Read More >>"> Mendadak Pacar (9) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mendadak Pacar
MENU
About Us  

-9-

 

Gue duduk sambil nempelin muka gue di atas meja. Biasanya pagi-pagi gini sebelom masuk, gue lagi becanda-becanda sama Asti. Tadi sebelom berangkat dia chat gue, lagi sakit katanya. Kok gue jadi khawatir gini ya sama dia? Asti itu jarang banget nggak masuk sekolah, apalagi gara-gara sakit.

"Hei, Asti mana Yo?" Tanya Rena yang tiba-tiba nyamperin gue.

"Sakit Ren."

"Ooh tumben, sakit apa dia?"

"Demam biasa katanya, tapi tetep aja khawatir."

"Perhatian banget ya kamu sama dia."

"Iya dong Ren, aku kan pacarnya." Gue terang-terangan ngebanggain diri sebagai pacarnya Asti di depan Rena? Gue ini kenapa sih?

"Iya, beruntung Asti punya pacar kamu." Kata Rena, gue cuma bisa bales pake senyuman.

"Loh, tumben Asti belom dateng Yo?" Tanya David yang baru dateng bareng Nia.

"Sakit katanya."

"Ooh, tengokin lah." Jawab David.

"Bawain bunga kek sekalian biar romantis, iya nggak Ren?" Sambung Nia.

"Hm." Jawab Rena sambil balik ke bangkunya.

"Vid, di D'Coffee masih jual hot chocolate kan? Udah jarang kesana gue."

"Masih Yo, enak tuh! Si Asti pasti suka."

"Bisa take away kan?"

"Ya bisa."

"Ya udah ntar balik sekolah gue kesana dulu, lu sama Jaka ke sana kan?"

"Pasti." Jawabnya singkat.

* * *

Nyampe di Dago, gue ngopi-ngopi dulu. Ke rumah Asti bisa agak sore lah, pikir-pikir udah agak lama juga gue nggak ngopi bareng David sama Jaka. Mungkin nanti kalo Asti udah sembuh, gue bakal ajak dia ke sini.

"Lah elu bukannya mau nengok si Asti? Malah ngopi!" Kata Jaka, tangannya masih sibuk chatting sama Wina.

"Bisa kali ngopi dulu bentar, masih siang juga." Kata gue.

"Awas loh, sore-sore macet." Kata David sambil minum macchiato-nya.

"Ah nggak bakalan. Eh iya Vid, tumben-tumbenan tuh tadi pagi si Rena nyapa gue."

"Tumben? Bukannya biasanya juga nyapa?"

"Seinget gue sih terakhir dia nyapa pas gue belom jadian sama Asti."

"Oooh." David terus saling melempar pandang sama Jaka.

"Kenapa lu berdua?"

"Gapapa." David ngangkat bahunya.

"Terus perasaan lu gimana pas dia nyapa elu?" Jaka nanya serius.

"Gimana ya? Aneh sih, nggak se-excited waktu gue masih single."

"Tapi tetep excited?" David nambahin.

"Ya itu yang gue bingung, susah ngejelasinnya. Pas Rena nyapa gue.."

"Elu malah kepikiran Asti." Jaka nyalip omongan gue.

"he-em." Gue ngangguk.

"Berarti elu udah mulai sayang sama dia." Kata David.

"Emang iya?"

"Yah, elu sama perasaan lu sendiri aja nggak peka, gimana mau peka sama perasaan orang lain?" Kata Jaka.

"Loh kok jadi ngomongin peka? Emang gue nggak peka sama perasaan siapa?" Gue makin bingung.

"Gini deh, kalo gue sama Jaka jelasin sekarang, Elu malah makin mumet. Mending lu buruan ke rumah Asti, ntar juga lu bakal yakin sama perasaan lu." David bilang.

"Ya ntar, kopi gue juga belom abis."

"Dan pada saat elu udah yakin sama perasaan lu, jangan dipendem-pendem lagi, bilang yang sejujurnya." Jaka mulai lagi.

"Ke Asti?" Tanya gue.

"Bukan, ke Yudhi! Ya iya lah ke Asti." Jaka mulai kesel, David ngakak nggak keruan.

"Bilang tentang penembakan itu?"

David sama Jaka diem sebentar, saling melempar pandang, terus minum kopinya masing-masing.

"Kalo menurut lu perlu, ya ceritain." Jaka nyimpen kopinya di atas meja.

"Menurut gue sih perlu, tapi abis itu jangan bohong-bohong lagi. Asti itu baik Yo, nggak pantes dibohongin." Kata David.

"Iya deh, liat situasi aja ntar gimana. Teh!" Gue manggil Teh Yuni.

"Tambah kopinya?" Tanya Teh Yuni sambil nyiapin catetan menu.

"Nggak deh, ngopi terus ntar mules. Pesen hot chocolate aja buat dibawa pulang, jangan lupa marshmallow-nya."

"Okee, kalian tambah apa?" Teh Yuni ngeliat Jaka sama David.

"Macchiato lagi." Kata David.

"Espresso lagi." Kata Jaka.

