Read More >>"> When the Winter Comes (Satu Sama) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - When the Winter Comes
MENU
About Us  

 

Seperti biasanya Reina bangun lebih awal dari penghuni rumah lainnya. Cewek satu itu sedang sibuk membersihkan lantai. Tubuh mungil membungkuk untuk mengepel kolong meja makan. Sesekali dia menggeser kursi-kursi kayu yang menghalangi kegiatannya.

Tak ada lagi tangisan darinya, yang ada hanya nyanyian riang yang keluar dari bibir mungilnya. Lupa! Bahwa dirinya semalaman menangis seorang diri. Lupa! Bahwa lukanya kian melebar.

Reina berdiri lalu merapikan kembali kursi-kursi itu. Dia sudah selesai mengepel lantai, dibawanya peralatan pel itu ke ruangan khusus yang berada di bagian belakang rumah, lebih tepatnya di samping kanan dapur.

Setelah memastikan semuanya kembali pada tempatnya, Reina mengambil keranjang berisi pakian kotor. Satu persatu pakaian itu masuk ke dalam mesin cuci, lalu memisahkan pakaian berwana putih dan memasukkanya kedalam mesin cuci yang berbeda.

Waktu masih nunjukan pukul lima lewat empat puluh lima. Sambil menunggu mesin cucinya berhenti berputar, Reina kembali ke rumah mungilnya. Dia mengambil seragam yang menggantung sebelum masuk ke dalam kamar mandi dan memakainya.

Sepeluh menit dia habiskan untuk mandi dan berisap, kini Reina sudah menggendong tas punggungnya yang berwarna biru muda. Cewek itu kembali ke rumah utama, dia melihat bi Sumi yang baru pulang dari pasar.

“Bi cuciannya masih ada di mesin, tolong beresin ya bi. Aku mau berangkat.” tutur Reina sebelum ke sekolah.

“Iya, nanti si mbok yang beresin,” bi Sumi mengambil kotak bekal berwarna biru. “Ini buat non Reina, jangan lupa di makan ya.”

“Makasih ya bi,” Reina mengambil bekal dari bi Sumi. Dia tersenyum karena setidaknya bi Sumi masih mau berbicara dengannya. Masih sangat perhatian padanya. “Aku berangkat bi, Assamu’alaikum.”

Hari ini Abdi tidak bisa menjemputnya. Cowok itu izin selama tiga hari untuk tidak sekolah karena ada urusan keluarga. Reina sebenarnya sedikit keberatan, karena itu artinya dia harus kembali mengeluarkan uangnya untuk ongkos. Sedangkan dia sendiri harus selalu berhemat.

Baru saja kakinya keluar dari gerbang rumahnya, tiba-tiba otak cantiknya yang tidak cerdas itu menemukan sebuah ide yang membuatnya menjadi merasa lebih cerdas. Dengan langkah pasti Reina melangkahkan kakinya menuju suatu tempat. Cewek itu tidak bisa berhenti tersenyum ketika membayangkan reaksi orang yang akan segera dia temui.

Dengan berjalan kaki dan tak butuh waktu lama kini Reina sudah berdiri di depan pintu rumah Riga. Dia sedang menunggu pintu itu terbuka.

Kleek

“Lo?!”

“Hai Raja Singa!”

Ingin sekalinya Riga segera menutup pintu itu, namun apalah daya ketika Alexa sudah berdiri di sampingnya dan mempersilahkan Reina masuk. Dengan berat hati Riga membiarkan Reina masuk, cewek itu tersenyum penuh kemenangan apalagi ketika Alexa dengan bahagianya mengajak Reina untuk sarapan bersama. Kedatangan Reina bagi Riga seperti kedatangan sebuah mimpi buruk.

Dia ingin segera bangun dari tidurnya. Apalagi saat melihat Reina yang tersenyum manis pada mamanya. Apa? Manis? Ya.. Riga mengakui hal itu, mengakui bahwa dirinya baru menemukan senyuman semanis Reina.

Dulu pernah, tapi itu senyuman bayi. Anak dari adik mamanya. Entahlah, Riga sendiri tak mengerti mengapa dirinya diam-diam menikmati senyuman Reina yang selalu berhasil membuatnya kesal.

“Nih, tante buat nasi goreng seafood kesukaanya Riga.” Alexa menyodorkan sepiring nasi goreng untuk Reina yang sudah duduk manis di meja makan.

“Terimakasih tante,” ucap Reina dengan senyuman mengembangnya. “Papanya Riganya ke mana tante?”

