Read More >>"> Simplicity (Terror) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Simplicity
MENU
About Us  

 

Sehabis kami makan waktu di panti asuhan. Aku sempat mengobrol sebentar bersama Kesya di halaman belakang. Walaupun tidak banyak, tapi sejak saat itu Kesya mulai berani membuka diri terhadapku. Ternyata dia memang orang yang menyenangkan persis seperti saat kami bercanda dirumahnya waktu mengerjakan tugas kelompok. Dia baik dan memang sangat polos. Mungkin karena terlalu tertutup membuatnya tidak menyadari kalau sebenarnya dirinya mempunyai sesuatu yang sangat istimewa.

         Seperti saat ini, kami sedang berjalan bersama menuju lapangan olahraga di sekolah. Kesya terus memuji adikku saat sempat ku ceritakan sifat jelek adikku. Sebenarnya makna aku menjelekkan adiknya hanya supaya Kesya tidak terlalu memikirkan apa yang pernah diucapkan Tania. Tapi dia malah menyangkal itu semua dan malah memuji terus-terusan.

         Dapat kurasakan pandangan aneh dari beberapa murid yang kami lewati selama perjalanan. Mungkin mereka tidak mengenal Kesya, jadi menurutku itu hal yang wajar. Sesampainya di lapangan kami sudah dihadiahi peluitan yang cukup keras dari Pak Bambang karena ada beberapa anak yang datang terlambat termasuk kami berdua tentu saja.

         Kesya langsung mengambil tempat disebelah Denon sedangkan aku dibelakangnya. Denon langsung menoleh dan menyapa Kesya.  “Hai Kesya.” ucap Denon.

         Kesya pun menoleh dan mendapati Denon tengah tersenyum lebar kearahnya sembari melambaikan tangan. Kesya tersenyum kecil “Hai.” jawabnya singkat.

         Denon mengkerutkan bibirnya “Singkat amat sih jawabnya, giliran Devan aja pasti beda banget.”

         Aku hampir tertawa melihat reaksi Denon. Tapi untuk menjaga imageku, aku menyiku pinggangnya. “Apaan sih lo, jangan ganggu dia.”

         Peluit Pak Bambang kembali berbunyi saat melihat seluruh muridnya sudah banyak yang berkumpul. Pak Bambang langsung memanggil satu persatu nama anak-anak yang ada di dalam absennya. Sampai nama terakhir disebutkan, seluruh siswa langsung melihat satu sama lain.

         “Dimana Vina?” tanya Pak bambang kemudian.

         Aku ikut mengedarkan pandangan. Betul juga, dimana Vina? Biasanya dia tidak pernah mau meninggalkan pelajaran kecuali memang ada hal penting yang harus dikerjakannya.

         “Non, Vina mana?” Bisikku. “Bukannya tadi dia ada di kelas ya?”

         Denon menggidikkan bahunya. “Gue juga nggak tau.”

         Petra si ketua kelas langsung unjuk tangan ke arah Pak Bambang “Tadi di ruang ganti saya sempat lihat dia kok Pak. Cuman Vina sempat keluar lagi, mungkin mau ngambil sesuatu di lokernya. Setelah itu saya nggak ada lihat dia lagi.” Terangnya.

         Pak Bambang menganggukkan kepalanya. “Baiklah, biar nanti bapak yang urus dia. Sekarang kalian lari keliling lapangan 3 kali putaran lalu ambil bola voli yang ada di gudang.”

         Seluruh siswa langsung mengikuti perintah Pak Bambang. Kami berlari mengelilingi lapangan dan langsung mengambil bola voli setelah melakukan lari 3 kali putaran.

         “Van, pasangan sama gue yuk. Gue nggak ada pasangan nih, Edo nggak sekolah hari ini.” ajak Denon. Aku yang tengah mengambil bola voli langsung menggelengkan kepala. “Sorry bro, lo tau kan kalau gue mau pasangan sama siapa. Lagi bagus-bagusnya nih buat ngejalanin tantangan. Bukan nggak mau lo ya, tapi ajak yang lain aja gih.”