* * *

Ternyata David bener, jalanan macet banget, dan ini baru nyampe Simpang Dago. Kalo gue terusin lurus, macetnya non-stop. Belom lagi di jembatan Pasupati, terus di Pasteur, terus di Jalan Gunung Batu. Kalo gue pilih jalan satunya, macetnya sepanjang Jalan Siliwangi, terus berlanjut sampe Jalan Ciumbuleuit, terus di Cipaganti, biarpun ntar di Gegerkalong lumayan lancar, tikungan-tikungannya parah banget, belom lagi dua puluh tiga polisi tidur udah nunggu gue di kompleksnya Asti kalo gue lewat situ. Untungnya lampu merah di Simpang Dago lama banget, gue jadi bisa mikir cukup lama sebelom ngambil keputusan mau lewat mana.

Setelah gue pertimbangkan, kayaknya opsi lewat Pasteur lebih masuk akal. Gue pernah nyampe satu jam kena macet di Siliwangi, terus males juga ntar lewat polisi tidur. Akhirnya terjebaklah gue di jembatan Pasupati, padat merayap sampe ke Jalan Pasteur. Sempet lancar sebentar, eh macet lagi di Jalan Gunung Batu. Begitu gue nyampe rumah Asti, nggak sadar langit udah gelap. Gue pencet bel di sebelah pagar rumahnya, hampir kelupaan hot chocolate-nya. Nggak berapa lama kemudian nyokapnya bukain pintu, keibuan banget wajahnya.

"Assalamualaikum Tante, Astinya ada?"

"Wa'alaikumsalam. Ada, mari-mari masukin aja motornya." Jawabnya ramah, gue langsung masukin motor.

"Permisi Tante, saya Rio, temennya Asti. Mau jenguk, katanya Asti lagi sakit." Kata gue sambil cium tangan.

"Ooh temeeen? Hahaha Tante juga pernah muda kok." Katanya, sambil menepuk pundak gue. "Masuk masuk." Ramah banget nyokapnya.

Di dalem, sekilas gue liat foto keluarga Asti yang dipajang di dinding. Asti masih kecil di foto itu, lucu juga dia waktu kecil. Setau gue sih bokapnya udah nggak ada, sekarang tinggal Asti sama nyokapnya.

"Ti, ada yang jenguk nih." Kata nyokapnya di depan kamar Asti yang terletak di lantai dua.

"Hei." Kata Asti yang lagi tiduran.

"Tante tinggal dulu ya."

"Iya Tante." Gue senyum.

Gue duduk di samping tempat tidurnya Asti, gue usap keningnya. Mukanya pucat, nggak tega gue liat dia sakit kayak gini.

"Gimana keadaan kamu?"

"Udah mendingan kok, paling istirahat sehari lagi baru bisa sekolah lagi."

"Oh iya, aku bawain ini nih." Kata gue sambil ngangkat plastik berisi segelas hot chocolate.

"Asik, apaan itu?" Asti bangun.

"Pelan-pelan bangunnya. Ini hot chocolate, kamu pasti suka." Begitu gue pegang gelasnya, ternyata udah dingin. Kecewa banget lah gue, niatnya mau bikin Asti seneng, eh malah keburu dingin. Namanya juga hot chocolate, mana enak diminum dingin? "Aduh Ti, maaf udah keburu dingin. Tadi macet banget dijalan."

"Mana coba sini." Katanya sambil ngambil gelasnya dari tangan gue. Dia buka penutup gelasnya, keliatan disitu marshmallow-nya udah meleleh, nggak indah banget diliatnya. Dia senyum, terus diminumnya sedikit hot chocolate yang udah nggak hot tersebut.

"Udah nggak enak ya?" Gue jadi ngerasa bersalah banget. "Maaf ya Ti." Kata gue.

"Enak kok, aku suka, suka banget!" Asti senyum lebar banget.

"Kamu nggak marah?"

"Kenapa mesti marah? Kamu udah rela macet-macetan nengokin aku, terus bawain ini segala, kamu nyempet-nyempetin kesini juga aku udah seneng kok." Terus diminumnya lagi chocolate-nya.

Mungkin ini yang dimaksud Jaka sama David tentang yakin sama perasaan gue. Perasaan khawatir pas dapet kabar dia lagi sakit, perasaan takut dia marah, perasaan bersalah karena minumannya udah dingin, juga perasaan lega karena dia nggak marah. Baru gue sadar, sebenernya perasaan-perasaan tersebut muncul karena gue sayang sama dia. Gue yakin sekarang, gue nggak mau bohongin dia lagi. Gue mesti bilang semuanya, tentang Rena, tentang kejadian di lab. Tapi nggak sekarang, nggak pada saat Asti lagi sakit. Gue udah siap sama semua konsekuensinya, apapun itu. Dia bakal marah, sedih, kecewa sama gue, pasti. Tapi gue akan berusaha mati-matian buat memperbaiki kesalahan gue itu.

"Yang, sayaaaang..kok ngelamun?"

"Gapapa, aku cuma seneng aja liat kamu senyum. Seneng kamu suka sama minumannya."

"Ini beli dimana?"

"Di Dago, tempat nongkrong aku, Jaka, sama David."