“Masih ada kerjaan di luar, lusa mungkin sudah pulang.” Alexa ikut duduk di meja makan berhadapan dengan Reina. Wanita itu merasa sangat senang akan keberadaan Reina di dekatnya, terutama di dekat Riga.

Berbeda halnya dengan anaknya, Riga dengan wajah datarnya terlihat tidak tertarik sedikitpun dengan kehadiran Reina. Cowok itu lebih tertarik menghabiskan sarapannya, dari pada harus meladeni cewek cerewet itu.

“Jadi tujuan aku ke sini itu sebenarnya mau nebeng sama Riga, tante. Biasanya aku berangkat sama Abdi sepupu aku, tapi hari ini sampai dua hari ke depan dia gak masuk. Ada urusan keluarga.”

“Itu bagus, jadi Riga ada temennya ke sekolah. Tante udah bosan lihat di sendiri terus.”

“Hihihi... Riga emang belum pernah pacaran?”

“Jangankan pacaran, temen aja dia gak punya.”

Reina memperhatikan Riga yang duduk di ujung meja makan, cowok itu tetap terlihat lebih menggemaskan di mata Reina ketika wajah datarnya itu berganti dengan raut kesal yang luar biasa.

“Riga kalau lagi kesel gitu jadi kelihatan ngegemesin.” ucap Reina tulus, tapi ucapannya itu berdampak buruk bagi Riga.

Uuhuuk uuhkkk

Reina panik melihat Riga yang tersedak, dengan cepat dia menyodorkan segelas air putih untuk Riga. Reina juga menepuk-nepuk lembut punggung cowok itu. Dia merasa sedikit bersalah karena sudah membuat Riga terlihat tersiksa.

“Baru di bilang ngegemesin udah salah tingkah aja.” seloroh Alexa yang tetap terlihat tenang di tempatnya. Hatinya tersenyum melihat sang putra salah tingkah seperti itu. Hal yang baru pertama kali Alexa temukan dalam diri Riga.

Riga menepis menjauh tangan Reina yang masih menepuk-nepuk punggungnya. Cowok itu menatap tajam Reina untuk sesaat sebelum dia beranjak pergi tanpa mengucapkan apa-apa pada Alexa. Hal itu membuat Reina terkejut, dengan cepat dia mengambil tasnya.

“Tante aku pamitnya, terimakasih buat sarapannya.” ucap Reina tergesa. Cewek itu mengikuti langkah Riga yang keluar dari rumah. Sementara itu Alexa terkekeh melihat tingkah dua remaja itu.

“Pagi yang indah,” ucap Alexa pada dirinya sendiri. Alexa tetap di meja makan menikmati sarapannya tidak ingin melihat apa yang terjadi di luar rumahnya.

Sementara itu di halaman rumah besar itu Reina menatap bingung melihat Riga yang mengabaikan motornya. Padahal motor besarnya itu sudah terparkir siap untuk membawanya ke sekolah. Reina terus memperhatikan Riga yang kini membuka pintu garasi, cowok itu masuk ke dalam mobil hitam miliknya.

“Mau ikut gak lo?!” tanya Riga dengan sedikit membentak.

“Gak naik motor?”

“Ikut gak!?”

“Eh, iya! Ikut.” dengan cepat Reina masuk ke dalam mobil. Cewek itu duduk manis di samping Riga yang sudah mulai menjalankan mobilnya. Menganggung Riga seakan menjadi kesenangannya. Reina bahkan tak berniat untuk berhenti mengganggu cowok itu.

***

Dengan terburu-buru Reina menuju toilet. Sesuatu di bawah sana sudah sangat mendesak minta dikeluarkan. Dua menit lagi bel tanda masuk berbunyi, tapi Reina tak peduli. Dalam otaknya saat ini adalah toilet. Namun, tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh seseorang. Reina dibawa ke sebuah lorong sempit dekat toilet.

“Duh, apaan sih main tarik-tarik aja?” kesal Reina pada seseorang yang baru saja menarik paksa dirinya.

“Eh, ngapain lo tadi sama Riga?” tanya seorang siswi yang baru saja menarik tangannya. Sesaat Reina memperhatikannya. Rambut hitam panjang, mata bulat yang dihiasi bulu mata nan lentik, bibir yang tebal membuat cewek itu terlihat sangat seksi.

Tapi, di mata Reina siswi tersebut sangat menyebalkan.

