Bab VI – Mama Dan Dua Penjaga
Hal pertama yang Nadila rasakan ketika bangun adalah kehangan genggaman tangan Aldika. Nadila memperhatikan wajah tidur Aldika. Cowok itu kelihatan damai dan pastinya tidak menyadari dirinya bangun.
Suara pintu terbuka mengambil perhatian Nadila. Cewek itu menoleh, menatap ingin tahu Aryan yang baru saja keluar dari kamar mandi.
“Nad”, ucap Aryan hampir menangis.
Aryan bergerak cepat, memeluk erat Nadila. Mengucapkan terima kasih berulang kali kepada Nadila yang kebingungan.
“Gue bangga sama kekuatan lo”, ucap Aryan sembari menarik diri, melepaskan tubuh Nadila, mengusap lembut rambut Nadila.
“Kamu, nama dan hubungan kita”, ucap Nadila sembari mengulas senyuman. Pake aku-kamu.
“Hah?”, Aryan terkejut.
“Nama kamu siapa dan hubungan kita apa?”
Aryan menggigit bibir bawahnya. Bingung. Dirinya bisa mengatakan namanya dengan mudah tapi mengatakan dirinya adalah kakak tiri Nadila adalah sesuatu yang benar benar sudah nggak pantas untuk diucapkannya, menurutnya.
Aldika bangun dari tidurnya tepat saat Aryan membuka pintu kamar mandi. Aldika yang tadi memilih pura-pura tidur kini membuka matanya dan cowok itu yang menjawab. “Dia itu kakak kamu”.
Aryan menatap Nadila, sangat penasaran dengan reaksi Nadila. Aryan hanya membeku ketika Nadila memeluknya erat, memanggilnya “kakak” berulang kali. Aryan meneteskan air mata tanpa sadar, dirinya nggak pernah memimpikkan ini. Aldika tersenyum hangat melihatnya.
Nadila menarik diri kemudian memandang ingin tahu ke Aldika. Aldika dengan tenang mengulas senyuman kemudian bersuara:
“Aku Aldika, teman sekolahmu”
Nadila kelihatan kecewa dan Aryan menangkap itu. Nadila merentangkan kedua tangannya, Aldika menolek ke Aryan, seolah meminta persetujuan. Aryan menganggukan kepala, menyetujui.
Aldika memeluk Nadila, mengusap lembut rambut panjang cewek itu. Nadila menutup mata, hangat dan nyaman dalam pelukan Aldika. Aryan memandangi itu dengan senang.
Aryan sebenarnya berharap Aldika memperkenalkan diri sebagai pacar ke Nadila. Memang berbohong namun Aryan bisa menangkap itu yang diharapkan Nadila. Lagi pula, sebagai kakak, dirinya tahu orang terbaik untuk menjadi pacar adiknya itu Aldika bukan Zico yang menjadi pacar adiknya saat ini.
“Aku punya dua penjaga, senangnya”, ucap Nadila riang seperti anak kecil yang baru saja dikasih permen.
Aryan dan Aldika tidak mempermasalahkan ingatan Nadila yang hilang. Bagi keduanya, memastikan Nadila baik baik saja, bisa tersenyum, melupakan dorongan bunuh diri adalah hal yang terpenting. Berharga dan harus selalu seperti itu.
Aryan yang menjadi saksi atas semua rasa sakit Nadila tadi malam matanya berkaca-kaca, terharu melihat senyuman ceriah Nadila. Aryan mengalihkan pandangan matanya ke arah pintu, dia butuh menghilang sebentar.
“Gue... butuh ke parkiran”
Nadila mengangguk kebingungan, kepentingan apa di parkiran. Aldika menatap hangat Aryan, mengiyakan. Aldika sangat mengerti setiap rasa Aryan sekarang. Rasa bersalah atas apa yang terjadi pada Nadila. Rasa terharu karena memiliki kesempatan berada sedekat ini dengan Nadila, menjaga cewek itu.
