Tidak butuh waktu lama bagi petugas kepolisian untuk tiba di lokasi. Garis polisi langsung dipasang di ruang komunikasi dan tidak seorang pun diijinkan untuk mendekati ruangan itu. John Brown yang mendengar kabar penemuan jasad itu juga langsung bergegas ke lokasi. Dia hanya bisa melihat semuanya dari kejauhan.
Beberapa investigator lapangan yang mengenakan pakaian khusus tampak memenuhi ruangan. Seorang investigator tampak sedang memotret jasad Nieru kemudian menandai posisi jasad. Yang lain tampak mencoret–coret di atas clip board.
“Kita gunakan metode investigasi kelompok wilayah4).” Kata salah seorang investigator lapangan itu yang langsung dijawab serempak oleh yang lainnya. “Siap!”
Para investigator lapangan mulai bekerja sesuai wilayah mereka. Mereka tampak memeriksa setiap sudut ruangan dengan seksama. Terkadang mereka terlihat menggunakan kaca pembesar atau peralatan lain yang berasal dari tas mereka. Ada yang terlihat memasukkan sesuatu ke kantong vinil kemudian menuliskan sesuatu. Ada pula yang terlihat sibuk mencari sidik jari. Mereka berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin bukti yang dapat membantu memecahkan kasus ini.
Ketika para investigator lapangan bersiap meninggalkan kompleks Brown Tower, Lynette mendekati salah satu dari mereka dan berusaha mengorek informasi.
“Bagaimana hasilnya? Bukti material apa saja yang berhasil kalian temukan?”
Lynette memulai percakapan sesantai mungkin. Tapi petugas yang diajaknya bicara hanya memandangnya dengan tatapan terganggu. Lynette tidak peduli dan tetap membuntutinya sambil mengulangi pertanyaannya.
“Hei Thorpe, apa yang kau lakukan disini?”
Lynette menoleh dan mendapati seorang pria bermata sipit tersenyum hangat padanya.
“Jae–Seol? Aku sedang menyelidiki kasus menghilangnya delapan orang saat badai matahari terjadi disini. Dan pagi ini kami malah menemukan hal tidak terduga. Apa kau bisa membantuku?”
Yoo Jae–Seol tertawa sebelum berkata, “Kau masih belum berubah, Thorpe. “Timku menemukan beberapa sidik jari, beberapa helai rambut di pintu dan jejak di lantai. Selebihnya kurasa kita harus menunggu hasil dari tim forensik.”
“Bagaimana dengan jejak darahnya?”
“Apa kau mencurigai sesuatu, Thorpe?”
“Yah. Mayat itu tidak ada saat tengah malam dan ada dua petugas yang berjaga di sekitar ruangan. Tapi pagi ini tiba–tiba mayat itu muncul.”
“Jadi, kau menduga kalau ada yang memindahkan jasad korban? Tapi kami tidak menemukan jejak darah yang menunjukan hal itu di sekitar lokasi.”
“Lalu apa kalian berhasil menemukan senjata yang digunakan?”
“Tidak. Tapi kalau dari bekas luka tusuk dan luka sayat di tubuh korban, aku rasa senjata yang digunakan adalah sesuatu yang cukup tajam.”
“Aku rasa butuh semacam kapak untuk menebas leher seseorang.”
“Kau salah, Thorpe. Dari jejak lukanya, aku rasa pelaku menusuk dan menyayat leher korban kemudian mematahkannya. Tapi untuk lebih pastinya, kau harus tunggu laporan dari tim pimpinan Sharma sekitar seminggu lagi.”
Lynette mendengus saat mendengar nama saingannya disebut. Yoo Jae–Seol kembali tertawa.
“Hubungan kalian belum membaik sepertinya.”
♥♥♥♥♥
Ali memutuskan untuk membawa Eli ke ruangan direktur utama ketimbang membawanya ke ruang kesehatan untuk ditangani Nicolas. Dia membaringkan tubuh Eli di sofa panjang yang terdapat di ruangan itu. Sepasang mata Ali tampak begitu sedih melihat keadaan gadis di hadapannya. Wajah Eli tampak pucat. Dengan ragu, Ali menjulurkan tangan kanannya dan membelai lembut pipi Eli. Ketika ingatannya melayang kembali ke jasad Nieru, Ali menarik tangannya dengan cepat kemudian memejamkan matanya. Ali mengatupkan mulutnya rapat–rapat saat ingatannya melayang ke kejadian bertahun–tahun silam tanpa diminta.
Ingatan Ali melayang ke saat ulang tahunnya yang ke–20. Hari itu bertepatan dengan bulan purnama dan Ali merasakan keanehan pada dirinya. Tiap kali melihat daging atau darah segar, tanpa sadar Ali akan menitikan air liur. Rasanya dia sanggup memakan sepotong daging sapi mentah yang digantung di pasar. Saat itu cepat–cepat diusir pikiran yang dianggapnya gila itu. Yang lebih mengejutkannya, tiba–tiba Ali merasa tiap wanita yang ditemuinya kini memandangnya dengan cara yang berbeda, mereka terlihat terpesona padanya. Seolah dia mengeluarkan semacam pheromone yang menarik tiap wanita mendekat.
Hari itu, Ali bisa bercumbu dengan Scarlett, gadis tercantik di kampusnya. Awalnya Ali hanya mencoba menggandeng tangan gadis itu dan ketika Scarlett tidak menolak, dia mulai berani melakukan lebih dari sekedar pegangan tangan.
Ali juga merasa tubuhnya terasa semakin panas, terutama saat hari menjelang malam. Dan ketika bulan keluar dari peraduannya menggantikan tugas sang Surya, Ali mulai merasa tubuhnya semakin panas dan kepalanya terasa sangat sakit. Ketika rasa sakit sakit di kepala dan rasa panas di tubuhnya semakin menjadi, Ali hanya bisa berteriak dan idak ingat lagi apa yang terjadi.
Saat Ali membuka matanya, hari sudah pagi dan dia terbaring di ruang tamu rumahnya yang mungil, bukan di kamarnya. Ruang tamu itu terlihat sangat berantakan, sepertinya telah terjadi perkelahian yang cukup sengit.
“Apa yang sudah terjadi, kenapa semuanya hancur berantakan?” Ali berusaha memegangi kepalanya yang masih terasa sedikit pening dengan tangan kanannya.
Tapi saat melihat noda darah di punggung tangannya, dia mengernyit bingung.
“Darah? Apa yang–” ucapannya terhenti saat sepasang matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya dalam kondisi mengenaskan.
“Ayah? AYAH!!!???”
Tubuh Ayahnya terlihat tercabik–cabik di beberapa bagian, ada bekas cakaran yang sangat dalam merobek leher Ayahnya, kepala sebelah kanan Ayahnya terlihat seperti telah diremas dengan sangat kuat. Bagian perutnya koyak, memperlihatkan organ dalamnya. Kedua mata Ayahnya terbelalak ngeri dan mulutnya menganga lebar seperti telah melihat sesuatu yang menyeramkan.
“AYAAAAAAAAAAAH!!! SIAPA YANG MELAKUKAN INI SEMUA?” teriaknya parau.
♥♥♥♥♥
Eli mengerjapkan matanya perlahan. Butuh waktu cukup lama baginya untuk mengenali tempatnya terbaring. Gadis itu tampak mengernyitkan keningnya saat melihat Ali duduk bersimpuh di sisinya. Sepasang mata amber pria itu tampak menatap kosong sementara nafasnya memburu. Eli berusaha menjangkau tangan Ali dan meremasnya perlahan. Remasan itu seolah mengembalikan kesadaran Ali.
“AYAAAAAAH!! TIDAAAAAAAAK!! BUKAN AKU YANG MELAKUKANNYA, BUKAN AKUUUU!!”
Ali tiba–tiba berteriak parau. Eli langsung berjuang untuk duduk dan berusaha menenangkan pria itu. Sepasang mata Ali tampak berkilat liar dan sempat membuat Eli gentar.
“Tidak apa, Al. Semuanya baik–baik saja.”
Tangan kanan Eli terulur menjangkau bahu Ali. Pria itu menurut ketika Eli menariknya lembut dan memeluknya. Ali merasakan punggungnya diusap dengan lembut. Perlahan–lahan, pria itu menenggelamkan wajahnya di leher Eli dan membiarkan tiap helaian rambut Eli menggelitik wajahnya. Ali mendengarkan bisikan gadis itu yang berusaha menenangkannya ditambah aroma lembut parfum Eli yang menyelinap masuk melalui hidungnya.
Wajah Ali bergerak perlahan, ujung hidungnya menggesek leher Eli dengan lembut. Eli menggeliat lemah tetapi tidak menjauh sama sekali. Saat nafas Ali yang terasa hangat menerpa leher jenjangnya, Eli terdengar sedikit gemetar ketika membisikan kata–kata menenangkan untuk pria itu. Eli tidak mencoba menghentikan Ali, gadis itu hanya menggeliat lemah.
“Aaal…” bisiknya lirih.
Ali tersentak saat mendengar suara lirih Eli. Ketika menyadari apa yang sudah dilakukannya, Ali dengan cepat mendorong tubuh Eli menjauh kemudian berdiri dengan agak terhuyung. Ali terlihat kacau dan mengumpat tanpa henti. Eli hanya mampu menatapnya dengan pandangan bingung bercampur marah.
“Maaf. Maafkan aku.”
Ali mengatakannya tanpa mampu menatap mata Eli. Ketika Ali memberanikan diri untuk mengintip keadaan Eli melalui ekor matanya, dia kembali mengumpat. Eli terlihat berdiri tegak dengan angkuhnya lalu berjalan mendekati Ali. Pria itu menegakan kepalanya dan hendak mengatakan sesuatu saat telapak tangan Eli mendarat dengan keras di pipi kirinya. Sepasang mata Ali membesar bukan karena tamparan keras yang baru saja diterimanya tapi karena melihat air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata Eli.
Ali ingin mengulurkan tangannya dan menghapus genangan air mata itu dengan ibu jarinya tapi urung melakukan hal itu. Dia malah mengacak–acak rambutnya dengan frustrasi. Pria itu berjalan mondar–mandir dengan gelisah sebelum akhirnya menuju ke dinding terdekat dan melampiaskan emosinya.
“Sial! Sial! Sial!” rutuknya sambil membenamkan kepalan tangannnya beberapa kali ke dinding yang tidak bersalah itu.
Setelah puas, Ali melirik ke arah Eli. Gadis itu kini berdiri membelakanginya tapi bahunya bergetar perlahan. Ali mengutuki dirinya yang tadi sempat kehilangan kontrol. Pria itu tidak tahu harus berbuat apa dan memutuskan untuk meninggalkan Eli sendirian. Ali berjalan tanpa tujuan sambil sesekali melesakan tinjunya ke dinding terdekat sampai pria itu tidak berhasil menemukan dinding di kedua sisinya.
Ali memperhatikan sekelilingnya. Saat ini dia berdiri di cloister yang menghubungkan bangunan utama pabrik dengan sebuah bangunan lain yang tampak tidak terawat. Walaupun tersamarkan salju, rumput liar setinggi betis tampak memenuhi bagian depan gedung itu. Ditambah lagi beberapa pohon besar di sekitarnya yang tampak liar dan tak terurus. Ali menyipitkan matanya saat melihat dinding dan pagar tinggi yang memeluk gedung itu.
Ali mendekati gedung itu hanya untuk mendapati kalau pagarnya dililit rantai yang ujungnya dikunci sebuah gembok. Dari balik pagar, Ali mengamati gedung itu. Terlihat beberapa bagian gedung sudah rusak. Ali baru saja hendak memeriksa gedung itu saat merasa ada seseorang atau sesuatu yang sedang mengamatinya. Ali langsung memperhatikan sekelilingnya, sepasang mata amber–nya langsung menyusuri sekelilingnya. Sementara sepasang mata kelabu tampak memperhatikan Ali dari balik jendela gedung. Pemilik mata kelabu itu memandang Ali penuh rasa tidak suka.
Sebenarnya apa yang dilihatnya dari pria rendahan sepertimu? Padahal kau hanya pria berengsek yang selalu menggoda perempuan mana pun dan aku berani bertaruh kalau kau tidak pernah mengenyam pendidikan yang layak. Jadi kenapa harus kau? Kalau saja kau tidak ada… ya, seharusnya kau saja yang jadi mangsaku semalam!
Pemilik mata kelabu itu tersenyum licik sambil terus memperhatikan gerak–gerik Ali. Senyumannya semakin mengembang saat melihat Ali berbalik pergi.
Aku pasti akan menyingkirkanmu! Aku tidak akan membiarkanmu tetap berada diantara kami! Tunggu saja waktunya.
Pandangan pria bermata kelabu itu kini menyapu ke seluruh ruangan tempatnya berdiri. Jeruji besi, beberapa wadah dari stainless steel, pecahan tabung reaksi dan benda–benda lain berserakan di lantai. Noda darah yang mengering dan hampir samar tampak menghiasi lantai, tempat tidur, dinding dan beberapa benda lain. Noda darah yang sangat dikenalinya, darah dari korban pertamanya. Matanya beralih ke sebuah tempat tidur dengan tali pengikat yang putus, dialah yang sudah membuat tali pengikat itu putus. Dan tanpa dapat dihentikan, ingatannya kembali ke masa itu...
♥♥♥♥♥
Ali tidak dapat mengalihkan pikirannya dari bangunan tua yang baru saja ditemukannya. Dia ingin tahu tempat apa itu dan kenapa kini bangunan itu tampak tidak terawat. Ali melangkahkan kakinya kembali, berharap dapat menemukan seseorang yang dapat menjawab pertanyaannya.
Ternyata bangunan tua itu terletak di dekat asrama para peneliti. Dan keberuntungan sedang berada di sisinya saat itu. Ali berpapasan dengan Rena di depan gedung asrama. Ali langsung bergegas menghampiri gadis itu.