“Ngomongnya nanti aja ya, gue mau ke kamar mandi. Serius gue udah gak tahan.” secepat kilat Reina pergi meninggalkan cewek itu. Tentu saja hal itu membuat Tiara geram bukan main.

Seakan tak ingin membuang waktu lagi, Tiara turut melangkahkan kakinya menuju toilet. Cewek paling cantik satu sekolahan itu tentu saja tak terima jika Riga bersama gadis lain yang menurutnya tak lebih cantik darinya. Ego Tiara tersentil ketika Riga memilih dekat dengan Reina dibandingkan dirinya.

Sebagai cewek yang dinyatakan paling cantik satu sekolahan tentu saja membuat Tiara tentu saja tak rela jika pamornya harus dikalahan oleh Reina. Beberapa teman Tiara menyinggung soal Reina yang dekat dengan Riga, sedangkan dirinya tidak.

Tiara memperhatikan sekelilingnya, aman. Seluruh siswa sudah berada di kelas masing-masing, kini saatnya dia memberikan sedikit pelajaran untuk Reina. Tiara mengangkat sedikit kepalanya ketika melangkah masuk ke dalam toilet. Pintu-pintu bilik yang tidak dipakai itu terbuka, kecuali satu karena di dalamnya ada Reina.

Dengan sabar Tiara menunggu Reina keluar, cewek itu menyandarkan punggungnya pada washtafel marmer sambil memainkan kuku-kukunya yang dicat merah muda. Sebenarnya pihak sekolah sudah meneggur Tiara, tapi itu seperti angin lalu. Tak pernah di dengarkan.

“Ah, lega,” ucap Reina begitu dia keluar dari salah satu bilik di dalam toilet. “Eh? Lo bukannya tadi yang narik gue ya? Ada urusan apa sama gue?” tanya Reina dengan entengnya. Cewek itu membuka kran untuk mencuci tangannya.

“Gak usah basa-basi! Gue peringatkan, jangan deket-deket sama Riga! Dia punya gue.”

Reina membuka kedua telapak tangannya di bawah mesin pengering. “Oh ya?”

“Lo gak percaya sama gue?”

“Enggak,” Reina sudah selesai mengeringkan tangannya. Cewek itu hendak melangkah, namun langkahnya terhenti ketika dengan kasarnya Tiara menarik rambut panjangnya. “Aw! Sakit, lepasin!”

“Jauhin Riga atau gue akan berbuat lebih ke lo!”

Sebenarnya Reina sangat tidak suka kekerasan dalam bentuk apapun, tapi kali ini dia harus melakukannya. Selain karena dipancing lebih dulu oleh Tiara yang menarik rambutnya, cewek itu juga ingin membuat Tiara kapok. Secepat kilat Reina menginjak kaki Tiara kuat-kuat membuat Tiara memekik dan otomatis melepaskan cengkraman tangannya pada rambut Reina.

“Seharusnya sebagai cewek lo tahu kalau rambut itu sesuatu yang berharga,” Reina merapikan rambutnya yang berantakan. “Dan lo udah buat rambut cantik gue berantakan, gue gak akan tinggal diem! Inget itu, alis palsu!”

“Sialan lo!” Tiara mengumpat sejadi-jadinya. Dia pikir Reina itu cewek polos yang akan merungkut ketakutan jika diancam, tapi nyatanya Reina tak sepolos wajahnya. Tiara keluar dari kamar mandi sambil menumpat.

Seharusnya dia tak mendengarkan apa kata teman-temannya itu, jadi tak perlu mempermalukan dirinya di depan Reina. Tiara sebenarnya tak menaruh rasa pada Riga, cewek satu itu hanya peduli pada citranya. Citra dirinya sebagai gadis populer dan paling cantik.

Gara-gara Tiara yang mengajaknya ribut, Reina jadi telat masuk kelas. Akhirnya dia dikeluarkan oleh guru Matematikanya. Meski tak mendapatkan hukuman apa-apa dari gurunya, namun Reina tetap merasa tidak enak hati sekaligus kesal.

Jam pelajaran masih berlangsung lama. Sekolah terlihat sepi, Reina melangkahkan kakinya menuju perpustakaan. Dia melihat Tiara bersama teman-temannya sedang menuju tempat yang sama. Sebelum tertangkap basah oleh Tiara dengan cepat Reina memutar tubuhnya mengambil arah yang berlawanan.

Baru juga selangkah dia sudah menabrak seseorang yang berdiri tegap di hadapannya. Nyaris terjatuh kalau tangan cowok itu tidak dengan sigap menangkap tubuhnya. Reina mendongak menatap cowok itu.