Setelah Aryan keluar, Nadila mengarahkan tubuhnya menghadap ke Aldika. Cewek itu menyipitkan matanya menatap Aldika yang kelihatan santai banget.
“Kamu benar benar teman sekolahku?”, tanya Nadila memastikan.
“Iya, Nad”, ucap Aldika sembari mengacak-ngacak rambut Nadila.
“Aku maunya kamu pacarku”, ucap Nadila pelan namun terdengar begitu jelas di telinga Aldika.
Aldika memang memimpikan dirinya melangkah lebih dekat dengan Nadila sebagai pacar, bukan sekedar teman sekolah. Tapi Aldika sadar betul, Nadila memiliki Zico sebagai pacar. Cewek itu memang kehilangan ingatannya dan nggak ada yang tahu kapan itu kembali tapi nggak pernah menjadi baik untuk berbohong. Aldika tidak menginginkan hubungan yang di awali dengan kebohongan.
“Apakah aku punya pacar?”, tanya Nadila.
Aldika baru saja akan menjawab “iyya”, Aryan sudah lebih dulu bilang “tidak” dengan tergesa-gesa, terdengar nada kepanikan dalam suaranya. Cowok itu memang tidak benar benar ke parkiran, hanya keluar dari kamar Nadila untuk menghapus air matanya, menghirup udara segar. Nadila ketawa. Aldika menatap Aryan meminta penjelasan, Aryan mengangguk. Tatapan mata menyiratkan kata “nanti”.
“Apa aku punya banyak teman di sekolah?”, tanya Nadila antusias.
Aryan diam karena memang tidak tahu. Aldika diam, karena tidak rela memberitahu Nadila tentang kesendirinya, ketertutupannya. Aryan menangkap itu, tapi tidak tahu bagaimana membantu. Aldika menghela napas. Ini harus dikatakan, karena cepat atau lambat, Nadila akan kembali sekolah. Akan lebih buruk bagi kesehatan emosi Nadila jika mengetahui itu lewat sikap teman sekelasnya.
“Aku nggak pernah lihat kamu bersama orang lain, Nad”
“Itu, artinya aku hanya punya kamu?”, tanya Nadila memastikan.
Aldika menganggukan kepala. Nadila memang memiliki Zico sebagai pacar tapi dirinya tidak pernah melihat interaksi keduanya di sekolah. Terlebih lagi, Aryan kelihatan tidak ingin Nadila diberitahu tentang Zico, entah untuk alasan apa.
“Aku orangnya sombong, ya?”, tanya Nadila hati-hati, memantapkan diri.
“Kamu nggak sombong, Nad. Kamu menyapaku dengan hangat”, jawab Aldika mantap.
Nadila tersenyum menutup matanya sebentar. Rasanya seperti terbang dan begitu berharga mendengar jawaban Aldika. Itu yang ada didalam pikiran Nadila. Aryan dan Aldika juga ikut tersenyum mengagumi senyuman Nadila.
Aryan melirik jam tangannya. Sadar kalau sudah saatnya ia pergi kerja. Aryan punya tanggung jawab baru mengurus perusahaan papanya, yang kini di penjara, Mama Nadila sendiri yang melaporkan ke polisi.
“Gue harus pergi kerja, gue titip Nadila sama lo, Al”
“Iyya, kak”
Aryan mengusap lembut rambut Nadila kemudian keluar dari kamar Nadila untuk benar benar pergi. Nadila menoleh ke Aldika, tatapan cowok itu begitu hangat untuknya. Nadila tersenyum jahil, mata Aldika menyipit.
“Aku mau buah apel, Al”, pinta Nadila manja.
Aldika mengangguk, menuruti permintaan Nadila. Mengupas apel dengan terampil. Nadila tertawa kecil melihatnya.
“Jangan tertawa terus, nanti aku panggil orang gila, loh”, ucap Aldika.
