Read More >>"> Pangeran Benawa (Penaklukan Panarukan - 3) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Pangeran Benawa
MENU
About Us  

Mereka akhirnya menyebar di tanah yang tidak begitu lapang. Tugas pun dibagi untuk mereka. Beberapa prajurit mendapat tugas dari pemimpin kelompoknya untuk mengobati temannya yang terluka. Sebagian ditugaskan untuk menguburkan satu dua prajurit yang gugur kemudian merawat mayat-mayat anak buah Ki Bajang Saloka. Sementara beberapa lainnya memasuki hutan untuk sekedar berburu kelinci atau binatang yang dapat dimakan malam itu.

Matahari begitu bulat terlihat dan berwana merah membara saat kelompok prajurit Lasem itu duduk melingkar. Agaknya pemimpin kelompok prajurit itu sedang memberikan arahan yang diperlukan untuk melewati malam di hutan yang termasuk dalam kekuasaan para penyamun. Dalam keadaan itu Gagak Panji duduk bergabung di deretan prajurit berpangkat rendah, ia menolak duduk berdampingan dengan lurah prajurit.

“Silahkan Ki Rangga untuk memberi perintah dan pesan pada kami semua, karena Ki Rangga adalah prajurit tertinggi dalam kelompok ini sekalipun Ki Rangga bukan prajurit Lasem,” berkata lurah prajurit.

“Tidak, Ki Lurah Sanggamurti. Sekalipun aku mengenakan pakaian prajurit Jipang, namun aku dalam keadaan bebas tugas,” jawab Gagak Panji.

“Apakah Ki Rangga dalam tugas sandi atau penyamaran?” tanya Ki Lurah Sanggamurti.

Gagak Panji tertawa kecil lalu katanya,” Ki Lurah, dengan pakaian yang jelas menunjukkan aku adalah prajurit sudah tentu aku tidak berada dalam tugas-tugas yang kau sebutkan. Namun aku mengenakan pakaian ini agar tidak terjadi salah paham di setiap wilayah yang akan aku lewati, sementara Tuban masih beberapa hari perjalanan lagi.”

Ki Lurah Sanggamurti pun tertawa lega karena ia menyadari jika keadaan di sekitar Lasem hingga Tuban seperti bara dalam sekam. Setidaknya, menurut pikiran Ki Sanggamurti, Ki Rangga Gagak Panji tidak akan mengalami kesulitan melewati setiap gardu penjagaan yang ada di setiap batas kademangan-kademangan di wilayah Lasem. Lalu ia memerintahkan anak buahnya untuk duduk melingkar dan mulai memberikan pesan dan arahan.

Ki Rangga Gagak Panji mengangguk-angguk kecil mendengar perintah Ki Sanggbaya pada anak buahnya untuk tidak menyalakan api. Ia menyetujui gagasan itu karena bahaya masih mengintai mereka karena KI Bajang Saloka yang ia biarkan begitu saja kembali ke kelompoknya.

Gelap mulai perlahan merayapi kawasan di lereng Argopuro, langit begitu gelap dan angin kencang bertiup. Sesekali terlihat petir menyambar di angkasa namun hujan tak juga kunjung membasahi tanah.

Ki Lurah Sanggamurti yang duduk berdekatan dengan Ki Rangga Gagak Panji tengah dirundung keraguan. Sebenarnya ia ingin bertanya satu dua persoalan akan tetapi ia masih belum yakin dengan Ki Rangga yang boleh jadi berada di pihak yang berlawanan dengannya. Beberapa kali ia menghela nafas, dan Gagak Panji bukannya tidak mengetahui suasana yang dialami Ki Sanggabaya akan tetapi ia memilih untuk berdiam diri.

Dalam pada itu, akhirnya Ki Lurah Sanggamurti memberanikan diri kemudian ia bertanya,”Ki Rangga, apakah Ki Rangga akan singgah menemui Adipati Lasem?”

“Aku tidak mempunyai rencana untuk bertemu dengan Kakang Adipati,” jawab Gagak Panji pendek.

Ki Sanggabaya merasa sudah tidak dapat menemukan jalan lain untuk berbicara banyak hal dengan Gagak Panji, kemudian ia berdiam diri.

