setelah sepakat untuk mencari kunci cadangan ruang musik. Satu menit kemudian terdengar kembali suara biola dari ruangan itu. ‘The Pernambuco’ melanjutkan permainannya.

Do you find that room’s key?” tanya laki-laki yang tadi menendang pintu setelah ia kembali lagi ke depan ruang seni musik.

Seketika itu juga nada yang ada di dalam ruang musik terputus. Sama seperti sebelumnya.

Si perempuan cemberut. “D*mn. You should be quiet, Fred. I already here as long as you go. That violin sound was started again when your footfall went away,” bisik si perempuan dengan nada gemas. “The Pernambucocadence. So, impossible to us to find that key. Whether ‘The Pernambuco  who hide that?

From whence? All of the keys in this school were hide by the keeper like the teachers said,” sela Fred. “Same with me who cannot find anymore.

Si joli itu terdiam lagi. Lagi-lagi mereka berpandangan dalam diam.

Veux tu est ici? Ouklo…,” tanya Fred.

Bien entendu, faire semblant d’aller,” jawab si pirang.

Sementara itu, ‘The Pernambuco’ yang sedang menggebu-gebu dibicarakan–hanya dipisahkan oleh pintu geser–diam memelototi pintu. Sedikit adrenalin mengalir menghangatkan pipi akibat suasana yang kian tegang.

French. You understand, don’t you? What did they say, Vincent?

Vincent menunduk. “’Whether you longing still here? Or...,that a man named Fred said. ‘Certainly pretending to go’. That is her answer,” jawab Vincent menerjemahkan perkataan mereka berdua ke dalam bahasa Inggris.

Alis Kenan sebelah terangkat. Dasar dua makhluk tak berguna. Kenan menyilangkan tangan ke dada. “Thanks for your job to hide the key,” bisik Kenan.

My duty, Miss.”

 

“Ergh.” Si perempuan mendecak lalu menghentak-hentakkan kakinya lagi ketika pergi meninggalkan depan ruangan musik. Fred mengikutinya. “Whether The Pernambuco is a French!? Damn!” maki si perempuan merasa marah.

Diam-diam Kenan membuka pintu lalu pergi ke ruangan yang terdapat jendela yang menghadap gerbang waktu merasa yakin kalau suara kedua orang menyebalkan itu telah lenyap. Ia mengintip dari balik gorden.

Fred dan pacarnya itu keluar dari gerbang. Pacarnya yang merasa tidak puas itu terus menerus melihat ke arah lantai 3 dengan bibir cemberut. Ia tidak melihat Kenan bersembunyi tapi Kenan melihatnya.

Merasa aman, Kenan kembali masuk ke ruang musik dan meminta Vincent menguncinya lagi dari dalam. Ia lantas melanjutkan lagi permainan biolanya.

Beberapa saat kemudian terdengar dentingan suara piano yang mengiringi permainan Kenan. Ia kenal cara permainan yang khas itu. Kenan menghentikan permainan biolanya lalu menurunkannya dari pundak.

“Pachelbel's, Canon in D minor.”

Kenan menoleh. “Dari mana kau masuk, Ferliaz?” tanya Kenan datar.

“Vincent tak memberi tahu ya kalau aku ada di sini semenjak kau keluar tadi untuk melihat Fred dan Valemont keluar gerbang?” tanya Ryan balik.

“Jangan jadikan dia alasanmu. Lalu, kau ada perlu apa?”

“Ehm, kita akan libur sampai tahun baru. Jadi orang tuaku dan tante Merry meminta kau datang ke rumah.” Ryan melihat jauh ke dalam mata Kenan dan tahu ada jawaban tidak di sana. “Well, harusnya mereka sendiri saja yang bilang.”

“Aku mau menemani Lena dan latihan di sini.”

Ryan menyerah dan berdiri dari kursinya. “Sudah kuduga.”

“… aku akan datang tanggal 31 nanti.”

Senyum kecil merekah di wajah Ryan ketika jawaban tak terduga tercetus dari sepupu kecilnya yang seperti robot. “Makasih, Kenan.”

“Jangan sebut namaku.”

Ryan mengerutkan alisnya lalu tertunduk sedih. “Baiklah. Sampai jumpa.”

Kenan melirik Vincent. “Let him go through the door.”

Vincent membukakan pintu untuk Ryan. Setelahnya, ia menguncinya lagi.

Kenan mengangkat biolanya dan menaruhnya lagi di pundak. “Für Lebena. Sweetbox, One Thousand Word.”

 

 

Lena membuka matanya dan mendapati Kenan ada di sebelahnya.

“Ken? Syejak kapan kau di syitu?”. Ia melirik ke arah tangan Kenan. “Dan belapa banyak lagi apel yang mau kau kupas?” tanya Lena bingung.

Kenan terlepas dari lamunannya. “Eh? Apel?”