“Nggak apa-apa, yang penting kamu tetap sayang sama aku”
Aldika terkekeh, mendengar ucapan Nadila. Nadila mengulas senyuman polos. Tangan kanan Aldika menyodorkan buah apel yang sudah ia kupas ke Nadila dan cewek itu dengan senang hati menerimanya, menggigitnya, mengunyahnya sambil menatap pintu.
“Kamu menunggu kedatangan seseorang?”, tanya Aldika sembari menatap hangat Nadila.
“Aku menunggu mama dan papa, Al”, jawab Nadila berusaha se-ceria mungkin. Memakan apelnya dengan riang.
“Kamu rindu pada mereka?”, tanya Aldika hati-hati.
Air mata itu menetes. Ibu jari Aldika dengan cepat menghapusnya. Nadila rindu, meski saat ini ingatannya tidak utuh namun dirinya mengingat dengan jelas wajah hangat kedua orang tuannya. Nadila ingin dipeluk sama kedua orang tuanya.
“Mungkin tidak akan sama, rindu itu nggak hilang, hanya berkurang karena memang nggak akan pernah hilang”, ucap Aldika sembari mengusap punggung Nadila.
Bagian bahu kanan kaos yang sedang Aldika kenakan basah. Aldika tahu Nadila menangis, menenggelamkan kepala dibahunya agar isakannya tidak terlalu ke dengar.
Suara pintu terbuka menarik perhatian keduanya. Aldika melepaskan Nadila dari pelukannya, berdiri, memberikan tempat duduknya kepada yang baru saja membuka pintu. Nadila menunduk, menghapus sisa-sisa air matanya.
“Nak, ini mama”, ucap Mama Nadila lembut.
Nadila langsung mengangkat kepalanya. Tersenyum kepada mamanya. Nadila merentangkan kedua tangannya, siap memeluk mamanya. Mama Nadila tersenyum lembut dan duduk dipinggir ranjang Nadila untuk memeluk erat putrinya.
Mama Nadila menangis. Wanita paruh baya itu merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Nadila. Jika saja dirinya tidak buta pada kasih sayang palsu Ferdi, putrinya ini sudah pasti tidak akan mengalami kejadian memilukan itu.
Nadila bingung. Nadila menarik diri, menatap hangat mamanya kemudian ibu jarinya bergerak menghapus air mata mamanya.
“Ma, nggak usah nangis, Nadila disini bahagia”, ucap Nadila sembari menampilkan senyuman lebarnya.
Mama Nadila kebingungan. Bahagia? Nggak mungkin Nadila bisa bahagia setelah kejadian itu? Pikir Mama Nadila. Mama Nadila memang belum tahu tentang kondisi ingatan Nadila yang tidak sempurna.
Nadila dapat menangkap ekspresi kebingungan di wajah matanya tapi ia nggak perduli. Dia lebih perduli pada hal lain, papanya.
“Ma, mana papa?”, tanya Nadila melirik ke arah pintu kamar rawatnya yang masih terbuka tapi nggak orang yang masuk.
Mama Nadila makin kebingungan. Harus memberikan jawaban apa? Aldika yang sedari tadi diam memperhatikan merasa sudah saatnya dirinya ikut campur.
“Kerja, Nad”, jawaban Aldika tenang.
Mama Nadila mengangguk kaku membenarkan jawaban Aldika barusan. Nadila tidak percaya meski Aldika terdengar meyakinkan ketika berucap tapi Nadila juga tidak mempermasalahkannya. Cewek itu memilih menyembunyikan ketidakpercayaannya. Nadila percaya kebohongan itu untuk kebaikannya. Jadilah, Nadila memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut tentang papanya karena tidak ingin dibohongi.
“Ma, cowok ini bilang aku bukan pacarnya, apa itu benar?”, tanya Nadila, terdengar merengek, manja.
