Read More >>"> Senja Kedua (DUA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Senja Kedua
MENU
About Us  

Medan, 28 juli 2013

Arrum POV

Sekarang aku merasa sangat menyesal karena sudah menghadiri acara MOS hari ini. Seharusnya aku tidak menganggap sepele apa yang diceritakan oleh banyak orang tentang buruknya masa orientasi. Nyaliku seketika ciut. Tapi apalah gunanya menyesal sekarang. Nasi sudah menjadi bubur. Arang sudah menjadi abu.

Seisi kelas menjadi tegang. Tidak ada stupun dari kami yang berani menarik ujung bibir untuk tersenyum. Apalagi mengeluarkan suara sepelan suara semut sekalipun.Termasuk aku. Lihatlah aku ,satu jam lalu aku sangat bersemangat, lebih bersemangat dari seorang pemandu sorak pemain bola basket di pinggir lapangan. Tapi sekarang aku menggigil ketakutan seperti orang yang baru trauma dari kejadian yang mengerihkan.

Seorang wanita dengan rambut diikat tinggi ke atas dan badan gempal, sedang memarahi salah satu teman sekelasku. Tak jelas apa alasannya. Mungkin ini yang mereka bilang “Amarah sang Gorilla”. Katanya,”Amarah sang Gorilla” sangat terkenal di SMA Palagan. Amat sangat tidak beruntunglah mereka yang mendapat kakak instruktur seorang “gorilla”. Dan Ka Melanie adalah salah satu yang mendapat julukan “Gorilla”. Sialnya, dialah kakak instruktur di kelasku.

Tetapi Ka Melanie tidak sendiri. Dia ditemani oleh temannya seorang pria tertampan yang pernah kulihat sepanjang masa. Namanya Ka Reihan. Jika Ka melani mendapat julukan “Gorilla” maka Ka Reihan mendapat julukan “Pawang”. Disebut begitu karena biasanya mereka menenankan ‘Gorilla’ yang mengamuk. Beruntunglah mereka yang mendapatkan kakak instruktur seorang ‘Pawang’. Bagiku, pria ini tidak cocok mendapt julukan ‘Pawang’. Harusnya diganti menjadi ‘Pangeran Berkuda Putih’. Dia seperti pangeran di dalam dongeng. Sangat tampan. Mirip artis Jeff Smith. Untungnya,  dialah salah satu kakak instruktur di kelasku.

“Itu kan hanya bagian dari rencana MOS ini. Nggak usah sampai pucat kayak orang mati gitu,” celetuk teman sebangku ku, Gilang. Pria rese ini keukeuh mengajakku ngobrol dari saat di barisan upacara pembukaan MOS. Tidak peduli kalau Ka Melanie sedang mengamuk di depan kelas.

“Udah tahu,” jawabku singkat. Aku tidak tahan untuk tidak menjawab ledekannya.

“Terus kenapa masih pucat gitu?” Tuh kan! Menyebalkan kan?

“Bukan urusan kamu,” balasku kesal.

“Urusan aku dong. Kalau kamu tiba-tiba pingsan, pasti aku deh yang disuruh bawa ke UKS. Secara kan aku teman sebangku kamu,” dia mendekatkan wajahnya. Membuatku menjauhkan wajahku. ”Atau..kamu memang mau aku gendong ke UKS ya?”

Astaga!!!! Pria ini sudah melewati batas kepercayaan diri. Lagipula jika memang aku pingsan, pasti petugas UKS akan membawaku menggunakan tandu. Bukan digendong seperti ucapannya. Dasar Mesum.

“Gilang! Arrum! Apa yang kalian bicarakan di belakang sana. Nggak lihat kalau saya lagi ngomong di depan?” Ka Melanie menangkap basah kami sedang mengorol. Dia hampir membuat kedua bola matanya jatuh dari tempatnya dan membuat jantungku juga lepas dari tempatnya karena kaget. Astaga! Gilang membuatku dalam masalah. Habislah aku.

“Oh! Kakak lagi ngomong? Kirain lagi ngamuk. Soalnya mirip Gorilla lepas sih!” kata-kata Gilang membuat Ka Melanie kaget. Matanya semakin membesar. Aku semakin khawatir pada matanya. Tanpa sadar aku tertawa sembunyi-sembunyi karena ucapan Gilang yang keluar dari mulutnya begitu saja. Tatapi sial bagiku karena Ka Melani melihatku terkekeh pelan.

