Read More >>"> Lingkaran Ilusi (Hukuman) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lingkaran Ilusi
MENU
About Us  

"And then I met you, and slowly but all at once my whole world began to change," - R. M. Broderick


Clarissa melangkahkan kaki lebar-lebar di trotoar. Berkali-kali ia melirik jam tangan dan mengusap peluh di dahinya. Rambutnya yang dikuncir dua dengan pita berwarna biru tua berantakan dan lepek terkena keringat. Dia tidak lagi peduli dengan penampilannya yang sudah jauh dari kata rapi, saat ini yang terpenting adalah dia bisa sampai halaman fakultas tepat waktu.

Clarissa tiba di halaman fakultas tiga menit sebelum upacara pembukaan OSPEK dimulai. Dengan napas tersengal-sengal, ia berlari menuju aula utama yang memang sudah dipersiapkan bagi para mahasiswa baru untuk melaksanakan serangkaian kegiatan OSPEK di dalam ruangan.

Aula berukuran besar tersebut tampak sepi, hanya ada tas-tas yang milik para mahasiswa baru yang ditinggal si empunya ke lapangan untuk mengikuti upacara pembukaan. Clarissa meletakkan tasnya begitu saja di sebuah kursi kosong yang tidak jauh dari pintu masuk. Kemudian, berlari menuju lapangan yang sudah dipenuhi oleh barisan mahasiswa baru.

Tiga puluh menit berlalu, sejak upacara pembukaan OSPEK dimulai. Selama itu pula, Clarissa harus menahan perutnya yang keroncongan, ditambah lagi cuaca hari ini yang cukup terik. Lapar dan panas memang benar-benar kombinasi yang pas untuk membuat mood seorang Clarissa turun ke titik nol hanya dalam waktu beberapa menit.

Gadis itu berkali-kali menekuk lututnya, dan mengusap peluh di dahinya. Tiga puluh menit yang terasa seperti satu tahun. Gadis itu sudah tidak lagi peduli pada sambutan-sambutan yang disampaikan. Saat ini, ia hanya ingin duduk di dalam ruangan yang sejuk.

Namun, kasak-kusuk dari para mahasiswa baru berhasil mencuri perhatiannya. Clarissa memandang penasaran pada teman-temannya yang saling berbisik sembari melemparkan pandangan ke arah podium.

Gadis itu berjinjit, mencoba mencari tahu seseorang yang saat ini sedang menjadi topik pembicaraan para mahasiswi baru. Matanya menyipit sedikit, memfokuskan pandangan pada seorang pemuda yang berdiri di atas podium.

Untuk beberapa saat, gadis itu terpaku. Pemuda itu memiliki pesona yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Pemuda dengan jas almamater yang melekat pas di tubuhnya tersebut bersinar layaknya matahari. Mata gelap yang menyorot tajam, dan style rambutnya yang dibiarkan berantakan seolah menjadi daya tariknya.

Di akhir sambutan, pemuda itu melemparkan senyum simpul yang membuatnya semakin terlihat menarik. Ia turun dari panggung diiringi suara riuh tepuk tangan dari peserta upacara. Clarissa terdiam, tanpa berkedip memandang punggung pemuda itu.


Clarissa terbangun ketika seseorang menepuk punggungnya berkali-kali. Gadis itu menggeliat, bergumam tidak jelas pada Bima yang sudah mengganggu tidurnya.

"Clar, bangun!" Bima berbisik di dekat telinga Clarissa dengan nada gemas.

"Apasih, Bim?" Clarissa mendesah. Kelopak matanya mengerjap beberapa kali, menyesuaikan diri dengan cahaya silau yang mengenai matanya.

Suara berdeham dari seorang lelaki membuat mata gadis itu terbuka sepenuhnya. Clarissa mengangkat kepalanya dari atas meja, kemudian memandang ke arah tiga senior laki-laki yang berdiri di hadapannya.

"Sudah bangun, tuan putri?" tanya Fabian. Pemuda berambut cepak tersebut melemparkan tatapan menyindir, sembari mengetuk meja dengan jarinya beberapa kali.

Clarissa hanya menanggapinya dengan cengiran kecil, sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dalam hati, ia merutuki kebodohannya yang tertidur ketika penyampaian materi OSPEK sedang berlangsung. Lagipula, materi yang disampaikan benar-benar membosankan.

Clarissa menoleh ke arah Bima dan melemparkan tatapan memelas, seolah mengatakan 'tolongin gue'. Sementara, pemuda itu hanya menanggapinya dengan gedikan bahu tak acuh. Bima tampak sedang berusaha tidak terlibat dengan situasi saat ini. Sayangnya, bukan itu yang justru Clarissa lihat dari sikap Bima. Pemuda itu terlihat sedang menghindar dari tatapan mata seseorang, dan tentu saja itu bukan dirinya.

"Lo tahu kalau tidur di dalam kelas adalah suatu pelanggaran?" Bagas membuka suara, dan membuat Clarissa mengalihkan perhatian dari Bima. Pemuda berkaca mata itu masih tetap memasang wajah datar.

Clarissa mengangguk pelan.

"Lo tahu kan, setiap pelanggaran pasti ada konsekuensinya?" Bagas kembali bertanya, dan Clarissa hanya menanggapinya dengan anggukan. Diam-diam gadis itu merasa gemas dengan wajah Bagas yang sama sekali tidak berekspresi.

"Kalau gitu, lo harus kita hukum..." Fabian menggantung kalimatnya. Tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya melemparkan tatapan jahil pada Clarissa dan kedua temannya. "Lo harus foto sama ketua HMJ kita."

Mata lebar Clarissa memandang ke arah Fabian. Melemparkan tatapan memelas agar Fabian membatalkan hukuman tersebut. Sebenarnya, itu bukanlah hukuman yang sulit. Hanya saja, ia lupa membaca nama-nama susunan panitia OSPEK yang dikirimkan ke grup angkatan semalam. Jadi bisa dipastikan, ia bahkan tidak tahu nama ketua HMJ yang sekaligus menjadi ketua panitia OSPEK saat ini.

"Udahlah, Bi. Bebasin aja," Firza yang sejak tadi memilih diam dengan tangan menyilang di depan dada, akhirnya membuka suara.

Clarissa mengalihkan pandangan ke arah Firza.  Matanya menyipit, begitu ingat pemuda itu yang menjadi pusat perhatian saat upacara pembukaan tadi pagi.

"Kakak, ketuanya kan?" tanya Clarissa polos.

Firza menggeleng cepat, "Bukan, gue wakilnya."

Wajah Clarissa menekuk kecewa.

"Jadi, lo harus bisa dapatkan foto bersama ketua HMJ kita sebelum jam pulang nanti." Keputusan Fabian membuat wajah kusut Clarissa, semakin bertambah kusut.

Setelah mengatakan kalimat tersebut, Fabian mengajak kedua temannya untuk beranjak dari sana. Ia sama sekali tidak menghiraukan Clarissa yang melemparkan tatapan membunuh dari arah punggungnya.


Clarissa mendesah frustasi. Sudah hampir setengah jam ia berkeliling kampus untuk menemukan seseorang bernama Firza Juniandar, namun orang itu sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya. Berkali-kali ia mondar-mandir di depan ruang HMJ untuk mencari pemuda itu, namun sekali lagi ia harus menarik napas panjang. Tidak ada satu orang pun yang melihat keberadaan Firza di tempat itu sejak dua jam yang lalu. Bahkan, Fabian dan Bagas juga seolah menghilang tanpa jejak.

"Mereka pasti sekongkol buat ngerjain gue!" Clarissa menggertakkan gigi-giginya.

"Nggak mau tahu, lo harus temani gue sampai ketemu sama orang bernama Firza Juniandar!" Gadis itu melemparkan tatapan membunuh pada Bima.