Tiba-tiba Gagak Panji berkata,” tetapi aku akan menemui Ki Tumenggung Bajra Lodaya. Tentu saja aku akan mengatakan padanya jika aku telah bertempur dengan anak buahnya yang tangguh di medan pertempuran.”

Ki Lurah Sanggabaya menganggukkan kepala dan sedikit merasa longgar dalam dadanya. Ternyata orang yang sedang berbicara dengannya itu agaknya mengenal pemimpin mereka. Namun ia masih menjaga diri dari apa-apa yang ingin ia tanyakan. Ia berdesis dalam hatinya,” setidaknya malam ini dengan kehadiran Ki Rangga Gagak Panji, keselamatan anak buahku lebih terjaga. Aku harus berterima kasih padanya untuk itu.”

“Ki Rangga, aku berterima kasih atas bantuan yang Ki Rangga berikan pada kami saat menghadapi kelompok Ki Bajang Saloka. Jika Ki Rangga tidak segera turun tangan, tentu akan jatuh korban yang lebih banyak di pihak kami,” kata Ki Lurah Sanggamurti merendah.

“Ah, lupakanlah. Aku hanya melakukan apa yang sudah sewajarnya dilakukan oleh seorang prajurit. Terlebih kalian semua adalah orang baik, jadi aku kira sudah seharusnya memberi bantuan sebatas yang dapat aku lakukan bagi kalian,” desah Gagak Panji.

Mendengar kata-kata Gagak Panji, Ki Lurah Sanggamurti mengangguk-anggukkan kepala. Kemudian ia meminta diri untuk mengatur para prajuritnya untuk berjaga dan ia juga mempersilahkan Ki Rangga Gagak Panji untuk mengambil istirahat terlebih dahulu.

“Silahkan Ki Lurah. Aku akan beristirahat di tempat ini, kita akan bergantian mengawasi keadaan,” jawab Ki Rangga setelah Ki Lurah Sanggamurti menyampaikan maksudnya.

Sepeninggal Ki Lurah Sanggamurti, Gagak Panji merebahkan diri di atas rumput dan mencoba memejamkan mata. Malam semakin pekat dan cahaya petir sesekali menerangi keadaan sekitar tempat mereka bermalam.

Di pusat kotaraja Demak, pertemuan yang digelar oleh Raden Trenggana telah usai, dan kini ia duduk di sebuah ruang yang terletak di bagian dalam bangunan istana Demak. Ia memandang bergantian dua orang  pejabat tinggi yang berada dihadapannya. Sesekali ia menarik nafas panjang. Raden Trenggana bangkit berdiri lalu berkata,” bukankah sudah sepatutnya aku memberi hukuman pada mereka yang menentangku?”

Kedua orang itu sejenak bertukar pandang, lalu,” memang sudah sepantasnya, Kanjeng Sultan.”

Raden Trenggana menatap tajam wajah orang yang memberi jawaban. Kemudian ia bertanya,” apa alasanmu hingga dapat berkata pantas, Ki Tumenggung Wilaguna?”

“Kanjeng Sultan, sudah menjadi kewajiban bagi setiap adipati dan para petinggi di kadipaten yang menjadi bawahan Majapahit untuk tunduk pada Demak. Sedangkan Kanjeng Sultan sendiri adalah penerus kekuasaan Majapahit,” jawab Ki Tumenggung Wilaguna.

“Apakah kau tidak mempunyai alasan yang lain?” Sultan Trenggana menatapnya dengan pandang mata menyelidik.

Ki Tumenggung Wilaguna terdiam sejenak, kemudian ia menjawab,” tentu saja karena mereka merasa lebih kuat dari Demak, Kanjeng Sultan.”

“Bagaimana mungkin mereka merasa lebih kuat dari Demak? Sementara pasukan Demak telah berhasil memaksa kadipaten wilayah timur tunduk. Atau kau mempunyai maksud lain dengan arti sebuah kekuatan?” Sultan Trenggana mencoba mengendapkan perasaan yang bergejolak dalam dadanya. Karena ia tidak menyangka jika Ki Tumenggung Wilaguna dapat melihat sebuah sisi yang sama sekali belum ia pikirkan.

