Menunggu adalah hal yang paling membosankan, tapi itu harus kulakukan. Menunggu adalah salah satu hal yang masuk dalam daftar hitamku yang selalu kuhindari, tapi sekarang aku rela tidak menghindarinya dengan penuh keikhlasan. Aku menunggunya. Sesekali aku masih melihat-lihat keadaan sekitar, takut-takut ada orang yang kukenal, tapi tidak ada. Keadaan aman. Aku hanya paranoid karena ini adalah kali pertama aku melakukannya. Melakukan hal yang kata orang-orang adalah hal gila. Pasti mereka akan mengataiku wanita gila atau tidak punya otak jika tahu apa yang kulakukan. Persetan dengan semuanya! Pada Matthew aku berbohong kalau sedang menemani Nia mengerjakan skripsi di kosnya. Kenyataannya aku di sini. Ya, di sini menunggu seseorang yang lain. Menunggu seorang pria yang aku tahu, yang semua orang tahu, dia sudah beristri. Separuh diriku selalu menghakimi aku karena ia meyakini bahwa yang kulakukan ini salah. Tapi apalah dayaku… aku sudah terlanjur memasukkan satu kakiku ke dalam air dan air itu membuat kakiku basah. Jika aku mengangkat kakiku dari kolam, tetap saja basah sehingga apa gunanya menarik kaki yang sudah pasti basah dari dalam air? Lebih baik kumasukan kaki satunya biar sama-sama basah sekalian. Masih teringat beberapa waktu yang lalu ketika aku pertama kali makan malam bersamanya, kemudian kami bertemu lagi di Fish Kingdom, lalu dilanjut dengan hubungan kami yang semakin dekat.
Kalau boleh dibilang, sekarang ini aku masih suka merasa kikuk dan tidak pede jika bersanding bersama beliau. Aku tidak pernah mengerti kenapa aku selalu kikuk. Sebaliknya, selama aku berpacaran dengan Matthew, aku tidak pernah kikuk. Berkali-kali aku melihat ke jam tanganku dan mulai resah. Kenapa beliau belum datang-datang juga? Sesekali muncul rasa takut jangan-jangan ini hanya perangkap busuk alias jebakan batmannya untuk menjebakku dan menjatuhkan aku. Kutepis jauh-jauh bayangan buruk itu. Itu tidak akan terjadi! Kulirik lagi jam tanganku, kemudian aku membenarkan blouse yang kukenakan. Kuperiksa lagi penampilanku. Aku gugup. Aku berharap pakaian yang kupakai tidak terlalu terbuka dan tidak terlalu sederhana. Setelan blouse tanpa lengan dan celana kulot warna merah maroon ini cukup membuatku cukup berdebar-debar. Kadang aku menyesal aku telah mengenakannya, tapi sedetik kemudian saat aku melihat beberapa orang masuk ke area rooftop, aku menghembuskan napas kelegaan karena aku memakai pakaian yang cukup tertutup.
Rooftop ini memang tempat yang cocok untuk berkencan, menghabiskan malam berdua. Seperti namanya, rooftop, beratapkan langit dan setiap meja dilengkapi dengan sebuah lilin yang menambah kesan romantis. Sambil menunggu seseorang itu, masih terngiang-ngiang di dalam bayangan pikiranku aku sedang menunggu Matthew dan akan menghabiskan malam yang singkat ini dengannya, di sini. Tapi, dia selalu tak punya waktu. Dia hampir setiap saat sibuk. Rasa-rasanya dia juga bersikap misterius tak mau diganggu. Entahlah… Lelaki memang sulit ditebak.
Kursi-kursi di sekitarku sudah mulai terisi penuh. Sepertinya hanya aku yang masih menunggu sampai kering, sampai-sampai lemon tea di hadapanku sudah mengeluarkan keringat dinginnya yang mungkin seukuran biji jagung. Awalnya aku bersikeras menahan diri supaya tidak meminumnya sedikitpun, tapi akhirnya aku menyerah juga. Tenggorokanku sudah sangat kering dan meronta-ronta minta dialiri benda cair berwarna coklat teh dengan rasa lemon dan manis gula pasir. Sudah hampir setengah jam aku menunggu. Mungkin di luar macet, pikirku.