“Eh syakalepmu. Lihat tuh, syudah ada empat apel beltenggel ditumpuk syama kamu. Ditambah syatu lagi ngantli di tanganmu.” Dengan bingung Kenan memandang apel di tangannya sendiri. “Kau kenapa syih? Makin lama di Ingglis makin aneh.”

Senyuman letih mencuat dari Kenan. “Tak apa, lagipula dari dulu aku sudah terlanjur aneh. Jadi, tak ada yang berubah.”

Lena tertawa kecil. Ia bangun dari posisi tidurnya dan duduk bersandar.

“Eh!? Syiapa itu!?” Lena kaget waktu matanya tertuju ke pojok ruangan.

Kenan menoleh ke arah mata Lena terpaku. “Ah, itu kepala pelayanku.”

Vincent yang daritadi diam sedikit mengerti kalau Lena kaget dengan kehadirannya yang tak terasa–diam di pojokan ruangan sendirian.

Vincent menunduk dan tersenyum lalu memperkenalkan diri. “Good Afternoon, Miss. I am Ms. Kenan’s butler. My name is Vincent Reamer.”

Mulut Lena membulat. “Eh? Butlel?” Vincent tersenyum lalu mengangguk. “Ehm, my name Lena. I am Ken’s–

Petite Lena. She is my other family besides ‘them’,” potong Kenan.

Mata Vincent melihat ke arah nonanya  lalu mengangguk lagi.

Lena melihat Kenan dengan bingung “Eh? Meleka syiapa?” tanya Lena. Beberapa detik kemudian Lena baru mengerti. “Ah. Kenapa kau syebut meleka –“

“Sudah jangan dibahas lagi,” pinta Kenan sambil melanjutkan mengupas apel. Apel kelimanya.

Lena menghela nafas lalu tersenyum. “Ya syudahlah. Kau ke syini juga hanya syebental. Ayo kita celita syaja dalipada kau jadi tukang lujak!” seru Lena riang. Kenan pun tertawa geli. “Kalau begitu ayo celitakan tentang pelayanmu itu! Aku hanya tahu tentang butlel dali komik syaja. Ayo celita!”

Kenan meletakkan apel tersebut ke meja lalu menatap wajah Lena. Secarik senyum muncul di ujung bibir Kenan. “Aku pikir memang tak beda jauh dengan yang kau baca dari komik itu. Ia memang kepala pelayan yang mengurusi rumah, mengatur pelayan-pelayan yang lain. Kalau pagi-pagi setelah aku keluar kamar, ia pasti tiba-tiba saja sudah nongol entah darimana. Habis itu ia menanyaiku apa saja dengan bawelnya dan bla bla bla.”

Lena menatap Kenan dengan wajah bodohnya. Ingin sekali tangan gratil Kenan melempar wajah Lena pakai apel.

“Ha? Jadi kalian benal-benal tinggal belsyama, gitu? Dan dengan wajah syebiasya itu kau, kau masyih bisya syantai?? Tak kusyangka…”

Sebuah lilitan panjang kulit apel yang Kenan buntal-buntal mendarat sukses di wajah Lena. “Apa sih yang kau pikirkan!?”

Lena malah tertawa cekikikan. “Itu teldengal syelonok tahu! Gimana pun juga dia kan cowok yang masyih dua puluh tahunan!”

Kenan mulai tertawa dengan wajar setelah selama itu belasan otot di wajahnya yang berguna untuk tersenyum kaku. Tangannya dengan jail melempari Lena dengan kulit-kulit apel yang lain.

“Tahu darimana umurnya? Dodol. Kalau pelayan di rumahku seperti itu sudah kutendang. Lagipula pelayan yang lainnya dan kokinya perempuan tahu!”

 “Siapa tahu? Nanti Ken jadi kolban cowok idung belang. Oh ya, kau punya koki? Masyakan syesyuatu untukku dong? Makanan Indonesyia!”

“Dari kemarin aku cari tahu tempe tapi tak ada. Mau bubur Menado?” Lena mengangguk. “Oh ya, tumben gak bawel soal violinku?”

Barulah Lena berceloteh ria. Tas violin Kenan tarik dari bawah tempat tidur Lena, lalu ia mengeluarkannya. Violin miliknya ia letakkan di bahu. “Wolfgang Amadaus Mozart: Turkish March.”

Lena menikmatinya sambil tersenyum kecil. Badannya yang tidak bisa banyak bergerak bergoyang kesana kemari dengan lemah.

Lagu baru berjalan sampai tiga perempatnya tetapi sayangnya para perawat itu sudah terlanjur datang dan mengusir Kenan. Dengan sedih Kenan melambai pada Lena yang dipaksa berbaring oleh dokter. Dengan demikian ia keluar rumah sakit diikuti Vincent yang sudah ia paksa memakai mantel panjang supaya baju tail-coat-nya tak terlihat. Kenan sama sekali tak menemukan cara untuk membuatnya mengganti bajunya itu kalau keluar rumah.