“Kekuatan itu adalah ketajaman nalar yang mereka miliki, Kanjeng Sultan,” berkata Ki Patih Kusumanegara yang berusia sama dengan Raden Fatah dan menjadi penasehatnya saat masih hidup.

“Aku merasa seperti orang yang tidak mampu berpikir dengan pendapat yang kalian utarakan. Seolah tunduknya beberapa kadipaten itu adalah bahan untuk menertawakan diriku,” berkata Sultan Trenggana dengan geram.

“Maafkan kami, Kanjeng Sultan. Aku tidak bermaksud seperti itu karena aku menaruh kecurigaan pada mereka karena beberapa keadaan. Yang pertama adalah perlawanan mereka sama sekali tidak menunjukkan kekuatan mereka yang sesungguhnya. Bagaimana mungkin Surabaya dapat ditundukkan dalam waktu tidak sampai satu hari? Kemudian setelah Surabaya menyatakan tunduk, mereka juga tidak mengirim utusan kemari atau meminta kita untuk menempatkan orang di sana,” berkata Ki Patih  Kusumanegara. Lalu ia meneruskan lagi,” yang kedua adalah mereka juga tidak meminta pertimbangan-pertimbangan atau memberi pertimbangan pada Demak untuk menyusun langkah-langkah ke depan. Apalagi kita semua tahu bahwa orang-orang asing bermata biru telah banyak bertebaran di sepanjang pesisir utara.”

“Aku harus mengakui pendapat kalian ada benarnya. Sehingga aku pun merasa benar dengan keputusan ini. Keputusan untuk kembali memaksa Blambangan dan Panarukan mengakui dan tunduk kepada Demak,” berkata Sultan Trenggana dengan nada tinggi, ia berkata kemudian,” namun begitu, aku harus mempunyai bahan-bahan untuk dapat memaksa mereka sepenuhnya menyerahkan diri pada Demak.”

Ki Patih Kusumanegara saling pandang dengan Ki Tumenggung Wilaguna, kemudian Ki Patih berkata,” aku dapat mengirim orang ke Jepara untuk meminta mereka lebih cepat mempersiapkan kapal-kapal yang akan membawa kita menuju Panarukan.”

“Apakah kita perlu untuk meminta bantuan pada Cirebon?” bertanya Ki Tumenggung Wilaguna.

“Tidak. Aku tidak ingin melibatkan Cirebon dalam pertempuran kali ini,” Sultan Trenggana dengan tegas memberi jawaban.

“Lalu apa jawaban yang akan Kanjeng Sultan berikan apabila Cirebon bertanya tentang keadaan yang berkembang?” Ki Patih bertanya dengan kening berkerut.

“Paman Patih, aku akan katakan pada mereka bahwa ini semua adalah urusan keluarga yang belum terselesaikan, dan aku yakin mereka akan memahaminya. Karena memang itulah yang menjadi kenyataan jika para adipati di wilayah timur adalah saudara muda Demak,” Sultan Trenggana berhenti sejenak. Dengan sedikit rasa geram ia berdesis,” dan sudah sepantasnya seorang saudara tua memberi hukuman pada mereka.”

Untuk beberapa lama kemudian ketiga orang itu menyusun langkah-langkah yang perlu dilakukan setelah laporan dari para petugas sandi dan penghubung di setiap kadipaten telah terkumpul. Pembicaraan itu berlangsung hingga lewat tengah malam, sesekali Sultan Trenggana bertanya untuk menguji siasat yang diajukan kedua bawahannya itu. Sultan Trenggana agaknya benar-benar tidak ingin mengalami kekalahan dalam perjalanan menuju Panarukan ini. Ia tidak ingin peristiwa yang membuatnya malu itu kembali terulang. Pendapat Ki Patih Kusumanegara dan Ki Tumenggung Wilaguna yang diutarakan pada awal pembicaraan benar-benar membuka wawasannya tentang siasat baru yang belum pernah ia temui.

