Read More >>"> The Reason (CHAPTER - 5) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Reason
MENU
About Us  

Denting piano mengalun perlahan dalam ruangan luas yang sepi. Sean menekan sembarang tuts. Tak ada nada khusus yang ia mainkan. Karena sebenarnya kegiatan saat ini hanya sebagai pelarian atas kebosanannya. Berbagai pikiran berseliweran di otak. Salah satunya tentang gadis itu.

Hangat tubuh Kinan yang berada dalam pelukannya semalam masih terasa hingga saat ini. Meski dalam kepanikan, tak dapat dipungkiri bahwa ia merasa hal yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, tepatnya perasaan nyaman yang selama ini selalu ia hindari. 
Wajah polos gadis itu, ketakutan dan kesedihannya saat mengingat kelakuan penjahat itu, raut panik saat tau benda berharganya hilang, berbagai ekspresi yang melintas silih berganti saat mereka bertemu beberapa saat lalu masih terekam kuat dalam memori Sean. 
Semua hal dalam diri Kinan membuatnya penasarannya.

Terdengar hela napas berat yang berbaur dengan nada piano. Jemari Sean masih bergerak di atas tuts. 

Ingatannya meloncat jauh ke belakang pada Kejadian 15 tahun lalu. Ketika ia membatu di hadapan kakeknya yang telah terbujur kaku. 

Alfred terkena serangan jantung ketika mengetahui kabar penyebab kematian kedua orang tua cucunya.
Hasil penyelidikan pihak kepolisian menyatakan jika kecelakaan itu terjadi karena ayah Sean mengemudi dalam keadaan mabuk. 
Lagi-lagi, Sean harus menyaksikan orang yang ia sayangi menghembuskan napas terakhir di hadapannya. 
Saat itu bahkan ia tak mampu menangis. Kesedihannya berubah menjadi kebencian yang amat sangat pada sosok yang ia sebut ayah. 
Bahkan ketika pria itu sudah mati, ia masih sanggup menghancurkan kebahagiaan putranya sendiri. 
Sean sangat membenci sesorang yang harus ia pangil ayah itu. Amat sangat membencinya.

Sejak saat itu, ia membekukan hati. Semua rasa cinta yang ia miliki ikut terkubur bersama jasad kakeknya. 

Permainan pianonya terhenti. Bahu tegapnya terkulai, ia meletakkan kepala di atas deretan tuts dengan mata terpejam. Kesendirian ini terasa menyesakkan. Selama ini ia sangup bertahan. Berusaha terlihat baik-baik saja. Namun kehadiran gadis itu dalam semalam berhasil mengusik kenyamanannya dalam kesendirian.
Ingatannya kembali pada Kinan. 

Tiba-tiba Dia merasa gelisah ketika mengingat wajah cantik gadis itu.

Getaran halus dari saku jeans membuyarkan semua pikiran dalam otaknya. Ia merogoh saku dan mengeluarkan ponsel, menempelkan benda pipih itu di telinga setelah mengeser ikon hijau di layar.

"Ya Al." Wajah lelah dan tersiksa yang tadi sempat mampir kini kembali datar tanpa ekspresi. 
"Saya sudah dapat bajunya." 
"Bawa kemari. Aku di tempat biasa." Setelah mengakhiri panggilan, Sean beranjak dari duduknya dan merapikan penampilan. Beberapa detik kemudian, Aland terlihat menghampiri. Ia sudah hapal tempat biasa yang dimaksud bossnya.
"Semoga baju ini cocok, Boss. Saya hanya mengira-ngira ukurannya dibantu karyawan butik." Aland nyengir sambil menyerahkan sebuah paperbag coklat merk terkenal. Seumur hidup baru kali ini ia membeli baju perempuan. 
"Thanks, Al." Tanpa perlu melihat isinya, Sean menerima pemberian Aland dan beranjak ke lantai dua. 

Sementara di kamar tamu lantai dua, Kinan membuka mata perlahan. Ia tertidur lelap setelah menenggak dua butir aspirin tadi pagi. Udara sejuk berhembus pelan dari pintu balkon yang terbuka. Pandangannya menyapu sekeliling. Ia berada di kamar besar berwarna putih. Ada nakas di samping ranjang king size yang ia tempati. Dengan sebuah lampu tidur dan segelas air minum tersedia disana. 