“Kalau jalan lihat-lihat.” ucap seseorang yang sudah sangat Reina kenal. Riga, melepaskan tangannya yang semula melingkari pinggang Reina.

“Riga, kok lo di sini?”

“Harus gue yang tanya ngapain lo di sini?”

“Gue dikeluarin dari kelas.”

“Oh,”

Riga lihat melihat teman-teman sekelasnya yang sudah masuk ke dalam perpustakaan. Namun beberapa dari mereka masih berdiam diri memperhatikan ke arahnya. Salah satunya adalah Tiara, cewek yang tak ingin Reina temui lagi.

Menunjukan bagaimana tidak sukanya Tiara pada Reina, dengan tergesa Tiara mendekati Reina yang masih berdiri di dekat Riga. Jika dalam film kartun Reina yakin kalau sekarang kepala Tiara sudah mengepul seperti cerbong asap.

“Gue udah bilang jangan deketin Riga, tapi lo masih nekad!”

“Gimana gak deket-deket, gue kan pacaran sama Riga.” ucap Reina lalu mengapit lengan Riga dengan kedua tangannya. Pernyataan Reina membuat Tiara tercengang begitu juga yang lainnya. Mereka mendekat ingin lebih tahu perbedebatan yang sedang terjadi, bahakan yang sudah masuk ke perpustakaan pun ikut keluar untuk menyaksikan.

“Jangan ngaku-ngaku lo! Riga, itu gak benerkan?” tanya Tiara penuh harap sekaligus takut jika itu semua adalah benar. Takut bukan karena hati Riga memilih Reina, tapi takut karena pamornya kalah dari Reina.

Riga tak langsung menjawab cowok itu sedikit menunduk untuk bisa melihat mata Reina yang keabu-abuan itu. Mata yang selalu menunukan kilau jenaka yang terkadang membuatnya kesal tapi, juga tak tega dalam satu waktu sekaligus.

“Hmmm,” hanya itu yang keluar dari mulut Riga.

“Hmmm? Itu maksud lo apa?”

“Iya, dia pacar gue.” Riga mengatakan kalimat itu dengan tenangnya tapi, berbeda bagi Tiara dan yang mendengarnya. Sesuatu yang bahkan mereka katakan tidak mungkin. Pasalnya selama ini Riga nyaris tak pernah dekat dengan teman-temanya.

“Gue gak percaya,” ujar Tiara tetap yakin dengan pendapatnya. Tiara menatap lekat-lekat Riga seolah mencari celah kebohongan di mata cowok itu, sayangnya hal itu tak sedikitpun nampak di mata Riga. “Enggak, enggak mungkin. Ini pasti bohong.”

Seakan ingin menegaskan sesuatu tiba-tiba saja Riga mencium pipi Reina di saat cewek itu tersenyum penuh kemenangan menatap Tiara.

Cup

Seketika tubuh Reina menegang, pipinya memanas. Perlahan tangannya terangkat meraba pipi kanannya yang baru saja di cium Riga di muka umum. Bukan hanya Reina yang tercengan teman-teman Riga yang lainnya pun demikian. Seorang Riga yang terlihat penyendiri itu tiba-tiba mencium seorang gadis.

Waw! Itu kemajuan yang luar biasa.

“Ayo masuk! Jangan diluar seperti itu!” seru bu Riani guru bahasa Indonesia mereka yang baru saja datang. Menatap pada murid-muridnya yang masih berkumpul di depan pintu masuk perpustakaan.

Murid-murid kelas IPA satu itu mendesah kecewa karena tontonan mereka harus diakhir. Satu persatu mereka masuk keperpustakaan, termasuk Tiara. Cewek satu itu terlihat sangat murka. Tatapan membunuhnya dia layangkan pada Reina yang masih meraba pipinya.

“Kita impas.” bisik Riga ditelinga Reina. Cowok itu tersenyum melihat Reina yang terpaku. Seakan memang itu sebuah dendam Riga bisa melihat bagaiman Reina yang terkejut sama seperti dulu ketika dirinya dicium tiba-tiba oleh cewek itu.

 

How do you feel about this chapter?