“Hei, perempuan! Tunggu sebentar!”
Rena menoleh dengan kening berkerut. Gadis itu menatap Ali dengan pandangan tidak suka tanpa menghentikan langkahnya.
“Aku bilang tunggu sebentar!”
Ali berhasil mengejar Rena dan mencekal lengan kanannya. Rena awalnya berusaha melepaskan cengkraman tangan Ali di lengannya tapi saat menyadari kalau dia sulit menang dari Ali, gadis itu mengeluarkan sebuah botol kaca dari sakunya. Rena mengarahkan botol itu dengan penuh percaya diri kepada Ali.
“Lepaskan! Atau saya terpaksa menyemprotkan cairan asam ini.”
Ali hanya mengerutkan keningnya sambil memperhatikan botol kaca yang terjulur di depan wajahnya. Di dalam botol itu terlihat cairan berwarna putih susu. Pandangannya kemudian beralih pada Rena yang memegang botol seolah cairan asam di dalamnya adalah senjata paling mutakhir di seluruh jagat, bahkan jika setetes cairan itu menyentuh baju jirah, pemakainya akan langsung musnah.
“Cairan asam ini cukup kuat, memang tidak sekuat Aqua Regia5), tapi begitu menyentuh kulit akan membuat Anda merasa terbakar. Kalau terkena mata, saya jamin Anda akan mengalami kebutaan permanen,” jelas Rena.
Perempuan berengsek! Apa dia kira aku berniat melakukan hal tidak pantas padanya? Hanya orang buta yang berminat pada perempuan jadi–jadian sepertinya!
Ali menarik nafas kesal sebelum akhirnya berkata, “Aku hanya ingin bertanya. Apa kau tahu tentang gedung di area belakang yang tampak liar?”
“Maksud Anda gedung di dekat area konstruksi?”
Ali menjawab pertanyaan Rena dengan sebuah anggukan. Pria itu menunggu penjelasan lanjutan dari Rena dengan tidak sabar.
“Lepaskan saya dulu baru akan saya katakan apa yang saya ketahui tentang gedung itu.”
Ali berdecak kesal sambil melepaskan cengkramannya dengan kasar. Rena langsung mundur beberapa langkah tanpa menurunkan botol kaca di tangannya.
“Yang saya tahu, dulu bangunan itu pernah digunakan sebagai laboratorium untuk sebuah eksperimen tanpa ijin oleh tiga orang peneliti. Saya dengar, suatu hari terjadi kecelakaan dan ketiganya menjadi korban.”
“Eksperimen apa yang mereka lakukan sampai bisa terjadi kecelakaan?” Ali kembali bertanya.
“Kalau itu, saya tidak tahu.”
“Ceritakan tentang para penelitinya!”
“Tidak banyak yang saya tahu. Dua orang pria dan satu orang wanita, kekasih Fre” Rena berdeham sebentar sebelum melanjutkan kembali. “Peneliti wanitanya adalah kekasih professor McGregor, kalau tidak salah bernama Hera atau Sera? Seperti itulah.”
“Sera atau Hera… Sera atau Hera,” Ali terus bergumam.
Tunggu dulu… kalau namanya diucapkan dalam bahasa Prancis maka akan menjadi... Zera! Sial! Sial! Sial! Tapi apa mungkin dia mengganti jenis kelaminnya? Jangan–jangan…
“Berengsek!” Ali tiba–tiba mengumpat kesal.
Rena terkejut dengan reaksi Ali dan hampir saja menyerang pria itu dengan larutan asam di tangannya. Ali terlihat mondar–mandir gelisah sambil menggumamkan sesuatu dengan tidak jelas.
“Apakah ini semua ada hubungannya dengan peristiwa tadi pagi?”
Rena memberanikan diri untuk bicara tapi Ali sama sekali tidak meresponnya. Ali berhenti sesaat, pandangannya tampak menerawang jauh. Tidak lama kemudian dia tampak bergegas dan meninggalkan Rena sendirian.
4) Metode investigasi kelompok wilayah adalah salah satu metode yang digunakan untuk memeriksa tempat kejadian perkara. Metode yang digunakan disesuaikan dengan kondisi tempat kejadian perkara agar tidak ada satu pun bukti yang luput.
5) Asam dengan tingkat keasaman paling kuat dan bersifat korosif, merupakan campuran dari asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3). Biasa digunakan untuk melebur logam mulia
Halo, mampir juga yuk ke cerita aku di sini --> https://tinlit.com/view_story/1627/3345
Comment on chapter Anak BaruDitunggu comment dan reviewnya yaa..
Terima kasih :)