         “Hmm, teman yang terlupakan.” Desahnya. Kemudian pergi berlalu meninggalkanku sendirian. Dapat ku dengar Denon berteriak “Eh Petra, lo pasangan sama gue ya. Gue nggak ada pasangan nih!”

         Aku hanya bisa tersenyum kecut mendengarnya.

         ‘Maaf Non, cuman ini awal yang bagus buat gue.’

         Aku berjalan mendekati Kesya yang tengah merenggangkan tubuhnya. Rambutnya yang dikuncir kebelakang serta beberapa anak rambutnya yang terlepas membuat terlihat mempesona ditambah butiran keringat yang ada disekitar kening dan juga lehernya. Dengan cepat ku cubit diriku sendiri.

         ‘Dasar mesum!’ batinku.

         “Kesya?” panggilku.

         Kesya langsung menoleh “Hai.” sapanya.

         “Lo mau main bareng gue nggak? Nih gue udah ambilin bolanya.”

         “Boleh. Tapi lo maklumin gue ya, abis gue nggak jago-jago banget main bola voli.” ucap Kesya sembari terkekeh.

         “Santai aja kali, Sya. Lo pikir gue jago? Udah yuk mulai mainnya.”

         Kami langsung mencari tempat untuk memulai permainan. Setelah mendapat posisi yang diinginkan, aku langsung mempassing bola voli itu kearah Kesya. Dengan sigap ia  menerima serangan bolaku mengarahkannya balik dengan lancar. Aku pun membalas serangannya dengan cepat hingga kami berdua dapat menguasai bola dengan sama baiknya. Jujur saja, aku sedikit kewalahan menerima serangan dari Kesya. Ia bermain dengan sangat lincah seperti sudah terbiasa bermain permainan ini. Sampai serangan terakhir pun diberikan Kesya dengan Smash yang membuatnya menang melawanku.

         “Wow, lo hebat juga ya. Ini lo bilang nggak jago-jago banget mainnya?” ejekku sembari membersihkan keringat yang ada di wajahku. Kesya tertawa kecil menanggapi pertanyaanku.

         “Mungkin keberuntungan pemula.” Jawabnya kemudian

         Aku pun ikut tertawa bersamanya. Lagi-lagi aku melihat ini, wajah polosnya yang tertawa ringan. Tidak ada lagi hawa dingin dan misterius yang biasanya muncul jika aku berhadapan dengannya. Ku pandangi wajah itu, wajah yang penuh dengan keringat yang terlihat mengkilat terkena pantulan sinar matahari.

         ‘Oh, Shit! Jangan sekarang Devan!’

         “Devan?” panggil Kesya. Ia menyentuh pundakku dan membuatku tersentak. “Eh, Lo.. Lo kenapa sya?” tanyaku terbata.

         “Lo yang kenapa, Van? Kok malah bengong sih. Gimana, lo udah siap ke babak selanjutnya?” tanya Kesya menantang sembari memberikan bola volinya kepadaku. Aku tersenyum sinis menanggapi tantangan Kesya. “Tentu saja Nona Kesya.” jawabku sembari menerima uluran bola yang diberikan  Kesya.

         Kami kembali melanjutkan permainan yang tadi sempat tertunda. Entah benar atau tidak, aku kembali merasakan padangan seseorang yang jatuh kepada kami berdua. Pandangan tidak suka yang nantinya akan membuat masalah untuk kami berdua.

 

 

                                                                                                                                         **********

 

Selesai pelajaran olahraga kami langsung berjalan menuju loker kami. Aku berjalan dengan malas. Huh, hari ini mood ku tiba-tiba saja hilang sejak permainan bola voli berakhir.

         “Kok wajah lo ditekuk gitu sih?” tanya Kesya.

         “Nggak kok. Cuman nggak nyangka aja, gue kalah terus ngelawan lo tadi.”

         Ya, ini lah penyebab moodku hancur. Aku kalah melawan Kesya. Jujur saja sebagai kapten basket-walaupun yang kumaini adalah bola voli-, aku merasa malu karena telah dikalahkan oleh seorang perempuan dan ku yakini jarang berolahraga ini. Harga diriku sedikit jatuh karena Kesya malah tertawa mendengar ucapanku.

         “Cuman gara-gara itu toh. Udah lah, nggak usah dipikirin. Seperti yang gue bilang tadi, keberuntungan pemula.”

         “Ya deh, gue percaya.” ucapku sekenanya dan Kesya masih tertawa ringan disebelahku.

         “Kesya...” Teriak seseorang. Aku dan Kesya langsung menoleh dan menyergit bingung saat melihat Petra berlari kearah kami dengan nafas yang tak beraturan.

         “Kenapa Petra?” tanya Kesya.

         Petra berusaha mengatur nafasnya. Ia menghirup udara sedalam-dalamnya sebelum akhirnya ia membuka mulut. “Gawat Sya, bang..bangku lo berantakan banget. Gue nggak tau siapa yang ngelakuin itu semua. Pas gue masuk kelas buat naruh absen, bangku lo udah nggak kayak semula lagi. Tas lo juga di gunting dan buku lo berserakan dimana-mana.” ceritanya panjang lebar.

         Aku segera menoleh kearah Kesya, kulihat ia menahan nafasnya sesaat. Dengan cepat aku menatap Petra tajam “Maksud lo apa? Jangan main-main deh sama hal yang beginian!” ucapku penuh penekanan.

         “Gue serius van, buat apa gue bohong sama lo berdua?” tanya dengan muka merah padam.

         “Siapa tau aja lo cuman iseng dengan kasih kita kabar bohong.” Jawabku tak kalah geram.

         Petra menghela nafas jengkel. “Gue serius! Mending lo berdua buruan deh ke kelas.”

         “Apa temen-temen yang lain atau guru udah ada yang tahu masalah ini?” tanya Kesya berusaha menenangkan dirinya agar tidak panik.

         Petra menggelengkan kepalanya “Belum, Sya. Yang lain masih diruang ganti dan guru pun gue rasa belum ada yang masuk kelas.”

         “Oke, gue minta tolong sama lo supaya jangan bilang hal ini ke siapapun dulu. Gue nggak mau masalah ini malah makin besar. Sekarang gue bakalan ke kelas untuk ngerapiin semuanya, makasih banyak ya Petra” ucapnya. Petra hanya menganggukkan kepalanya kemudian pergi meninggalkan kami berdua.

         Sepeninggal Petra, aku segera menoleh kearah Kesya. “Lo gila ya? Harusnya lo laporin ini ke guru. Masalahnya justru bakal makin serius kalau lo nggak laporin kejadian ini, Sya!” Cegatku saat Kesya berjalan mendahuluiku ke kelas.

         Kesya membalikkan tubuhnya dan menatapku cukup lama. Kemudian senyum terukir diwajahnya “Gue tau lo peduli sama gue. Tapi gue bukan tipikal orang yang suka main lapor atau nuduh sembarangan sebelum gue yang lihat sendiri buktinya. Gue mohon sama lo buat jangan memperpanjang masalah ini dulu, mungkin kejadian ini cuman kesalahan pahaman aja. Jadi sekali lagi tolong, kali ini lo harus percaya sama gue ya.” ucap Kesya.

         Aku kembali menatap Kesya dalam. Dapat kulihat kelembutan hati Kesya dan ketenangan yang muncul dari dalam dirinya. Seketika rasa khawatirku perlahan memudar dan mulai mempercayai semua kata-katanya. “Oke, gue akan percaya sama lo. Tapi lo harus biarin gue buat ngebantu lo untuk nyelesaiin semuanya.”

         Kesya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Thanks.”

         Kami langsung berlari menuju kelas dan berharap belum ada satu pun anak yang masuk kedalam kelas. Ku lihat dari kejauhan susananya masih sepi. Dan benar saja, sesampainya kami di kelas aku dan Kesya hanya bisa terpaku melihat pemandangan yang ada di depan kami.