0 5 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (60)
  • suckerpain_

    Aku suka aku sukaaa

    Comment on chapter 1. Meeting
  • rara_el_hasan

    berasa ikut merasakan saljunya

    Comment on chapter 1. Meeting
  • ReonA

    @Citranicha wahhh makasih kak hehe

    Comment on chapter Prolog
  • Citranicha

    Work nya udah masuk ke list bacaku ternyata hahaha

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    @SusanSwansh makasihh kak susan :D

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    @Kang_Isa WAhh makasih kak komentarnya

    Comment on chapter 1. Meeting
  • Kang_Isa

    Eh, komennya doble, sih. Hehehe

    Comment on chapter 1. Meeting
  • Kang_Isa

    Waw, kisahnya cukup menarik. Mengingatkan kisah The Winter kalau enggak salah yang pernah tenar di tahun 90-an. (Kalau enggak salah, ya)
    Narasinya apik, sedikit kekurangan tanda baca aja, tapi oke.
    Jadi nostalgia ke masa lalu. Hehehe
    Semangat, ya.

    Comment on chapter 1. Meeting
  • Kang_Isa

    Waw, kisahnya cukup menarik. Mengingatkan kisah The Winter kalau enggak salah yang pernah tenar di tahun 90-an. (Kalau enggak salah, ya)
    Narasinya apik, sedikit kekurangan tanda baca aja, tapi oke.
    Jadi nostalgia ke masa lalu. Hehehe
    Semangat, ya.

    Comment on chapter 1. Meeting
  • SusanSwansh

    Kereennn...

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Light in the Dark
69      49     0     
Romance
Trainmate
89      67     0     
Romance
Di dalam sebuah kereta yang sedang melaju kencang, seorang gadis duduk termangu memandangi pemandangan di luar sana. Takut, gelisah, bahagia, bebas, semua perasaan yang membuncah dari dalam dirinya saling bercampur menjadi satu, mendorong seorang Zoella Adisty untuk menemukan tempat hidupnya yang baru, dimana ia tidak akan merasakan lagi apa itu perasaan sedih dan ditinggalkan. Di dalam kereta in...
Langit Jingga
0      0     0     
Romance
Mana yang lebih baik kau lakukan terhadap mantanmu? Melupakannya tapi tak bisa. Atau mengharapkannya kembali tapi seperti tak mungkin? Bagaimana kalau ada orang lain yang bahkan tak sengaja mengacaukan hubungan permantanan kalian?
I FEEL YOU AS A HOME
154      108     0     
Romance
Ini seriusan, lho. Bagi Lentera Kamasean, dikejar-kejar cowok sekece Al Virzha Diemen Salim bukanlah berkah, melainkan musibah. Karena, sejak kehadiran cowok itu, hidupnya yang setenang langit malam di tengah samudra mendadak kacau kayak kota yang baru disapu puting beliung. Kesal, sebal, benci, marah, dan muak, semua itu Lentera rasakan serta lalui seorang diri sampai pahlawannya datang. Lalu ...
Regrets
37      29     0     
Romance
Penyesalan emang datengnya pasti belakangan. Tapi masih adakah kesempatan untuk memperbaikinya?
ARABICCA
88      60     0     
Romance
Arabicca, seorang gadis penderita schizoid personality disorder. Selalu menghindari aktivitas sosial, menjauhi interaksi dengan orang lain, tertutup dan mengucilkan diri, terpaksa harus dimasukkan ke sekolah formal oleh sang Ayah agar dia terbiasa dengan aktivitas sosial dan berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut semata-mata agar Arabicca sembuh dari gangguan yang di deritanya. Semenj...
Puisi yang Dititipkan
8      8     0     
Romance
Puisi salah satu sarana menyampaikan perasaan seseorang. Puisi itu indah. Meski perasaan seseorang tersebut terluka, puisi masih saja tetap indah.
Azzash
11      11     0     
Fantasy
Bagaimana jika sudah bertahun-tahun lamanya kau dipertemukan kembali dengan cinta sejatimu, pasangan jiwamu, belahan hati murnimu dengan hal yang tidak terduga? Kau sangat bahagia. Namun, dia... cintamu, pasangan jiwamu, belahan hatimu yang sudah kau tunggu bertahun-tahun lamanya lupa dengan segala ingatan, kenangan, dan apa yang telah kalian lewati bersama. Dan... Sialnya, dia juga s...
Cazador The First Mission
92      52     0     
Action
Seorang Pria yang menjadi tokoh penting pemicu Perang Seratus Tahun. Abad ke-12, awal dari Malapetaka yang menyelimuti belahan dunia utara. Sebuah perang yang akan tercatat dalam sejarah sebagai perang paling brutal.
Sherwin
10      9     1     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya