Read More >>"> When the Winter Comes (Antipati atau Peduli?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - When the Winter Comes
MENU
About Us  

*Hari ketiga masuk sekolah*

Siang yang terik, paparan cahaya telah menyilaukan mata Eva. Terik yang tepat berada di atas kepala Eva, membuat keringatnya tak lagi mampu dibendung. Peralatan lengkap telah melindungi tubuh Eva. Eva butuh perlindungan itu. Masker penutup hidung dan mulut, kacamata, dan jaket. Barang-barang itu sudah sangat melekat dengan kepribadian Eva, ia bagaikan seseorang yang hidup di tepi kutub. Tak ada yang memahami kenapa, semua akan memandang aneh tingkah Eva. Kronologinya terjadi ketika ia duduk di bangku kelas tiga SMP. Eva terdeteksi memiliki sebuah penyakit. Tak parah. Namun jika dipertahankan, maka akan membuat malu keluarga. Eva alergi terhadap sinar UV. Alhasil, akan timbul bercak putih layaknya jamur kulit di wajahnya. Eva merasa geli dengan itu. Suasana sekolah yang panas karena memulai pelajaran di jam 12 siang mendukung timbulnya bercak itu. Eva tak mampu memprotes dirinya. Mau tak mau, ia harus pergi ke sekolah dengan masker penutup hidung dan jaket untuk melindungi kulitnya. Lain lagi halnya kacamata, Eva terkena rabun jauh. Oleh karena itu, kacamata tak akan pernah bisa lepas dari matanya. Eva justru bersyukur, ia semakin terlihat manis dengan kacamata itu. Lingkar wajahnya yang kecil, pipinya yang sedikit tembem dan kulitnya yang sawo matang menambah tingkat kemanisan wajah Eva.

“Eva..” Eva tersentak, ia terbangun dari tidurnya.

“Berisik” Eva kesal, Ina telah membangunkan seorang panda manis berhibernasi.

“Belum juga mulai sekolah udah ngantuk aja kamu” Giliran Ina yang menoyor kepala Eva, itu membuat Eva dongkol. Walau sebenarnya jika dibandingkan Eva, maka jumlah toyoran Ina kepada Eva tak sebanding dengan jumlah berapa kali Eva menoyor Ina.

Eva merasa lelah, ia tak memiliki waktu istirahat sebelum masuk sekolah. Kerja kelompok menjadi benteng jam tidurnya. Jika tak ada kerja kelompok, Eva akan tidur sepanjang malam hingga siang. Eva mulai merasa pusing, jam tidurnya direnggut oleh Ina. Eva pun mengambil minyak aromatheraphy roll on yang selalu ia bawa dalam tasnya, Eva selalu suka aroma itu daripada minyak kayu putih. Otak Eva merasa mulai tenang, ia bisa mengontrol emosinya. Untung Ina sahabatnya, ia tak mungkin marah dengan sahabatnya hanya karena persoalan sepele mengenai dirinya. Mau bagaimana lagi, tak ada waktu untuk mereka mengerjakan tugas kelompok. Pulang sekolah hingga sore hari dan tak ada waktu di malam hari untuk mereka mengerjakan tugas kelompok. Nasib pelajar dengan gedung belum jadi, setidaknya kelas 10 ini adalah tahun terakhir Eva masuk siang. Di kelas 11 Eva akan masuk pagi.

“IIIHHHH..” Teriak Ina seraya memegang bahu Eva, mengguncangkan tubuhnya.

“Apaan sih…????” Ucap Eva panjang.

Gue baper” Singkat, namun mengingatkan Eva akan kejadian tadi pagi. Senyum Ina sangat merekah kala itu.

“Soal Nathan??” Eva berusaha meyakinkan apa yang ada di otaknya. Benar saja, Ina mengangguk.

