Read More >>"> Dunia Gemerlap (BAB II) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dunia Gemerlap
MENU
About Us  

BAB II

 

 

Hari ini adalah hari pertamaku masuk kelas perkuliahan di semester 3. Tak banyak yang berubah. Hanya segerombolan laki-laki yang memanjangkan rambutnya dan para wanita yang mengecat rambutnya. Semua orang terlihat bersemangat. Kelas yang begitu ramai seketika hening ketika dosen kami memasuki ruangan.

Hari pertama perkuliahan tidak begitu istimewa. Sekedar perkenalan dan dosen kami menjelaskan apa saja yang kami akan pelajari. Aku tidak terlalu tertarik dan hanya merenungkan bagaimana keadaaan kakakku sekarang. Apakah ia baik-baik saja?

Lamunanku terhenti saat kelas kembali menjadi ramai. Aku tidak sadar kelas telah berakhir. Aku segera beranjak pergi meninggalkan kampus dan menuju café yang terletak tidak jauh di dari kampus. Aku duduk di sudut ruangan dan memesan secangkir espresso. Aku sengaja memilih untuk menghabiskan waktu disini karena disini begitu sepi dan nyaman. Café yang didominasi oleh unsur kayu yang dipadu dengan marmer hitam serta tampilan klasiknyanya membuatku betah disini. Dengan alunan lagu “Terlalu Manis” yang dilantukan oleh Slank aku menikmati kenyamanan ini sambil membaca buku yang ku beli kemarin. “The Murder on the Links” karya Agatha Christie. Aku menghirup espresso panasku yang tergeletak diatas meja kaca sedikit demi sedikit. Mataku berpindah dari satu kata menuju kata yang lain, satu kalimat dengan kalimat yang lain, satu paragraf dengan paragraf yang lain.

Lonceng café berbunyi menandakan bahwa seseorang telah memasuki café selain diriku. Mataku langsung menangkap sesosok laki-laki muda dengan tubuh yang mungil. Ia menaikkan kacamatanya yang kendur dan mengusap mulutnya yang ditumbuhi kumis yang lebat. Begitu lama ia berpikir di depan kasir dan akhirnya memesan American latte.

Aku kembali membaca buku ku setelah perhatianku sempat teralihkan. Namun ketika aku baru sempat membaca satu paragraf, laki-laki tadi berdiri disampingku.

“Apakah aku boleh duduk disini?” tanyanya sambil tersenyum

“Oh ya.tentu saja.” Jawabku terbata-bata.

Sebenarnya aku merasa canggung duduk dengan orang tidak kukenal. Entah apa  yang dipikirkan oleh otakku sampai aku mempersilahkannya duduk dihadapanku.

            “Terimakasih.”

Ia langsung duduk di depanku. Matanya sibuk mengitari ruangan café ini menandakan bahwa ini pertama kalinya masuk kesini.

            “Sepertinya kita pernah bertemu?” tambahnya.

Setelah pernyataan Angga tentang orang bernama Wanda kini aku dihadapkan pada seseorang yang mengaku mengenalku. Aku bingung harus menjawab apa karena sepertinya memang ia yakin pada pernyataannya.

            “Aku tidak mengenalmu, maaf” bantahku

            “Aku kira memang kita tidak pernah berbicara satu sama lain. Namun kita berada pada neraka yang sama bukan?” katanya sambil tersenyum dan menghempaskan badannya ke kursi.

            Aku mencoba mengingat-ingat neraka mana yang ia maksud. Maksudku aku selalu menganggap hidupku sebagai neraka.

            “Fisika.” tiba-tiba kata itu terlontar dari mulutnya.

            “Jihad, Fisika 02. Dan kau?” ia menjulurkan tangan kanannya mengajakku bersalaman.      

            “Hanif, Fisika 04.” Aku  menangkap maksudnya untuk berjabat tangan.

            “Wajar kalau kau tidak mengenalku. Aku juga jarang berada di areal kampus selain kegiatan perkuliahan. “

            Ia mengeluarkan sebungkus marlboro dan mengambil sebatang rokok untuk disulut. Setelah itu ia menyesap American latte yang tadi dipesannya.

            “kau merokok?” ia menawarkan sebatang kepadaku

Aku hanya mengangkat sebelah tanganku untuk menolaknya. Aku berusaha untuk mengabaikannya dan melanjutkan membaca. Asap rokoknya terus mengepul berulang kali dan sesekali suara batuk terdengar.  Aku memang bukan perokok, namun aku sadar bahwa yang ia hisap bukanlah tembakau biasa. Aku sangat yakin dengan penciumanku. Baunya berbeda dengan tembakau.

            Selagi memikirkan tentang bau tersebut ia meneguk American latte-nya dengan terburu-buru dan mematikan batang anehnya itu di asbak yang disediakan di meja café. Ia mengisyaratkan sampai jumpa padaku dengan berdeham.