“Eh! Kamu berani ngetawain saya? Maju kamu.“

Oyaampun. Habislah aku.

Dengan takut aku melangkahkan kakiku ke depan kelas.

“Bagus kamu ya. Udah berani ngetawain saya,” Ka melani tanpa ampun memarahiku. Gendang telingaku terasa perih. Dia berputar putar di sekitarku sambil menatapku seolah ini adalah hari terkahirku hidup di dunia. Lamat lamat, aku mencium bau aneh dari badan ka Melani. Yaampun, apa dia tidak mandi pagi ini?

Aku tertunduk.

“Sekarang, kamu makan bawang putih yang ada di salah satu kalung kamu itu,” Ka Melanie menyuruhku memakan salah satu bawang putih yang menjadi hiasan di kalung peralatan MOS ku. Dalam hati aku mengumpat pada siapapun yang memiliki ide untuk menjadikan bawang putih sebagai manik kalung. Itu menjijikkan. Aku benci bawang putih. Tunggu dulu! Ya,bawang putih! Bau aneh yang ada di badan Ka Melani adalah bau bawang putih. Apa dia benar-benar memakan bawang putih ?

“Ayoo makan!!!” Ka Melanie berteriak marah. Jangankan aku, bahkan teman-temanku bergidik membayangkan bagaimana rasanya bawang putih masuk ke mulut. Aku masih bergeming dan merasakan mataku memanas. Astaga, jangan sekarang!

“Yaampun, kamu melawan sekali ya. Ayoo makan! Saya bilang makan ya makan!”

Aku tidak lagi bisa menahan air mataku. Bulir bulir bening itu mulai menggenangi mataku. Aku menundukkan kepala serendah-rendahnya agar tidak ada yang menyadari airmataku. Tapi getar tubuhku karena menangis tidak bisa aku tahan.

“Cih, pake nangis lagi. Ayo makan! Kamu pikir saya bakal kasihan? Atau mau saya suapin?” Sial! Apa dia memang setega itu? Ka Melani mengambil ancang-ancang untuk menyuapiku. Kakinya melangkah mendekatiku. Seseorang tolong aku!

Sebelum Ka Melanie benar benar memaksaku memasukkan bawang putih itu ke mulutku, Gilang sudah maju ke depan dan merebut bawang putih dari tangan ka Melanie serta mencampakkan bawang putih itu ke papan tulis. Lagi-lagi ka Melanie kaget. Aku juga. Apa yang pria konyol ini lakukan? Menolongku?

Aku merasakan atmosfer kelas menjadi lebih tegang. Hampir-hampir tidak ada karbondioksida di ruangan ini karena penghuninya menahan napas selama yang mereka bisa. Mungkin teman-temanku yang lain merasa seperti menonton drama picisan gratis. Dan aku? Artisnya gitu?

“Kamu pikir kamu siapa hah? Balik ke tempat duduk,” Ka Melanie berang. Gilang tertawa mengejek.

“Anda yang siapa. Anda pikir Anda udah hebat? Sementang Anda udah senior Anda merasa hebat ? Dasar!” Gilang membuang mukanya sebentar dan menatap ke arahku. Maka mataku yang merah karena menangis berserobok dengan matanya yang merah karena amarah. Apa dia semarah itu?

“Udah, Mel. Lo berlebihan,” suara berat Ka Reihan menghentikan langkah ka Melanie yang tampak akan melakukan sesuata pada Gilang. ”Kalian boleh duduk,” kata Ka Reihan padaku dan Gilang. Karena merasa dipermalukan, Ka Melani memutuskan keluar dari ruangan.

Tangisku semakin deras meskipun masih tanpa suara. Aku merasa malu dan ketakutan. Ternyata masa orientasi lebih mengerihkan dari yang kubayangkan. Harusnya aku tidak usah datang saja. Konyol sekali.

“Udah jangan nangis. Nih, pake sapu tanganku. Hapus tuh air mata kamu .Nanti wajah manisnya hilang.”

Gilang mengatakan itu sambil mengedipkan sebelah matanya. Dia bahkan masih sempat menggombaliku saat kondisiku seperti ini. Dasar!