Aldika tertawa kecil mendengarnya. Ingatan nggak sempurna membuat Nadila jadi keras kepala dan manja. Aldika tahu itulah sifat asli Nadila yang tertutupi lewat masalahnya. Hubungan dengan kedua orang tuanya yang merenggang perlahan-lahan. Tapi kini saat ini, ada seorang ibu disisi cewek itu. Soal papa, Aldika akan mencari keberadaannya.
Mama Nadila juga tertawa kecil mendengar pertanyaan Nadila. Mama Nadila memang sudah mengenal Aldika sejak tadi malam dan sama seperti Aryan, Mama Nadila juga menemukan ketenangan dan kedamaian dalam diri Aldika yang sangat dibutuhkan putrinya. Mama Nadila mengusap lembut rambut Nadila.
“Sayangnya, itu benar, tapi, nggak usah sedih, tunggu aja dia nembak kamu, sayang”, jawab Mama Nadila.
Aldika senang mendengar jawaban Mamanya Nadila. Aldika bersorak dalam hati merayakan dirinya yang seolah olah baru saja menerima restu memiliki Nadila langsung dari Mamanya Nadila.
“Lama nggak, ma?”, tanya Nadila lagi.
Aduh, Mama Nadila sedikit meringis menyadari sifat asli Nadila muncul. Mama Nadila sangat tahu kalau Nadila itu tipe orang yang sangat senang menerima kasih sayang. Bahkan, terkadang suka terang-terangan meminta kasih sayang orang lain untuknya, nggak tahu malu, singkat dan kasarnya. Aldika bahkan ketawa lebar.
“Jangan ketawa”, pinta Nadila jelas dan tegas. Muka cemberut.
Mama Nadila menunduk, tertawa tanpa suara. Sementara, Aldika tetap ketawa terang terangan. Bahkan menambah volume suaranya yang langsung di respon Nadila dengan jitakan.
“Jangan kasar, sayang, nanti dia nggak mau jadi penjaga kamu lagi”
Nadila mengangguk, merentangkan kedua tangannya, siap menyambut Aldika dalam pelukannya. Mama Nadila nggak masalah. Sekali lagi diperjelas, Aldika itu mendapat kepercayaan penuh memiliki Nadila.
Aldika menggelengkan kepala, menolak dipeluk sama Nadila, bukannya tidak mau tapi nggak nyaman kalau diliat sama Mamanya Nadila.
“Nggak usah jaga image, Al, mama udah tahu baik buruknya kamu, kok”, ucap Nadila meyakinkan, percaya kalau mamanya dan Aldika sudah kenal lama, padahal baru tadi malam.
Aldika jadi gemes. Mencubit pelan hidung Nadila yang langsung di sambut Nadila dengan tatapan tajam. Mama Nadila hanya tersenyum memperhatikan.
“Iih, menyeramkan”, Aldika menjauh, mimiknya wajah menunjukkan kepanikan ketakutan yang dibuat-buat.
“Ma, aku dibilangin menyeramkan sama dia”, Nadila mengadu, menatap manja mamanya, menunjuk Aldika.
“Aldika, putri tante itu cewek cantik, nggak menyeramkan”, ucap Mama Nadila sembari menahan tawa.
“Cantik memang, tante, tapi itu loh tatapan matanya, auwh menyeramkan banget tadi”, ucap Aldika membela diri.
Nadila mengamuk, memukul Aldika berkali kali, dibagian punggung tapi hanya direspon dengan ketawa oleh cowok itu.
“Sayang, itu calon pacar kamu loh, bukan patung berjalan”, masih sekuat tenaga menahan diri untuk tidak ketawa.
“Dia ketawa, ma, nyebelin”, Nadila membela diri. Berhenti memukul Aldika.
“Iya, ya, baru tahu mama kalau Aldika bisa nyebelin”, ucap Mama Nadila menyetujui.
Muka Aldika masam. Nadila melihat itu dan ketawa. Mama Nadila senang melihat Nadila banyak tertawa hari ini. Mama Nadila benar benar berterima kasih kepada Sang Pencipta, atas kehadiran Aldika dan tentu saja atas kehadiran Aryan juga yang sejak tadi malam sudah menjadi kakak sejati Nadila.
Mama Nadila memang menyesal menikah dengan Ferdi tapi tidak menyesal memiliki Aryan sebagai anak, meski nggak berbagi darah yang sama.
Nadila jauh dalam alam bawah sadarnya lebih berterimakasih.
Berawal dari Hujan (the story of Arumi)
33
29
0
Inspirational
Kisah seorang gadis bernama Arumi Paradista, menurutnya hujan itu musibah bukan anugerah. Why? Karena berawal dari hujan dia kehilangan orang yang dia sayang. Namun siapa sangka, jika berawal dari hujan dia akan menemukan pendamping hidup serta kebahagiaan dalam proses memperbaiki diri.
Semua ini adalah skenario Allah yang sudah tertulis. Semua sudah diatur, kita hanya perlu mengikuti alur.
...
Renafkar
189
127
0
Romance
Kisah seorang gadis dan seorang lelaki, yakni Rena dan Afkar yang sama-sama saling menyukai dalam diam sejak mereka pertama kali duduk di bangku SMA. Rena, gadis ini seringkali salah tingkah dan gampang baper oleh Afkar yang selalu mempermainkan hatinya dengan kalimat-kalimat puitis dan perlakuan-perlakuan tak biasa.
Ternyata bener ya? Cewek tuh nggak pernah mau jujur sama perasaannya sendiri....
Time Travel : Majapahit Empire
810
351
0
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
Jalan-jalan ke Majapahit
120
89
0
Fantasy
Shinta berusaha belajar Sejarah Majapahit untuk ulangan minggu depan. Dia yang merasa dirinya pikun, berusaha melakukan berbagai macam cara untuk mempelajari buku sejarahnya, tapi hasilnya nihil. Hingga akhirnya dia menemukan sebuah website KUNJUNGAN KE MAJAPAHIT yang malah membawanya menyebrangi dimensi waktu ke masa awal mula berdirinya Kerajaan Majapahit.
Apa yang akan terjadi pada Shinta? ...
Chasing You Back
7
7
0
Romance
Sudah 3 tahun, Maureen tidak pernah menyerah mengejar pangeran impiannya.
Selama 3 tahun, pangeran impiannya tidak mengetahui tentangnya.
Hingga suatu saat, Pangeran Impiannya, Josea Josh mulai mendekati Maureen? Hmmm ..
Love Rain
515
264
0
Romance
Selama menjadi karyawati di toko CD sekitar Myeong-dong, hanya ada satu hal yang tak Han Yuna suka: bila sedang hujan. Berkat hujan, pekerjaannya yang bisa dilakukan hanya sekejap saja, dapat menjadi berkali-kali lipat. Seperti menyusun kembali CD yang telah diletak ke sembarang tempat oleh para pengunjung dadakan, atau mengepel lantai setiap kali jejak basah itu muncul dalam waktu berdekatan.
...
Pertualangan Titin dan Opa
100
71
0
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....
Mamihlapinatapai
113
72
0
Romance
Aku sudah pernah patah karna tulus mencintai, aku pernah hancur karna jujur tentang perasaanku sendiri. Jadi kali ini biarkan lah aku tetap memendam perasaan ini, walaupun ku tahu nantinya aku akan tersakiti, tapi setidaknya aku merasakan setitik kebahagian bersama mu walau hanya menjabat sebagai 'teman'.
ATHALEA
36
26
0
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Flower With(out) Butterfly
6
6
0
Romance
Kami adalah bunga, indah, memikat, namun tak dapat dimiliki, jika kau mencabut kami maka perlahan kami akan mati. Walau pada dasarnya suatu saat kami akan layu sendiri.
Kisah kehidupan seorang gadis bernama Eun Ji, mengenal cinta, namun tak bisa memiliki. Kisah hidup seorang gisaeng yang harus memilih antara menjalani takdirnya atau memilih melawan takdir dan mengikuti kata hati