            “Kita harus selalu berhati-hati dengan apa yang kita hisap bukan?” Katanya sambil tersenyum seraya meninggalkan café.

            Aku tidak pernah menghisap apapun selain udara

Sinar senja mulai menelusup menembus kaca café menandakan hari sebentar lagi akan gelap. Tak terasa aku telah menghabiskan 4 jam hanya untuk membaca buku disini. Tinggal beberapa lembar lagi buku ini selesai. Aku memutuskan untuk menyelesaikannya di kos dan segera pergi meninggalkan café tersebut.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • MulierViridi

    "Aku tidak pernah menghisap apapun selain udara"
    Oke, mungkin kalimat itu bakal nempel dikepalaku sampai besok :))

    Comment on chapter BAB II
Similar Tags
Dream Space
3      3     0     
Fantasy
Takdir, selalu menyatukan yang terpisah. Ataupun memisahkan yang dekat. Tak ada yang pernah tahu. Begitu juga takdir yang dialami oleh mereka. Mempersatukan kejadian demi kejadian menjadi sebuah rangakaian perjalanan hidup yang tidak akan dialami oleh yang membaca ataupun yang menuliskan. Welcome to DREAM SPACE. Cause You was born to be winner!
Aku menunggumu
0      0     0     
Romance
Cinta pertamaku... dia datang dengan tidak terduga entahlah.Sepertinya takdirlah yang telah mempertemukan kami berdua di dunia ini cinta pertamaku Izma..begitu banyak rintangan dan bencana yang menghalang akan tetapi..Aku Raihan akan terus berjuang mendapatkan dirinya..di hatiku hanya ada dia seorang..kisah cintaku tidak akan terkalahkan,kami menerobos pintu cinta yang terbuka leb...
Tak Pernah Memiliki
4      4     0     
Short Story
Saling menunggu seseorang, dalam diam. Berakhir tak indah, berujung pisah. Kita yang tak pernah bisa untuk saling memiliki.
A Story
4      4     0     
Romance
Ini hanyalah sebuah kisah klise. Kisah sahabat yang salah satunya cinta. Kisah Fania dan sahabatnya Delka. Fania suka Delka. Delka hanya menganggap Fania sahabat. Entah apa ending dari kisah mereka. Akankah berakhir bahagia? Atau bahkan lebih menyakitkan?
Dear You
120      34     0     
Romance
Ini hanyalah sedikit kisah tentangku. Tentangku yang dipertemukan dengan dia. Pertemuan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Aku tahu, ini mungkin kisah yang begitu klise. Namun, berkat pertemuanku dengannya, aku belajar banyak hal yang belum pernah aku pelajari sebelumnya. Tentang bagaimana mensyukuri hidup. Tentang bagaimana mencintai dan menyayangi. Dan, tentang bagai...
Frasa Berasa
575      62     0     
Romance
Apakah mencintai harus menjadi pesakit? Apakah mencintai harus menjadi gila? Jika iya, maka akan kulakukan semua demi Hartowardojo. Aku seorang gadis yang lahir dan dibesarkan di Batavia. Kekasih hatiku Hartowardojo pergi ke Borneo tahun 1942 karena idealismenya yang bahkan aku tidak mengerti. Apakah aku harus menyusulnya ke Borneo selepas berbulan-bulan kau di sana? Hartowardojo, kau bah...
Panggil Namaku!
91      21     0     
Action
"Aku tahu sebenarnya dari lubuk hatimu yang paling dalam kau ingin sekali memanggil namaku!" "T-Tapi...jika aku memanggil namamu, kau akan mati..." balas Tia suaranya bergetar hebat. "Kalau begitu aku akan menyumpahimu. Jika kau tidak memanggil namaku dalam waktu 3 detik, aku akan mati!" "Apa?!" "Hoo~ Jadi, 3 detik ya?" gumam Aoba sena...
Got Back Together
4      4     0     
Romance
Hampir saja Nindyta berhasil membuka hati, mengenyahkan nama Bio yang sudah lama menghuni hatinya. Laki-laki itu sudah lama menghilang tanpa kabar apapun, membuat Nindyta menjomblo dan ragu untuk mempersilahkan seseorang masuk karna ketidapastian akan hubungannya. Bio hanya pergi, tidak pernah ada kata putus dalam hubungan mereka. Namun apa artinya jika laki-laki hilang itu bertahun-tahun lamanya...
Reminisensi Senja Milik Aziza
12      8     0     
Romance
Ketika cinta yang diharapkan Aziza datang menyapa, ternyata bukan hanya bahagia saja yang mengiringinya. Melainkan ada sedih di baliknya, air mata di sela tawanya. Lantas, berada di antara dua rasa itu, akankah Aziza bertahan menikmati cintanya di penghujung senja? Atau memutuskan untuk mencari cinta di senja yang lainnya?
Dibawah Langit Senja
19      7     0     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.