***

Gilang POV

Akhirnya hari yang aku tunggu-tunggu tiba juga. Masa orientasi selalu menyenangkan bagiku. Bertemu teman baru dan mungkin sesekali menyaksikan drama menggelikan ala senioritas. Tapi jangan harap drama itu berlaku untukku. Semua bentuk senioritas pada massa orientasi tidak membut nyaliku ciut. Tidak seperti teman-teman baruku di ruangan ini. Mereka semua seperti sedang mengikuti ujian militer. Bahu lurus, punggung tegak dan kedua tangan dilipat di mejaa. Astaga menggelikan sekali. Harusnya masa orientasi itu dinikmati bukan ditakuti.

Begitu juga dengan perempuan yang menjadi teman sebangkuku di masa orientasi ini. Rambutnya diikat oleh pita merah putih. Pandangannya lurus ke depan. Benar-benar mirip patung peraga di took-toko baju. Lihatlah wajahnya, pucat betul. Sepertinya jantungnya akan copot sebentar lagi menyaksikan salah seorang teman kami dimarahi di depan kelas karena alasan yang tidak jelas. Ini kan hanya bagian dari rencana mereka.

“Itu kan hanya bagian dari rencana MOS ini. Nggak usah sampai pucat kyak orang mati gitu,” aku tidak tahan untuk tidak mengganggunya. Wajahnya yang pucat mungkin butuh penyelamatan. Dia menoleh padaku dengan tatapan yang tidak ramah. Aku tidak mengerti mengapa dia sangat galak padaku. Bahkan menyebutkan namanya saat kutanya di upacara pembukaan saja enggan. Buat aku penasaran saja.

“Bukan urusan kamu!”, ucapnya ketus.

“Urusan aku dong. Kalau kamu tiba-tiba pingsan, pasti aku deh yang disuruh bawa ke UKS. Secara kan aku teman sebangkumu”, matanya mendelik ke arahku. Namun itu membuatku semakin gencar mengganggunya. Kudekatkan wajahku dengannya sambil berkata ”Atau..kamu memang mau aku gendong ke UKS ya?”. Aku tersenyum geli melihat ekspresinya. Yaampun perempuan ini lucu sekali.

“Gilang! Arrum! Apa yang kalian bicarakan di belakang sana. Nggak lihat kalau saya lagi ngomong di depan?!!”

Oh! Jadi namanya perempuan di sampingku ini Arrum.

“Oh! Kakak lagi ngomong? Kirain lagi ngamuk. Soalnya mirip Gorilla lepas sih!”. Yeah! One Shoot, Man! Tidak ada yang bisa membentakku di hari pertama ini.

Sementara Ka Melani mendelikkan matanya yang aku khawatirkan akan jatuh dari tempatnya dan menggelinding di lantai, Arrum terkekeh pelan di sampingku. Gadis itu tertawa. Mungkin geli dan setuju dengan ucapanku.

“Eh! Kamu berani ngetawain saya? Maju kamu!” Sialnya kekehan pelan Arrum ditangkap basah oleh si Gorilla. Tawa Arrum langsung hilang digantikan air muka yang tegang. Kulihat dia memejamkan matanya dan menggumamkan sesuatu. Mungkin seperti ‘oh habislah aku!’.

 “Bagus kamu ya. Udah berani ngetawain saya. Sekarang  makan Bawang putih yang ada di salah satu kalung itu!” si Gorilla menghardik tanpa ampun. Arrum masih bergeming. Ini keterlaluan!

“Ayoo makan!!!”

Arrum masih bergeming.

“Yaampun, kamu melawan sekali ya. Ayoo makan! Saya bilang makan ya makan!”

Di depan sana aku lihat Arrum tidak lagi bisa menahan ketakutannya. Dia sekuat tenaga menahan tangisnya namun getaran di tubuhnya memberitau bahwa air matanya telah deras mengalir. Hal itu entah mengapa menggangguku.

“Cih, pake nangis lagi. Ayo makan! Lo pikir saya bakal kasihan? Atau mau saya suapin?”

Ini sudah tidak bisa dibiarkan.

Sebelum si Gorilla itu benar-benar menyuapi Arrum dengan bawang putih, aku maju ke depan kelas menahan tangan besarnya dan mencapakkan bawang putih yang ia pegang ke papan tulis. Aku melihat Arrum terkaget. Begitu juga dengan si Gorilla. Aku juga kaget. Seheroik inikah aku?

Si Gorilla berusaha menguasai ketakutanya. Namun aku tahu di matanya dia sudah ciut. Meski begitu dia berusaha menjaga wibawanya dan mengucapkan omong ksong. “Kamu pikir kamu siapa hah? Balik ke tempat duduk!”