Sebenarnya berapa banyak bajunya yang seperti itu?

What time is it?” tanya Kenan pada Vincent.

5:14 P.M, Miss,” jawab Vincent.

Kenan terus berjalan dengan mata yang menatap lurus ke depan. “Do you know a proper place where I could buy a dress?” tanyanya sambil sedikit menghadapkan kepalanya ke kiri.

Vincent diam sejenak untuk berpikir. “Yes, Miss,” jawab Vincent singkat.

Kepala Kenan menghadap depan lagi. “We could go there right now?

Yes, Miss,” jawab Vincent lagi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Starlight and Integra
77      16     0     
Fantasy
Siapakah sebenarnya diriku? Apa saja yang sebenarnya disembunyikan oleh orang-orang di sekitarku? Dimana kekeasihku Revan? Mungkinkah dia benar-benar telah tewas saat peristiwa pelantikan prajurit itu? Atau mungkinkah dia ditangkap oleh Kerajaan Integra, musuh kerajaanku? (Roselia Hope, warga Kerajaan Starlight)
Monday
4      4     0     
Romance
Apa salah Refaya sehingga dia harus berada dalam satu kelas yang sama dengan mantan pacar satu-satunya, bahkan duduk bersebelahan? Apakah memang Tuhan memberikan jalan untuk memperbaiki hubungan? Ah, sepertinya malah memperparah keadaan. Hari Senin selalu menjadi awal dari cerita Refaya.
Frekuensi Cinta
3      3     0     
Romance
Sejak awal mengenalnya, cinta adalah perjuangan yang pelik untuk mencapai keselarasan. Bukan hanya satu hati, tapi dua hati. Yang harus memiliki frekuensi getaran sama besar dan tentu membutuhkan waktu yang lama. Frekuensi cinta itu hadir, bergelombang naik-turun begitu lama, se-lama kisahku yang tak pernah ku andai-andai sebelumnya, sejak pertama jumpa dengannya.
Confusing Letter
12      5     0     
Romance
Confusing Letter
Move On
3      3     0     
Romance
"Buat aku jatuh cinta padamu, dan lupain dia" Ucap Reina menantang yang di balas oleh seringai senang oleh Eza. "Oke, kalau kamu udah terperangkap. Kamu harus jadi milikku" Sebuah awal cerita tentang Reina yang ingin melupakan kisah masa lalu nya serta Eza yang dari dulu berjuang mendapat hati dari pujaannya itu.
Hunch
90      38     0     
Romance
🍑Sedang Revisi Total....🍑 Sierra Li Xing Fu Gadis muda berusia 18 tahun yang sedang melanjutkan studinya di Peking University. Ia sudah lama bercita-cita menjadi penulis, dan mimpinya itu barulah terwujud pada masa ini. Kesuksesannya dalam penulisan novel Colorful Day itu mengantarkannya pada banyak hal-hal baru. Dylan Zhang Xiao Seorang aktor muda berusia 20 tahun yang sudah hampi...
Hujan Bulan Juni
3      3     0     
Romance
Hujan. Satu untaian kata, satu peristiwa. Yang lagi dan lagi entah kenapa slalu menjadi saksi bisu atas segala kejadian yang menimpa kita. Entah itu suka atau duka, tangis atau tawa yang pasti dia selalu jadi saksi bisunya. Asal dia tau juga sih. Dia itu kaya hujan. Hadir dengan serbuan rintiknya untuk menghilangkan dahaga sang alang-alang tapi saat perginya menyisakan luka karena serbuan rintikn...
Nafas Mimpi yang Nyata
3      3     0     
Romance
Keinginan yang dulu hanya sebatas mimpi. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar mimpi. Dan akhirnya mimpi yang diinginkan menjadi nyata. Karna dengan Usaha dan Berdoa semua yang diinginkan akan tercapai.
Love Rain
84      3     0     
Romance
Selama menjadi karyawati di toko CD sekitar Myeong-dong, hanya ada satu hal yang tak Han Yuna suka: bila sedang hujan. Berkat hujan, pekerjaannya yang bisa dilakukan hanya sekejap saja, dapat menjadi berkali-kali lipat. Seperti menyusun kembali CD yang telah diletak ke sembarang tempat oleh para pengunjung dadakan, atau mengepel lantai setiap kali jejak basah itu muncul dalam waktu berdekatan. ...
Aku Tidak Berlari
11      7     0     
Romance
Seorang lelaki memutuskan untuk keluar dari penjara yang ia buat sendiri. Penjara itu adalah rasa bersalahnya. Setelah bertahun-tahun ia pendam, akhirnya ia memutuskan untuk menceritakan kesalahan yang ia buat semasa ia sekolah, terhadap seorang perempuan bernama Polyana, yang suatu hari tiba-tiba menghilang.