"Kenapa lo nggak minta waktu mereka masih di kelas tadi sih, Clar?" Bima ikut mendesah frustasi.

Kakinya sudah terasa pegal karena menemani Clarissa berjalan berkeliling kampus selama empat puluh lima menit. Untung saja, para mahasiswa baru diberikan jam bebas selama satu jam setelah mengikuti serangkaian acara OSPEK yang sebagian besar diisi dengan pemberian materi.

"Mana gue tahu, kalau cowok itu namanya Firza? Mana ngakunya wakil ketua lagi!" Clarissa mendesis sebal.

"Lo kan bisa baca dari name tag dia."

Clarissa hendak menanggapi pernyataan Bima, namun matanya lebih dulu menangkap obyek yang sejak tadi dicarinya. Beberapa meter di depannya, Firza sedang berjalan dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku. Sesekali pemuda itu tampak tersenyum, pada beberapa mahasiswa yang menyapanya.

Segaris senyum lebar tersungging di bibir Clarissa. Ia berlari meninggalkan Bima begitu saja, tanpa menghiraukan sahabatnya yang berteriak kesal memanggil namanya. Masa bodoh dengan Bima. Dia hanya ingin segera mendapatkan foto Firza, dan menyelesaikan hukuman menyebalkan ini.

"Kak Firza, akhirnya ketemu juga!" Clarissa berteriak nyaring, tidak peduli pada beberapa pasang mata yang memandang ke arahnya.

Firza hanya terdiam di tempatnya, dengan raut wajah geli yang tidak dapat disembunyikan. "Jadi, lo udah ketemu sama ketua HMJ Ilmu Hukum tahun ini?"

"Udah. Kalau gitu, sekarang kita foto bareng," Clarissa menyerahkan ponselnya pada Bima, kemudian berjalan mendekati Firza.

Hanya beberapa detik, foto mereka sudah tersimpan di memori ponsel Clarissa. Setelah mengirimkan foto tersebut ke ponsel Firza sebagai tanda bukti, gadis itu tersenyum lega karena akhirnya berhasil menyelesaikan hukuman konyol yang didapatnya hari ini.

Clarissa mendongakkan wajah, hendak mengucapkan terima kasih. Namun, ia terpaku ketika mata segelap jelaga itu bertumbukan dengan mata cokelatnya. Ada gemuruh dalam dada, yang membuat jantungnya berdetak sekian kali lebih cepat.

"Kenalin! Nama gue Firza Juniandar, ketua HMJ Ilmu Hukum tahun 2016."

Firza melemparkan senyum lebar, lantas berlalu dari sana. Clarissa terkesima. Ia terdiam mematung di tempatnya. Tidak hanya penampilan pemuda itu yang memikat, ternyata segaris senyum pemuda itupun mampu menjadi obat sekaligus senjata pembunuh di waktu bersamaan.