Kinan gadis itu menyibak selimut putih. Kakinya menapak permukaan karpet halus yang berwarna sedikit cream. Gorden di pintu balkon berkibar tertiup angin. 

"Kamar yang indah." Gumaman pelan terdengar dari bibirnya. Ia bermaksud mencari kamar mandi ketika sebuah sosok yang berdiri di depan pintu kamar mengalihkan perhatiannya.

"Kau.." Lagi-lagi perkataannya tertahan begitu menatap wajah tampan yang kini berjalan mendekat. Ekspresi dinginnya masih tetap sama seperti sebelumnya. 
Sean mengulurkan paperbag yang ia bawa. Matanya tak lepas memandang wajah cantik Kinan. Rasa gelisah itu kembali hadir. Tubuhnya terasa dingin. Mati-matian ia menjaga ekspresinya sedatar mungkin. 

"Terima kasih..." suara lembut gadis itu menyapu pendengarannya. Sebuah senyum tulus dari Kinan mengusik perasaannya. Tubuhnya sedikit bergetar, ketika jemari mereka bersentuhan saat Kinan mengambil paperbag. 

Tanpa berkata apapun, Sean berbalik. Bergegas ke kamarnya dengan tangan tekepal erat dan napas yang terasa sesak.

Sementara Kinan melanjutkan langkahnya ke kamar mandi dengan bermacam pertanyaan dalam hati. Satu hal yang sangat ingin ia ketahui, mengapa sikap Sean begitu dingin? 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Praha
4      4     0     
Short Story
Praha lahir di antara badai dan di sepertiga malam. Malam itu saat dingin menelusup ke tengkuk orang-orang di jalan-jalan sepi, termasuk bapak dan terutama ibunya yang mengejan, Praha lahir di rumah sakit kecil tengah hutan, supranatural, dan misteri.
Until The Last Second Before Your Death
279      219     4     
Short Story
“Nia, meskipun kau tidak mengatakannya, aku tetap tidak akan meninggalkanmu. Karena bagiku, meninggalkanmu hanya akan membuatku menyesal nantinya, dan aku tidak ingin membawa penyesalan itu hingga sepuluh tahun mendatang, bahkan hingga detik terakhir sebelum kematianku tiba.”
Bertemu di Akad
39      15     0     
Romance
Saat giliran kami berfoto bersama, aku berlari menuju fotografer untuk meminta tolong mendokumentasikan dengan menggunakan kameraku sendiri. Lalu aku kembali ke barisan mahasiswa Teknik Lingkungan yang siap untuk difoto, aku bingung berdiri dimana. Akhirnya kuputuskan berdiri di paling ujung barisan depan sebelah kanan. Lalu ada sosok laki-laki berdiri di sebelahku yang membuatnya menjadi paling ...
Surat Kaleng Thalea
36      15     0     
Romance
Manusia tidak dapat menuai Cinta sampai Dia merasakan perpisahan yang menyedihkan, dan yang mampu membuka pikirannya, merasakan kesabaran yang pahit dan kesulitan yang menyedihkan. -Kahlil Gibran-
Golden Cage
13      3     0     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Desider
5      5     0     
Short Story
"Kerinduan yang Mendalam"
Rasa Itu
4      4     0     
Short Story
injured
31      12     0     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
Dosa Pelangi
4      4     0     
Short Story
"Kita bisa menjadi pelangi di jalan-jalan sempit dan terpencil. Tetapi rumah, sekolah, kantor, dan tempat ibadah hanya mengerti dua warna dan kita telah ditakdirkan untuk menjadi salah satunya."
Raha & Sia
31      7     0     
Romance
"Nama saya Sia Tadirana. Umur 17 tahun, siswi kelas 3 SMA. Hobi makan, minum, dan ngemil. Sia nggak punya pacar. Karena bagi Sia, pacaran itu buang-buang waktu." *** "Perkenalkan, nama saya Rahardi. Usia saya 23 tahun, seorang chef di sebuah restoran ternama. Hobi saya memasak, dan kebetulan saya punya pacar yang doyan makan. Namanya Sia Tadirana." Ketik mereka berd...