“Aku kira sebaiknya Kanjeng Sultan mengundang Kanjeng Adipati Pajang untuk dapat urun rembug tentang rencana ini. Setidaknya kehadiran Kanjeng Adipati Pajang dapat menambah wawasan dan kemampuan yang telah ada di dalam Demak,’ Ki Patih Kusumanegara memberi usulan. Ki Tumenggung Wilaguna mengganggukkan kepala menyetujui usulan Ki Patih yang sudah berusia lanjut itu.

“Baiklah Ki Patih. Aku terima usul Ki Patih. Dan secepatnya aku akan mengirim utusan ke Pajang. Kita lanjutkan pembicaraan ini setelah aku mendapat laporan terbaru dari kemampuan para prajurit dan persiapan di Jepara,” Sultan Trenggana menutup pertemuan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    nice story broh. ditunggu kelanjutannya :)

    Comment on chapter Penaklukan Panarukan 1
Similar Tags
JEANI YOONA?
6      6     0     
Romance
Seorang pria bernama Nicholas Samada. Dia selalu menjadi korban bully teman-temannya di kampus. Ia memang memiliki tampang polos dan bloon. Jeani seorang perempuan yang terjebak di dalam nostalgia. Ia sangat merindukan seorang mantan kekasihnya yang tewas di bunuh. Ia susah move on dari mantan kekasihnya hingga ia selalu meminum sebuah obat penenang, karena sangat depresi. Nicholas tergabung d...
Aleya
0      0     0     
Romance
Kau memberiku sepucuk harapan yang tak bisa kuhindari. Kau memberiku kenangan yang susah untuk kulupakan. Aku hanyalah bayangan bagimu. Kita telah melewati beberapa rute tetapi masih saja perasaan itu tidak bisa kukendalikan, perasaanmu masih sama dengan orang yang sama. Kalau begitu, kenapa kau membiarkan aku terus menyukaimu? Kenapa kau membiarkan aku memperbesar perasaanku padamu? Kena...
Time Travel : Majapahit Empire
712      300     0     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
308      173     0     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.
Rinai Kesedihan
591      415     1     
Short Story
Suatu hal dapat terjadi tanpa bisa dikontrol, dikendalikan, ataupun dimohon untuk tidak benar-benar terjadi. Semuanya sudah dituliskan. Sudah disusun. Misalnya perihal kesedihan.
Untouchable Boy
34      25     0     
Romance
Kikan Kenandria, penyuka bunga Lily dan Es krim rasa strawberry. Lebih sering dikenal dengan cewek cengeng di sekolahnya. Menurutnya menangis adalah cara Kikan mengungkapkan rasa sedih dan rasa bahagianya, selain itu hal-hal sepele juga bisa menjadi alasan mengapa Kikan menangis. Hal yang paling tidak disukai dari Kikan adalah saat seseorang yang disayanginya harus repot karena sifat cengengnya, ...
Ritual Buang Mantan
8      8     0     
Short Story
Belum move on dari mantan? Mungkin saatnya kamu melakukan ritual ini....
The Journey is Love
35      27     0     
Romance
Cinta tak selalu berakhir indah, kadang kala tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Mencintai tak mesti memiliki, begitulah banyak orang mengungkapkan nya. Tapi, tidak bagiku rasa cinta ini terus mengejolak dalam dada. Perasaan ini tak mendukung keadaan ku saat ini, keadaan dimana ku harus melepaskan cincin emas ke dasar lautan biru di ujung laut sana.
Dear Vienna
7      7     0     
Romance
Hidup Chris, pelajar kelas 1 SMA yang tadinya biasa-biasa saja sekarang jadi super repot karena masuk SMA Vienna dan bertemu dengan Rena, cewek aneh dari jurusan Bahasa. Ditambah, Rena punya satu permintaan aneh yang rasanya sulit untuk dikabulkan.
Bulan Dan Bintang
91      59     0     
Romance
Cinta itu butuh sebuah ungkapan, dan cinta terkadang tidak bisa menjadi arti. Cinta tidak bisa di deskripsikan namun cinta adalah sebuah rasa yang terletak di dalam dua hati seseorang. Terkadang di balik cinta ada kebencian, benci yang tidak bisa di pahami. yang mungkin perlahan-lahan akan menjadi sebuah kata dan rasa, dan itulah yang dirasakan oleh dua hati seseorang. Bulan Dan Bintang. M...