Tepat di sampingku adalah couple yang mungkin sepasang kekasih. Dari wajahnya mereka kelihatan masih sangat muda. Mungkin baru sekitar umur dua puluhan. Mereka baru datang sekitar lima menit yang lalu, dan sudah sangat berisik. Mereka cenderung berbicara keras-keras dan tertawa terbahak-bahak. Tidak jelas mereka menertawakan apa. Menurutku tidak ada yang perlu ditertawakan juga di sini. Sesekali aku melirik ke arah mereka sebagai sinyal kalau aku merasa sangat terganggu, tapi mereka tentu saja tidak peduli. Aku meneguk sedikit lemon tea yang sekarang sudah semakin berkurang dan melihat ke arah kolam renang di bawah sana. Tepat di bawah rooftop ini adalah kolam renang. Karena aku mengambil meja yang berada di dekat pagar pembatas, maka aku bisa dengan jelas dan leluasa melihat ke bawah, ke arah kolam renang yang memantulkan cahaya-cahaya lampu di sekelilingnya. Air kolam renangnya menari-nari mengikuti gerakan angin yang berdesir. Aku menghembuskan napasku. Panjang dan berat. Terlintas di benakku untuk pulang saja dan menyudahi tindakan bodoh ini. Tindakan macam apa ini? Berkencan dengan seorang pria yang sudah sah dimiliki orang lain? Tidak jarang aku menyalahkan diriku sendiri karena mengambil langkah yang berisiko sangat besar ini. Ini gila. Bukan hanya berisiko mencoreng nama baikku, tapi juga pekerjaanku, dan lebih jauh lagi mengancam hubunganku dengan Matthew. Tidak, tidak! Aku menggelengkan kepalaku, mengenyahkan seluruh penyesalanku agar jatuh runtuh ke bawah ke dalam kolam renang di bawah sana. Aku tidak mau repot-repot memikirkan tuduhan-tuduhan itu. Hanya aku yang tahu apa tujuanku, dan aku tahu kalau tujuanku bukan merebut beliau dari pelukan istrinya. Lalu, kalau bukan itu tujuanku, lantas apa? Apa yang menjadi tujuanku? Pandanganku beralih lagi ke segelas lemon tea di hadapanku. Keheningan yang mencekam meliputiku. Aku hanya ingin terus menghabiskan waktu bersamanya. Maksudku, sungguh! Ini sangat menyenangkan. Kau tahu, kan, sensasinya? Seperti yang kubilang tadi; menyenangkan, dan tentu saja penuh adrenalin. Membuatmu ketagihan dan ingin terus mengulanginya lagi dan lagi. Sekali kau mencobanya, maka kau akan menjadi budak dirimu. Kau tidak akan pernah mau lepas darinya. Rasa nikmat itu akan terus memaksamu untuk mengulanginya terus, entah sampai kapan. Rasa itu layaknya benalu yang terus menempel, menghisap, dan menuntutmu, tapi tak mau pergi meninggalkan dirimu. Mungkin suatu saat rasa itu akan menjadi boomerang bagi diriku, tapi selama rasa yang kunikmati ini masih menjadi api yang membakar di dalam dadaku, aku akan tetap maju. Kini kualihkan pandanganku kembali ke kolam renang di bawah sana. Relaks, semua akan baik-baik saja.
“Dah lama nunggu?”
Suara berat dan lembut itu hampir saja membuatku lompat dari kursi. Aku menoleh, mengalihkan pandangan dari kolam renang ke arah pria idamanku berdiri. Aku menengadah, memandang ke arah wajahnya. Di tengah cahaya remang-remang rooftop ini aku masih bisa melihat setiap detail wajahnya. Bahkan dengan sangat jelas. Guratan senyumnya yang terukir di kedua pipinya, lalu sorot matanya, dan tak luput juga garis kerutan di ekor matanya. Seukir senyuman tersungging di wajahku. Sisi liar dalam jiwaku meronta-ronta dan berteriak menggebu-gebu agar aku segera menyambut sosok yang berdiri di hadapanku dengan pelukan hangat. Tidak! Aku tidak boleh bertindak seperti itu. Ini bukan saat yang tepat.
Pria itu menarik kursi dan menjatuhkan dirinya ke atasnya. Penampilannya rapi. Pria itu selalu begitu. Angin sepoi-sepoi meniupkan aroma wangi tubuhnya. Aroma parfumnya selalu sangat maskulin, membuatku termabuk-mabuk. Hidungku yang nakal langsung dengan sigap dan cepat menangkap aroma wanginya. Aku selalu suka aroma parfum seperti ini. Aroma yang khas; kuat, tegas, maskulin, dan fresh. Aroma iblis yang membuatku jadi ingin memberontak, membuatku tergugah untuk keluar dari kursiku dan memeluknya. Tidak! Sekarang bukan saatnya. Stay calm…
Makhluk maskulin itu tersenyum semakin lebar. “Jangan bengong!” Tangan kanannya dilambaikan di depan wajahku. Aku tersentak. Aku terkekeh lirih dan menghindari tatapan matanya. Aku membuang tatapanku ke arah lilin di atas meja yang menari-nari mengikuti goyangan angin yang lembut dan manja.
Beliau memanggil pelayan dan meminta diambilkan menu. Aku masih diam saja sambil tersenyum-senyum seperti perempuan gila. Aku hanya memandanginya dari tempatku duduk. Makhluk maskulin yang ada di hadapanku kini memang seperti jelmaan dewa. Sempurna. Terlalu sempurna. Aku tak peduli berapa usianya. Yang kupedulikan adalah bagaimana beliau bisa membuatku tergila-gila dan terpesona. Pesonanya membuatku terjebak dalam permainannya. Ah…andaikan aku terlahir lebih dulu dan bertemu dengannya lebih dulu…