Nathan adalah seorang badboy diangkatan Eva, ia sekelas dengan Eva. Ketampanan Nathan membuat ia sukses menjadi the most wanted sekolah, walau Nathan baru beberapa hari sah menjadi siswa SMA Nusa. Nathan selalu memberikan perhatian lebih kepada Ina, membuat seluruh kakak angkatan menggigit jari. Iri dengan keberuntungan Ina. Ina menyukai tindakan manis Nathan. Sayang, tak ada kepastian hubungan di antara mereka. Pagi ini saja wajah Ina dibuat memerah dengan tingkah Nathan karena ia membelikan Ina minuman tanpa bayar dan menggenggam tangan Ina, membiarkan Nathan memberikan kehangatan padanya.

“Eh tapi va, kok kamu pucat yaa?” Alwa menyela perbincangan Eva dan Ina. Entah sejak kapan Alwa disana, tapi Alwa pun turut menjadi saksi atas perlakuan Nathan kepada Ina. Ya, Alwa satu kelompok dengan Eva. Alwa kini menjadi rekan baik Eva dan mungkin akan menjadi sahabat Eva.

“Emang separah itu yaa?” Batin Eva. Eva benar-benar merasa pusing, ia tak sadar jika ia kini telah memucat.

“Gak papa kok..” Eva berusaha tersenyum, menutupi rasa sakit di kepalanya yang benar-benar telah menusukinya seperti jarum.

“Iya va, beneran pucat..” Ina mulai berbicara, raut wajahnya berubah menjadi kesedihan. Eva tak suka melihat sahabatnya bersedih, apalagi kesedihan itu karena dirinya.

“Gara-gara aku bangunin tadi yaa?? Maaf yaa” Ina menyesal, ia telah mengganggu rekannya hanya karena hal yang tak penting ia ucapkan. Hal yang hanya tentang kepentingan dirinya.

“Gak kok, kayaknya karena aku lapar aja. Aku tadi lupa makan.” Jawab Eva santai dengan wajah yang masih berusaha tersenyum.

“Kamu tadi gak pulang??” Alwa semakin panik.

“Panik sih panik, tapi nalar dong. Kalau gue gak pulang kan gak mungkin sekarang gue udah pakai baju sekolah.” Eva sedikit terkekeh dengan rekannya yang terlalu panik, walau keadaan Eva memang pantas dikhawatirkan.

“Yaudah ke kantin aja yuk, temenin gue makan.” Lanjut Eva dengan tangan yang telah memegang selembar uang sepuluh ribu, menempatkannya dalam-dalam ke saku bajunya.

“Ayo, aku juga mau makan.” Sambar Alwa yang susah berbekal sebotol minuman di tangannya.

“ Lah lu juga belum makan??” Tanya Eva yang kebingungan.

“Hehhhe..iya belum makan.” Alwa meraih tengkuknya, menggaruknya walau tak terasa gatal.

Eva berjalan ke kantin dengan bodyguard di kanan dan kirinya. Ina dan Alwa benar-benar seperti penjaganya. Tapi Eva sadar, itulah gunanya teman. Eva mengikuti irama langkah kaki kedua rekannya. Seketika Eva merasa kesal.

“Alwa” Panggil Eva.

“Hmm” Jawab Alwa singkat.

“Alwa”

“Hmm..”

“Alwa”

“APAAN SIH??” Alwa kesal dan risih dengan panggilan Eva.

“Ya kamu cuma ‘hmm..hmm..’ doang” Kesal Eva balik.

“Yaudah kenapa??”

“Bisa cepet gak jalannya?? Kita dari tadi gak sampai-sampai, padahal kantin sama kelas deket. Gue keburu lapar.” Pinta Eva yang merasa perutnya mulai memanggil.

“Ya aku pikir kamu sakit, jadi jalannya pelan-pelan aja.” Disini harap dimaklumi, kedua rekan Eva terlalu alim sehingga mereka lebih sering menggunakan -aku dan kamu- daripada menggunakan -lu dan gue-.

Tiba-tiba pandangan Eva terhenti, ia berdiri di dekat aula. Di seberang sana, kelas kakak antipati tengah menanti. Eva berusaha mengalihkan pandangannya dari kelas itu, namun ia tak mampu. Hatinya tetap mengarahkan matanya kepada kelas itu, mencari keberadaan kakak antipatinya di kelas XII IPA-1. Eva terkejut, mata Eva semakin melebar. Matanya serasa akan keluar dari kelopaknya. Kak Dimas baru saja datang dengan motor putihnya, memakai pakaian OSIS kebanggaannya. Eva menebak bahwa rumahnya pasti dekat dari sekolah, karena ia dengan cepat mengganti bajunya walau jam pulang sekolah kelas pagi baru saja berdering. Eva melebarkan langkahnya, berusaha mendahului kakak antipatinya. Tanpa memperdulikan rekannya di belakang, Eva menyelip.

“Aduh..”

Sebuah suara berhasil keluar dengan mulus dari pita suara Eva, Eva kini hanya bisa mengelus lengannya yang masih terasa ngilu karena menabrak sebuah tiang kayu taman sekolah, di dekat aula. Eva merasa malu sekaligus takut, jantungnya berdegub sangat kencang. Entah karena takut atau apa, jantung Eva benar-benar seperti jantung orang berlari.

“Maaf kak,saya gak sengaja soalnya buru-buru” Kata Eva yang merasa tak enak melihat wajah kak Dimas saat itu. Jujur, Eva juga tanpa sengaja mendorong dia hingga ia hampir saja terjatuh menabrak pembatas aula. Dengan sigap Eva menarik tangan Alwa dan Ina yang sedari tadi hanya tersenyum memandang Eva, Eva ingin segera pergi dari sana.

“TUNGGU!!” Teriak kak Dimas, entah mengapa suaranya kala itu sangat terdengar tegas. Tidak, mungkin itu bukan tegas melainkan amarah.

“Tunggu, ada yang nahan tanganku” Batin Eva yang merasa tangan kirinya di genggam seseorang. Eva pun hanya bisa celingukan melihat Alwa,namun kenyataannya Eva yang masih menggenggam tangan Alwa. Sedangkan Alwa sedang menarik tangan Ina, jadi bukan Alwa yang menggenggam tangan Eva. Eva sedikit menghujat dirinya dalam hati, satu kata yang menyadarkan otaknya: bodoh. Eva mengumpat setelah sadar bahwa tangan kirinya yang di tahan dan bukan tangan kanannya sedangkan Alwa ada di tangan kanan Eva. Tepat, itu pasti bukan Alwa.

“Muka kamu pucat, tangan kamu keringat dingin. Kamu sakit??” Tanya seorang pria yang saat itu pandangannya tepat di mata Eva, memandang Eva sangat dalam seakan terlukis rasa iba di matanya. Terlihat jelas dari mata itu bahwa ia menuntut balasan atas pertanyaannya. Tapi sepertinya penyakit aneh Eva kambuh yaitu ketika ia panik maka Eva akan pucat dan keringat dingin bahkan kini pusing dan mulas terasa menjalar ke otak dan perutnya.

“Hm.. Gak papa kok kak,cuma saya lapar aja tadi belum makan pas ke sekolah. Ini saya buru-buru karena mau makan bareng teman saya”

“Kamu beneran gak papa? Cuma itu alasannya?” Pertanyaan mematikan kak Dimas membuat Eva semakin bingung,gugup dan bertanya.

“duh..kok nanya mulu sih, kepo.” Batin Eva kala itu. Apa yang selanjutnya  Eva lakukan? Hanya mengangguk,itulah penyelamatnya kala itu.

“Jagain temannya yaa..” Ucap kak Dimas dengan penuh perhatian kepada Alwa.

“Iiiyyaa kak..” Jawab Alwa ragu.

“Kalau dia masih pucat atau keadaannya semakin menurun kabarin aja ke saya atau kalau gak DM aja ke Instagram saya” Lanjut kak Dimas dengan nada yang cukup khawatir.

“Gak bakal kak..paling bentaran udah membaik, lagi nervous aja..” Balas Ina dengan senyuman yang menurut Eva sebagai suatu ledekan untuknya, Eva pun hanya bisa mencubit jari Alwa yang masih Eva genggam sedari tadi. Alwa pun dengan cepat memberi respone Eva kepada Ina seakan aliran listrik yang menjalar melalui kabel.