 Aku tertawa. Muak dengan tingkahnya.

“Anda yang siapa. Anda pikir Anda sudah hebat? Sementang Anda udah senior Anda merasa hebat ? Dasar!”

Dia ingin menamparku namun Ka Raihan menghentikannya. “Udah, Mel. Lo berlebihan.” Sebuah penyelamatan yang amat terlambat. ”Kalian boleh duduk,” kata Ka Reihan padaku dan Arrum. Karena maerasa dipermalukan, Ka Melani memutuskan keluar dari ruangan. Pergilah!

Tangis Arrum semakin deras meskipun masih tanpa suara. Dia pasti merasa malu dan ketakutan. Aku tidak tega melihatnya. Meski galak, ternyata dia cengeng juga.

“Udah jangan nangis. Nih, pake sapu tanganku. Hapus tuh air matanya. Nanti wajah manisnya hilang,” aku mencoba menghiburnya. Namun ia menatapku dengan galak meskipun sapu tanganku diterimanya juga. Mengapa gadis ini tetap saja sinis padaku? Apa dia berpikir aku baru saja menggombalinya? Padahal itu kan fakta. Dia memang manis.

Tags: Twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Shinta
41      3     0     
Fantasy
Shinta pergi kota untuk hidup bersama manusia lainnya. ia mencoba mengenyam bangku sekolah, berbicara dengan manusia lain. sampai ikut merasakan perasaan orang lain.
Arini
11      4     0     
Romance
Arini, gadis biasa yang hanya merindukan sesosok yang bisa membuatnya melupakan kesalahannya dan mampu mengobati lukanya dimasa lalu yang menyakitkan cover pict by pinterest
When the Winter Comes
419      61     0     
Mystery
Pertemuan Eun-Hye dengan Hyun-Shik mengingatkannya kembali pada trauma masa lalu yang menghancurkan hidupnya. Pemuda itu seakan mengisi kekosongan hatinya karena kepergian Ji-Hyun. Perlahan semua ini membawanya pada takdir yang menguak misteri kematian kedua kakaknya.
Settle in My Heart
3      3     0     
Fan Fiction
Story Of Me
29      11     0     
Humor
Sebut saja saya mawar .... Tidaak! yang terpenting dalam hidup adalah hidup itu sendiri, dan yang terpenting dari "Story Of me" adalah saya tentunya. akankah saya mampu menemukan sebuah hal yang saya sukai? atau mendapat pekerjaan baru? atau malah tidak? saksikan secara langsung di channel saya and jangan lupa subscribe, Loh!!! kenapa jadi berbau Youtube-an. yang terpenting satu "t...
You Can
12      4     0     
Romance
Tentang buku-buku yang berharap bisa menemukan pemilik sejati. Merawat, memeluk, hingga menyimpannya dengan kebanggaan melebihi simpanan emas di brankas. Juga tentang perasaan yang diabaikan pemiliknya, "Aku menyukainya, tapi itu nggak mungkin."
A Ghost Diary
7      2     0     
Fantasy
Damar tidak mengerti, apakah ini kutukan atau kesialan yang sedang menimpa hidupnya. Bagaimana tidak, hari-harinya yang memang berantakan menjadi semakin berantakan hanya karena sebuah buku diary. Semua bermula pada suatu hari, Damar mendapat hukuman dari Pak Rizal untuk membersihkan gudang sekolah. Tanpa sengaja, Damar menemukan sebuah buku diary di tumpukkan buku-buku bekas dalam gudang. Haru...
For Cello
19      10     0     
Romance
Adiba jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangannya sanggup untuk menggapainya. "Cello, nggak usah bimbang. Cukup kamu terus bersama dia, dan biarkan aku tetap seperti ini. Di sampingmu!&qu...
Half Moon
11      6     0     
Mystery
Pada saat mata kita terpejam Pada saat cahaya mulai padam Apakah kita masih bisa melihat? Apakah kita masih bisa mengungkapkan misteri-misteri yang terus menghantui? Hantu itu terus mengusikku. Bahkan saat aku tidak mendengar apapun. Aku kambuh dan darah mengucur dari telingaku. Tapi hantu itu tidak mau berhenti menggangguku. Dalam buku paranormal dan film-film horor mereka akan mengatakan ...
Renata Keyla
34      18     0     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...