"Nanti ajak aku ke sana ya, pengen aja minum yang masih anget."

"Pasti, nanti kalo kamu udah sehat aku ajak ke sana. Yang penting sekarang, kamu istirahat dulu."

"Iya." Katanya sambil ngabisin chocolate-nya.

"Ya udah deh aku pulang dulu ya, biar kamu bisa istirahat." Gue berdiri siap-siap pulang.

"Iya, ati-ati di jalan." Asti senyum.

"Pasti! Cepet sembuh ya sayang." Gue usap lagi kepalanya.

Dan itulah pertama kalinya gue ngucapin kata sayang pertama gue ke Asti. Matanya berkaca-kaca, terus dia senyum manis banget. Ada kata yang nggak terucap di wajah Asti, tapi gue ngerti perasaannya. Baru kali ini bajingan ini panggil sayang, iya gue tau gue bajingan. Dan gue janji, gue bakal lakuin apapun buat nebus semua kebohongan gue. Dimulai dari nyeritain tentang penembakan itu pas dia udah sembuh nanti.

* * *

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Rin17rin

    Mantap nih wajib dibaca

    Comment on chapter 1
Similar Tags
SERENITY
3      3     0     
Romance
Sejak kepergian kakaknya hidup Hera berubah drastis. Ia harus menerima kenyataan bahwa mama dan papanya harus bercerai. Hal ini membuatnya depresi dan ingin mati. Namun ditahun keenamnya duduk dibangku SMA ini, ada keajaiban yang datang kepadanya. Sosok Alena membuat Hera kembali menemukan rumah untuk pulang. Tetapi bisakah Alena dijadikan rumah? Dan siapakah Alena sebenarnya?
V'Stars'
13      6     0     
Inspirational
Sahabat adalah orang yang berdiri di samping kita. Orang yang akan selalu ada ketika dunia membenci kita. Yang menjadi tempat sandaran kita ketika kita susah. Yang rela mempertaruhkan cintanya demi kita. Dan kita akan selalu bersama sampai akhir hayat. Meraih kesuksesan bersama. Dan, bersama-sama meraih surga yang kita rindukan. Ini kisah tentang kami berlima, Tentang aku dan para sahabatku. ...
Lentera
9      5     0     
Romance
Renata mengenal Dimas karena ketidaksengajaan. Kesepian yang dirasakan Renata akibat perceraian kedua orang tuanya membuat ia merasa nyaman dengan kehadiran lelaki itu. Dimas memberikan sebuah perasaan hangat dan mengisi tempat kosong dihatinya yang telah hilang akibat permasalahan kedua orang tuanya. Kedekatan yang terjalin diantara mereka lambat laun tanpa disadari telah membawa perasaan me...
Trust
20      9     0     
Romance
Kunci dari sebuah hubungan adalah kepercayaan.
My Big Bos : Mr. Han Joe
1      1     0     
Romance
Siapa sih yang tidak mau memiliki seorang Bos tampan? Apalagi jika wajahnya mirip artis Korea. Itu pula yang dirasakan Fraya ketika diterima di sebuah perusahaan franchise masakan Korea. Dia begitu antusias ingin segera bekerja di perusahaan itu. Membayangkannya saja sudah membuat pipi Fraya memerah. Namun, apa yang terjadi berbeda jauh dengan bayangannya selama ini. Bekerja dengan Mr. Ha...
Waktu Itu, Di Bawah Sinar Rembulan yang Sama
2      2     0     
Romance
-||Undetermined : Divine Ascension||- Pada sebuah dunia yang terdominasi oleh android, robot robot yang menyerupai manusia, tumbuhlah dua faksi besar yang bernama Artificial Creationists(ArC) dan Tellus Vasator(TeV) yang sama sama berperang memperebutkan dunia untuk memenuhi tujuannya. Konflik dua faksi tersebut masih berlangsung setelah bertahun tahun lamanya. Saat ini pertempuran pertempuran m...
Temu Yang Di Tunggu (up)
136      20     0     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
Flower
3      3     0     
Fantasy
Hana, remaja tujuh belas tahun yang terjebak dalam terowongan waktu. Gelap dan dalam keadaan ketakutan dia bertemu dengan Azra, lelaki misterius yang tampan. Pertemuannya dengan Azra ternyata membawanya pada sebuah petualangan yang mempertaruhkan kehidupan manusia bumi di masa depan.
When Punkers Fall In Love
63      15     0     
Romance
Ric : Aku hanya seorang badboy dengan tangan kotor penuh noda. Apa mungkin dapat memetik mawar itu? Sekuntum mawar yang tumbuh di tepian jurang, dan tak seorang pun mampu meraihnya. Nai : Aku hanya seorang gadis buruk rupa. Apa mungkin pria tampan itu benar mencintaiku? Bukan sekedar menggoda, mengerjai, dan mempermainkan hatiku.
Sacrifice
42      13     0     
Romance
Natasya, "Kamu kehilangannya karena itu memang sudah waktunya kamu mendapatkan yang lebih darinya." Alesa, "Lalu, apakah kau akan mendapatkan yang lebih dariku saat kau kehilanganku?"