“Hati-hati yaa lain kali dek.. Oh ya, buruan makan aja va karena bentar lagi masuk kelas” Ucap kak Dimas pada Eva, ia tak menyangka kak Dimas akan seperduli itu. Eva pun tersadar, tadi kak Dimas memanggil Eva dengan kata “va”. Berarti dia mengenal Eva. Tapi sejak kapan dan dimana, Eva masih mencari tahu dalam otaknya.

“Ya sudah, permisi” Kata kak Dimas yang lantas melepas tangan Eva dan pergi, terlihat gerak-geriknya yang salah tingkah.

Eva menerjabkan matanya berkali-kali, ia berusaha mencari kesalahan pada matanya. Seakan mimpi, seorang ketua OSIS yang dikagumi banyak siswi baru saja memberi perhatian padanya. Seorang antipati, kini perduli padanya.

“Ciee..kak Dimas care tuh,secara live lagi” Ina menyela, ia memecah kesunyian di antara mereka. Berusaha membungkam mulut Eva dan Alwa yang tengah menganga melalui kata-kata.

“Apaan sih?? Udah ayo,aku lapar.” Eva segera menarik tangan Alwa, rasa laparnya kembali muncul setelah detakan jantungnya mulai normal seiring kepergian kak Dimas dari hadapan mereka.

                                                     

Dimas tergesa-gesa memasuki kelasnya, memandang ke arah Farhan yang tengah bersiap untuk pulang. Farhan baru saja menyelesaikan tugas piket di kelasnya, ia terkejut melihat Dimas yang berkeringat seakan anjing baru saja mengejarnya.

“Han, gue bego banget, sumpah” Dimas masih berkeringat, tangan kirinya menunjukkan jari tengah dan telunjuknya. Suatu tanda bahwa ia berani bersumpah akan perkataannya. Tangan kanannya, ia hanya mampu memegang dadanya. Merasakan detakan kasar jantungnya.

“Santai bro, perasaan kelas kita pakai AC. Kenapa lu keringetan?” Tanya Farhan yang sudah memegang sekotak tissue, mengelapkan tissue itu ke wajah rekannya yang benar-benar mulus dengan rahangnya yang tegas.

“Hih, lu ngapain sih? Jijik gue, geli..” Dimas menghempas tangan Farhan yang membersihkan wajahnya dengan tissue.

“Lah gue care ke elu salah, gue gak perduli ke elu salah. Terus gue harus gimana, mas?” Farhan menghentak-hentakkan kakinya, sengaja mengubah nadanya seperti seorang wanita yang menggoda saat Farhan berucap kata ‘mas’.

Lu manggil gue gitu lagi, gue pecat lu dari wakil OSIS.” Geram Dimas pada sahabatnya yang sedang melawak dan berusaha membuatnya tenang. Ia pasti akan tertawa jika situasi jantungnya tak seperti saat itu.

“Nah ‘kan salah lagi.. Tapi ngomong-ngomong percuma lu pecat gue, gue udah mau pensiun juga.” Farhan sadar, jabatannya di OSIS akan kedaluwarsa. Sedangkan Dimas, ia sudah mulai naik pitam dengan sahabatnya.

“Eh iya-iya.. sabar mas, jelasin deh masalah lu.” Farhan terkekeh, ia mulai mundur apabila melihat tangan Dimas yaang sudah mengepal.

“Tadi gue ketemu Eva, mukanya pucet banget”

“Terus?”

Gue khawatirlah, jadi gue respone langsung megang tangan dia. Tapi malah gue yang berdebar natap matanya.”

“Segitunya yaa aura Eva buat lu” Farhan menepuk pundak Dimas.

“Bukan masalah itu aja han..” Sambung Dimas, masalahnya belum selesai.

“Banyak banget masalah lu?” Farhan merasa heran dengan rekannya itu, masalahnya sungguh rumit.

“Dayah ngelihatin gue tadi.”

*Deg*

Farhan yakin, itu yang namanya masalah. Benar-benar masalah. Farhan lupa bahwa saat ini Dimas masih menjadi kekasih Dayah. Penyebabnya karena Farhan sendiri.

Gue lupa lu masih ada hubungan sama Dayah” Farhan menggaruk tengkuknya.

Lu sih buat dia nangis, udah tau gue gak tegaan.” Dimas mulai menyesal, tak pernah ada kebahagiaan di hatinya saat menjalin hubungan dengan Dayah.

“Ya lu juga kenapa nembak dia.” Mereka saling menyalahkan, mengingatkan mereka akan suatu kronologi.

Flashback on

*Seminggu setelah ujian akhir semester*

Dayah, seorang gadis yang dianggap Farhan hanya sebagai sahabat. Melalui panggilan via line, di seberang sana Dayah harap-harap cemas menunggu jawaban. Farhan hanya menganggap Dayah sebagai rekannya dari SMP dan tidak lebih. Jawaban singkat dari Farhan, namun terdengar suara parau di seberang sana. Farhan merasa tak tega mendengar suara Dayah, tapi bagaimana lagi, hatinya tak ada sedikit benih rasa untuk Dayah. Cinta bukan hal yang pantas dipaksakan, itulah batin Farhan kala itu. Satu kata yang Farhan sadari: kecewa. Ya, Dayah pasti sangat kecewa padanya.

Terdengar dering dari ponsel Dimas. Dimas yang sedang asyik memainkan game di laptopnya, terpaksa menghentikan permainannya.

“Hal..” Belum sempat Dimas menyapa dan menyelesaikan kata ‘halo’ dari mulutnya, Dimas terkejut mendengar tangisan wanita.

“Hiks..hiks.. Mas, gue butuh lu..”

“Kenapa? Dayah, lu nangis?” Dimas panik, sahabatnya itu menangis. Dayah yang selalu tertawa seakan rapuh kala itu.

Lu tau ‘kan gue selalu berharap sama Farhan? Dan tadi gue nelpon dia, gue ungkapin semua isi hati gue tapi dia nolak gue.” Masalah lelaki dan cinta, entah mengapa Dimas tak terlalu tertarik dengan itu. Tapi yang membuat Dimas terkejut, Dayah mengungkapkan isi hatinya pada Farhan, sahabatnya sedari SD.

Lu nembak dia?” Tanya Dimas heran. Ia tak habis pikir mengenai jalan pikir seorang wanita.

“Bisa.. hiks.. dibilang gitu” Ucap Dayah dengan tersenggal-senggal, nafasnya masih sulit untuk di kontrol.

Dimas bimbang, di satu sisi Dayah adalah rekannya sedari SMP. Dimas tak tega melihat rekannya menangis. Tapi sebagai seorang lelaki, Dimas membela Farhan. Ia tahu bahwa Dayah menyukai Farhan tapi ia juga tak bisa memaksa Farhan yang sama sekali tak memiliki rasa pada Dayah. Lagipula Dayah seorang wanita, bukan haknya untuk mengungkapkan rasa. Jika Dayah bukan rekannya, maka pasti ia akan menyebut Dayah ‘wanita murahan’

*Huft..*

Helaan nafas yang panjang dari Dimas, ia juga merasakan kesesakan yang sama dengan Dayah. Ia berusaha memposisikan diri sebagai Dayah dan Farhan, mencari kesalahan antara keduanya. Tapi keduanya imbang, keduanya salah dan juga benar.

“Gini aja deh.. Dayah, lu mau gak jadi cewek gue?” Dengan santai Dimas menyebutkannya, melafaskannya tanpa beban. Tak memikirkan bagaimana soal dirinya untuk masa yang akan datang.

“Mas, lu…” Dayah tercekat, ia tak menyangka rekannya akan mengucapkan hal itu.

“Kita sama-sama gak punya rasa sekarang, tapi lu bisa anggap gue apa aja. Setidaknya, label ‘jomblo’ udah gak ada dari hidup lu.” Dimas menjelaskannya, berusaha mencari jalan keluar untuk rekannya dan menenangkan rekannya itu.

“Gak perlu kasihan ke gue mas..” Jawab Dayah singkat, ia masih sedikit terisak.

“Kalau lu gak mau gue kasihani, yaa gak usah nelpon gue..” Batin Dimas singkat dan cukup kesal.

“Udah gak papa, ‘kan gue ngomongnya lu jadi ‘cewek’ gue. Jadi, terserah lu mau jadi cewek apa buat gue. Bisa adik, kakak, mamak gue, nenek gue atau tante gue atau lu mau nganggap gebetan juga gak papa.” Jelas Dimas mempertegas maksudnya.

“Jadi, lu mau gak? Terserah lu aja sih..gue gak maksa.” Dimas santai, kali ini tangannya melanjutkan permainan yang sempat terhenti di laptopnya.

“Iya, gue mau..” Setelah sekian lama berpikir, Dayah menjawabnya.

Flashback off.

Dimas masih ingat benar perkara itu, ia dulu merasa yakin bahwa ia tak akan dipertemukan lagi dengan Eva. Takdir ternyata berkata lain. Ia dipertemukan dengan cinta pertamanya.

Gue harus gimana,han..” Dimas menarik rambutnya, melampiaskan kegeramannya pada dirinya sendiri. Farhan hanya terdiam, ia merasa bersalah. Karenanya, Dimas jadi tersangkut paut dalam masalah.

“Dayah makin lama makin nunjukin gerak-geriknya kalau dia mulai suka sama gue..” Dimas yakin mengatakan itu, mengingat perhatian Dayah yang akhir-akhir ini berubah padanya.

“Cuma satu cara, mas.. Lu harus milih antara Dayah atau Eva. Ini saatnya lu mentingin diri lu, bukan orang lain. Lu punya kepastian soal hubungan sama Dayah, tapi lu gak pernah bahagia. Sedangkan Eva, tanpa kepastian hubungan justru dia bisa buat lu bahagia. Gue kira kata-kata itu bisa jadi pedoman buat lu milih.” Jelas Farhan. Singkat, namun memberi secarik celah pada Dimas. Walau hati Dimas terasa sesak dan bimbang, namun ia benar-benar harus memilih.

“Oya satu lagi, gue mau pulang dulu ganti baju buat rapat OSIS. Dan jalan lu perhatiin Eva kayak yang barusan lu ceritain, itu udah tepat. Lu ngasih celah untuk buka hatinya Eva.” Farhan meraih tasnya, memantapkan langkah. Meninggalkan Dimas sendiri, menyelesaikan masalahnya. Meninggalkan jejak saran di kelasnya, XII IPA-1.

 



----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

 

“Kamu seorang antipati bagiku, tapi mengapa sikapmu terlalu peduli padaku? Siapa aku bagimu? Mengapa rasanya ada sesuatu yang berbeda darimu untukku? Sebenarnya, kau itu antipati atau peduli? Namun,satu hal yang ku pelajari darimu, mengasihi walau seseorang membencimu.”

--Eva—

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (60)
  • turinahrohibbah

    Duh gila. Keren banget ini mahhh

    Comment on chapter Prolog
  • maratus1234

    Wah, baru nemu nih cerita korea tapi ada unsur misterinya. KEREN

    Comment on chapter Prolog
  • Ahraahn221

    Huaa, gila. Keren banget. Berasa nonton drama korea ini maahhh

    Comment on chapter Prolog
  • Arrachung21

    Duh, inikah namanya jatuh cinta pada pandangan pertama? Hehe, aku suka banget ama ini ceritaaaaaaaa

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    @kimmie912 Iya kak, makasih

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    @Kangchi77 Iya, makasih kak

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    @nananggg Makasih kak :)

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    @AriffRahman Makasih kak :D

    Comment on chapter Prolog
  • AriffRahman

    Kereeeennnnnn keren banget ceritanya. Berasa nonton KMis. Korean mystery.