         Kelas masih sepi dan semua bangku masih sama seperti sebelumnya, hanya bangku dan barang-barang milik Kesya yang berbeda. Kursinya terbalik, buku berantakan, tasnya yang rusak akibat sobekan dari gunting, dan seluruh benda di dalam kotak pensilnya berhamburan keluar dari tempatnya.

         Kesya berjalan pelan menatap seluruh barang-barangnya yang berserakan. Aku pun mengikutinya dari belakang, tidak dapat ku percaya jika ada orang yang berani melakukan hal seperti ini di dalam sekolah. Darahku seakan mendidih saat melihat Kesya mulai memunguti satu persatu buku-buku dan alat tulis miliknya yang ada dilantai.

         Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruang kelas. Mataku berhenti ke sebuah buku yang ada diatas meja Kesya. Aku berjalan mendekati buku yang terbuka itu. Keningku berkerut melihat ada tulisan diatasnya.

         ‘Lo bisa dapetin hal yang lebih mengerikan dari ini, karena gue sangat membenci diri lo yang sok lugu itu!!!’

         Aku segera mengambil buku itu dan langsung menyobek bagian yang berisi tulisan tangan menggunakan spidol papan tulis berwarna merah itu. Aku meremasnya hingga tak berbentuk dan memasukannya dalam saku celana olah ragaku.

         ‘Siapa yang udah ngelakuin hal menjijikan ini?’

         Aku memalingkan wajahku ke Kesya, berharap ia tidak melihat apa yang tadi ku lakukan. Rupanya gadis itu masih sibuk merapikan barang-barangnya yang berserakan dan berusaha memasukkannya kedalam tasnya yang sudah robek itu.

         Aku berjalan mendekati tempat duduknya dan membalikkannya seperti semula. Kemudian kuserahkan kembali buku tulis yang tadi sempat ku sobek kepada Kesya. Ia menoleh kearahku dan tersenyum. “Makasih ya, Van.” Ucapnya sembari menerima buku yang ku berikan.

         “Sama-sama, Sya.”

         Pikiranku masih terus melayang memikirkan siapa kira-kira pelakunya. Rasanya sedikit mustahil jika Kesya mempunyai musuh. Padahal dia anak yang tidak banyak tingkah seperti cewek kebayakan. Dan kalau dipikir lagi, sepertinya ini kali pertama dia mendapatkan terror yang tidak masuk akal.

         Teman-teman mulai datang memasuki kelas, dan untung saja kami sudah selesai membereskannya. Ku pandangi Kesya dalam diam dari tempat dudukku. Ia menyembunyikan semua barangnya di kolong meja. Wajahnya masih tetap tenang seperti tidak terjadi apa-apa.

         Saat kelas mulai ramai, Kesya menoleh kearahku. “Van?”

         “Eh, I…iya?” jawabku gelagapan saat tertangkap basah sedang memandanginya.

         Kesya terkekeh. “Kita belum ganti seragam.” Ucapnya.

         Aku langsung melihat bajuku. Benar saja, hanya kami berdua yang masih mengenakan baju olahraga.

         “Iya, ya. Kok kita bisa lupa sih.”

         “Kalau gitu, gue ke ruang ganti dulu ya.” Kesya segera pergi mendahuluiku. Sikapnya yang selalu pergi tanpa mau menunggu respon lawannya ternyata masih tetap sama.

         Denon bersiul disebelahku. “Ganti baju aja mau nunggu sepi dulu, cari kesempatan lo ya?” tanyanya.

         Aku meliriknya dengan malas. “Jangan ngarang lo! Awas aja sampe jadi gosip!” jawabku.

         “Pakek malu-malu segala. Terus gimana? Udah sampe tahap apa hubungan lo sama Kesya?” tanyanya lagi.

         “Nggak usah kepo deh, mending lo urusin aja cewek lo si Vina gih!” ucapku kemudian bangkit dari tempat dudukku.

         “Iya juga ya, mana sih tu cewek? Penasaran gue jadinya.”

         “Mana gue tau, udah ah gue mau ganti baju dulu.”