Berlebihan. Tapi memang itulah kenyataannya. Firza memiliki senyum mematikan. Pemuda itu adalah perpaduan sempurna yang baru pertama kali ia lihat selama ini. Firza sudah berlalu dari tempatnya semula, namun bayangan wajah tampan pemuda itu masih belum menghilang dari kepala Clarissa. Suara lembut pemuda itu bahkan bergaung terus-menerus dalam kepalanya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
L for Libra [ON GOING]
100      9     0     
Fantasy
Jika kamu diberi pilihan untuk mengetahui sebuah kenyataan atau tidak. Mana yang kamu pilih? Sayangnya hal ini tidak berlaku pada Claire. Dirinya menghadapi sebuah kenyataan yang mengubah hidupnya. Dan setelahnya, dia menyesal telah mendengar hal itu.
Ethereal
16      7     0     
Romance
Ada cowok ganteng, imut, tingginya 173 sentimeter. Setiap pagi, dia bakalan datang di depan rumahmu sambil bawa motor matic, yang akan goncenging kamu sampai ke sekolah. Dia enggak minta imbalan. Dia cuma pengen lihat kamu bahagia. Lalu, ada cowok nggak kalah ganteng dari sebelumnya, super tinggi, cool, nyebelin. Saat dideket kamu dia sangat lucu, asik diajak ngobrol, have fun bareng. Ta...
Ellipsis
17      7     0     
Romance
Katanya masa-masa indah sekolah ada ketika kita SMA. Tidak berlaku bagi Ara, gadis itu hanya ingin menjalani kehidupan SMAnya dengan biasa-biasa saja. Belajar hingga masuk PTN. Tetapi kemudian dia mulai terusik dengan perlakuan ketus yang terkesan jahat dari Daniel teman satu kelasnya. Mereka tidak pernah terlibat dalam satu masalah, namun pria itu seolah-olah ingin melenyapkan Ara dari pandangan...
Back To Mantan
13      8     0     
Romance
"kenapa lagi.."tanya seorang wanita berambut pendek ikal yang dari tadi sedang sibuk dengan gadgetnya. "kasih saran.."ujar wanita disebelahnya lalu kemudian duduk disamping wanita tadi. lalu wanita sebelahnya mengoleh kesebelah wanita yang duduk tadi dan mematikan gadgetnya. "mantan loe itu hanya masa lalu loe. jangan diingat ingat lagi.loe harus lupain. ngerti?&...
Cinta Tau Kemana Ia Harus Pulang
59      22     0     
Fan Fiction
sejauh manapun cinta itu berlari, selalu percayalah bahwa cinta selalu tahu kemana ia harus pulang. cinta adalah rumah, kamu adalah cinta bagiku. maka kamu adalah rumah tempatku berpulang.
Hello, Troublemaker!
16      8     0     
Romance
Tentang Rega, seorang bandar kunci jawaban dari setiap ujian apapun di sekolah. Butuh bantuan Rega? mudah, siapkan saja uang maka kamu akan mendapatkan selembar kertas—sesuai dengan ujian apa yang diinginkan—lengkap dengan jawaban dari nomor satu hingga terakhir. Ini juga tentang Anya, gadis mungil dengan tingkahnya yang luar biasa. Memiliki ambisi seluas samudera, juga impian yang begitu...
Behind the Camera
21      8     0     
Romance
Aritha Ravenza, siswi baru yang tertarik dunia fotografi. Di sekolah barunya, ia ingin sekali bergabung dengan FORSA, namun ternyata ekskul tersebut menyimpan sejumlah fakta yang tak terduga. Ia ingin menghindar, namun ternyata orang yang ia kagumi secara diam-diam menjadi bagian dari mereka.
Kekasih Sima
4      4     0     
Short Story
Sebenarnya siapa kekasih Sima? Mengapa bisa selama lima tahun dicampakkan membuat Sima tetap kasmaran, sementara orang-orang lain memilih menggila?
Bintang Biru
26      5     0     
Romance
Bolehkah aku bertanya? Begini, akan ku ceritakan sedikit kisahku pada kalian. Namaku, Akira Bintang Aulia, ada satu orang spesial yang memanggilku dengan panggilan berbeda dengan orang kebanyakan. Dia Biru, ia memanggilku dengan panggilan Bintang disaat semua orang memanggilku dengan sebutan Akira. Biru teman masa kecilku. Saat itu kami bahagia dan selalu bersama sampai ia pergi ke Negara Gingsen...
Melting Point
79      20     0     
Romance
Archer Aldebaran, contoh pacar ideal di sekolahnya walaupun sebenarnya Archer tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan siapapun. Sikapnya yang ramah membuat hampir seluruh siswi di sekolahnya pernah disapa atau mendapat godaan iseng Archer. Sementara Melody Queenie yang baru memasuki jenjang pendidikan SMA termasuk sebagian kecil yang tidak suka dengan Archer. Hal itu disebabkan oleh hal ...