    Comment on chapter Prolog
  • nananggg

    Kereeeeeenn

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
krul
88      59     0     
Action
perjalan balas dendam seorang gadis yang berujung dengan berbagai kisah yang mengharukan,menyedihkan,menyakitkan,dan keromantisan,,,
Novel Andre Jatmiko
159      71     0     
Romance
Nita Anggraini seorang siswi XII ingin menjadi seorang penulis terkenal. Suatu hari dia menulis novel tentang masa lalu yang menceritakan kisahnya dengan Andre Jatmiko. Saat dia sedang asik menulis, seorang pembaca online bernama Miko1998, mereka berbalas pesan yang berakhir dengan sebuah tantangan ala Loro Jonggrang dari Nita untuk Miko, tantangan yang berakhir dengan kekalahan Nita. Sesudah ...
Sahara
380      136     0     
Romance
Bagi Yura, mimpi adalah angan yang cuman buang-buang waktu. Untuk apa punya mimpi kalau yang menang cuman orang-orang yang berbakat? Bagi Hara, mimpi adalah sesuatu yang membuatnya semangat tiap hari. Nggak peduli sebanyak apapun dia kalah, yang penting dia harus terus berlatih dan semangat. Dia percaya, bahwa usaha gak pernah menghianati hasil. Buktinya, meski tubuh dia pendek, dia dapat menja...
Bintang Biru
73      38     0     
Romance
Bolehkah aku bertanya? Begini, akan ku ceritakan sedikit kisahku pada kalian. Namaku, Akira Bintang Aulia, ada satu orang spesial yang memanggilku dengan panggilan berbeda dengan orang kebanyakan. Dia Biru, ia memanggilku dengan panggilan Bintang disaat semua orang memanggilku dengan sebutan Akira. Biru teman masa kecilku. Saat itu kami bahagia dan selalu bersama sampai ia pergi ke Negara Gingsen...
Move On
7      7     0     
Romance
"Buat aku jatuh cinta padamu, dan lupain dia" Ucap Reina menantang yang di balas oleh seringai senang oleh Eza. "Oke, kalau kamu udah terperangkap. Kamu harus jadi milikku" Sebuah awal cerita tentang Reina yang ingin melupakan kisah masa lalu nya serta Eza yang dari dulu berjuang mendapat hati dari pujaannya itu.
Melihat Mimpi Awan Biru
39      15     0     
Romance
Saisa, akan selalu berusaha menggapai semua impiannya. Tuhan pasti akan membantu setiap perjalanan hidup Saisa. Itulah keyakinan yang selalu Saisa tanamkan dalam dirinya. Dengan usaha yang Saisa lakukan dan dengan doa dari orang yang dicintainya. Saisa akan tumbuh menjadi gadis cantik yang penuh semangat.
Kamu!
14      6     0     
Romance
Anna jatuh cinta pada pandangan pertama pada Sony. Tapi perasaan cintanya berubah menjadi benci, karena Sony tak seperti yang ia bayangkan. Sony sering mengganggu dan mengejeknya sampai rasanya ia ingin mencekik Sony sampai kehabisan nafas. Benarkah cintanya menjadi benci? Atau malah menjadikannya benar-benar cinta??
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
253      125     0     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.
ALUSI
103      37     0     
Romance
Banyak orang memberikan identitas "bodoh" pada orang-orang yang rela tidak dicintai balik oleh orang yang mereka cintai. Jika seperti itu adanya lalu, identitas macam apa yang cocok untuk seseorang seperti Nhaya yang tidak hanya rela tidak dicintai, tetapi juga harus berjuang menghidupi orang yang ia cintai? Goblok? Idiot?! Gila?! Pada nyatanya ada banyak alur aneh tentang cinta yang t...
Bertemu di Akad
72      32     0     
Romance
Saat giliran kami berfoto bersama, aku berlari menuju fotografer untuk meminta tolong mendokumentasikan dengan menggunakan kameraku sendiri. Lalu aku kembali ke barisan mahasiswa Teknik Lingkungan yang siap untuk difoto, aku bingung berdiri dimana. Akhirnya kuputuskan berdiri di paling ujung barisan depan sebelah kanan. Lalu ada sosok laki-laki berdiri di sebelahku yang membuatnya menjadi paling ...