         Aku langsung meninggalkan Denon menuju ruang ganti. Pikiranku kembali melayang pada kejadian tadi. Rasa penasaranku sangat besar, kira-kira siapa pelakunya? Langkahku langsung terhenti saat mengingat satu nama yang langsung terngiang di otakku.

         ‘Vina?’

 

 

                                                                                                                                             **************

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Oscar
7      7     0     
Short Story
Oscar. Si kucing orange, yang diduga sebagai kucing jadi-jadian, akan membuat seorang pasien meninggal dunia saat didekatinya. Apakah benar Oscar sedang mencari tumbal selanjutnya?
Kayuhan Tak Sempurna
243      81     0     
Romance
Sebuah kisah pemuda yang pemurung, Ajar, sederhana dan misterius. Bukan tanpa sebab, pemuda itu telah menghadapi berbagai macam kisah pedih dalam hidupnya. Seakan tak adil dunia bila dirasa. Lantas, hadirlah seorang perempuan yang akan menemani perjalanan hidup Ajar, mulai dari cerita ini. Selamat datang dalam cerita ber-genre Aceh ini
Detik Kesunyian
244      204     3     
Short Story
Tuhan memiliki beribu cara untuk menyadarkan kita. Entah itu dengan cara halus, kasar, bahkan menampar. Tapi peringatan itu yang terbaik, daripada Tuhan mengingatkanmu dengan cara penyesalan.
FORGIVE
20      14     0     
Fantasy
Farrel hidup dalam kekecewaan pada dirinya. Ia telah kehilangan satu per satu orang yang berharga dalam hidupnya karena keegoisannya di masa lalu. Melalui sebuah harapan yang Farrel tuliskan, ia kembali menyusuri masa lalunya, lima tahun yang lalu, dan kisah pencarian jati diri seorang Farrel pun di mulai.
Pangeran Benawa
264      120     0     
Fan Fiction
Kisah fiksi Pangeran Benawa bermula dari usaha Raden Trenggana dalam menaklukkan bekas bawahan Majapahit ,dari Tuban hingga Blambangan, dan berhadapan dengan Pangeran Parikesit dan Raden Gagak Panji beserta keluarganya. Sementara itu, para bangsawan Demak dan Jipang saling mendahului dalam klaim sebagai ahli waris tahta yang ditinggalkan Raden Yunus. Pangeran Benawa memasuki hingar bingar d...
SIBLINGS
0      0     0     
Humor
Grisel dan Zeera adalah dua kakak beradik yang mempunyai kepribadian yang berbeda. Hingga saat Grisel menginjak SMA yang sama dengan Kakaknya. Mereka sepakat untuk berpura-pura tidak kenal satu sama lain. Apa alasan dari keputusan mereka tersebut?
SOLITUDE
26      19     0     
Mystery
Lelaki tampan, atau gentleman? Cecilia tidak pernah menyangka keduanya menyimpan rahasia dibalik koma lima tahunnya. Siapa yang harus Cecilia percaya?
Selfless Love
62      37     0     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
Antara Jarak Dan Waktu
132      31     0     
Romance
Meski antara jarak dan waktu yang telah memisahkan kita namun hati ini selalu menyatu.Kekuatan cinta mampu mengalahkan segalanya.Miyomi bersyukur selamat dari maut atas pembunuhan sang mantan yang gila.Meskipun Zea dan Miyomi 8 tahun menghilang terpisah namun kekuatan cinta sejati yang akan mempertemukan dan mempersatukan mereka kembali.Antara Jarak Dan Waktu biarkan bicara dalam bisu.
TEA ADDICT
4      4     0     
Romance
"Kamu akan menarik selimut lagi? Tidak jadi bangun?" "Ya." "Kenapa? Kan sudah siang." "Dingin." "Dasar pemalas!" - Ellisa Rumi Swarandina "Hmm. Anggap saja saya nggak dengar." -Bumi Altarez Wiratmaja Ketika dua manusia keras kepala disatukan dengan sengaja oleh Semesta dalam birai rumah tangga. Ketika takdir berusaha mempermaink...