Read More >>"> Begitulah Cinta? (EPILOG) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Begitulah Cinta?
MENU
About Us  

Pukul delapan pagi, ruang laboratorium fakultas teknik di Universitas Brawijaya telah dipenuhi dengan siswa-siswi berseragam putih abu-abu yang akan mengikuti LKIP atau Lomba Karya Inovasi Populer tahun ini. Hari ini peserta akan melakukan presentasi hasil berupa karya inovasi masing-masing. Selanjutnya dari dua puluh besar peserta yang telah lolos babak dua puluh besar, akan diseleksi menjadi enam besar.

                Hanes dan Rasyida tampak sibuk mengutakatik kamera polaroid di hadapan mereka.

                “Kalau mau diuji coba gimana?”

                “Aku agak ragu sih,”

                “Orang yang tadi kasih kamera ini di mana?”

                Hanes celingukan. Kemudian mengedikkan bahu. “Sepertinya sudah pergi,”

                Keduanya tampak bingung. Sesaat kemudian ponsel Hanes mengeluarkan suara notifikasi sebuah pesan dari aplikasi WA.

                Silvia     : Hanes, ditunggu ya kiriman gambar buat kolom potretnya!

                Kedua mata Hanes membelalak seketika.

                “Kamu kenapa?” tanya Rasyida.

                Hanes menoleh. “Aku baru inget kalau aku punya deadline ngirim gambar buat mading sekolah.”

                Rasyida berdecak. “Ck! Ck! Dasar orang sibuk. Kenapa kamu nggak nyuruh seseorang—“

                “Bener juga yang kamu bilang.”

                Hanes buru-buru membuka kontak di ponselnya. Ia scroll nama teman-temannya yang barangkali bisa diminta bantuan.

                “Kelas kita yang jago fotografi siapa ya?”

                “Em, Alvarez?”

                “Dia juga pasti nyari gambar buat kolom fotografi,”

                Rasyida memutar bola matanya. “Nesya mungkin?”

                Jemari telunjuk Hanes terangkat. “Bener banget!” ia langsung scroll mencari huruf ‘N’ dan lekas menekan tombol panggilannya.

“Hallo!”

                “Ya hallo, siapa ini?”

                Hanes yang semula menempelkan ponsel ke kupingnya buru-buru menjauhkan ponselnya. Ia mencoba mengecek kembali nomor yang tadi dia dia panggil. Ia melotot saat matanya membaca nama itu, “Neva Haruhi?!” ia terkejut bukan kepalang. “Kok bisa?!” ia memaki dirinya sendiri. Alih-alih ia tidak tahu harus berkata apa. Jika ia memutuskan panggilan ini tiba-tiba, bisa-bisa Neva akan menyangka dirinya mengganggu. Tapi toh barangkali Neva tidak tahu kan kalau ini nomornya. Dan yang jelas tidak akan serepot ini kalau saja dia nggak punya perasaan terpendam sama Neva.

                “Nih!”

                Hanes menyodorkan ponselnya kepada Rasyida.

                “Kok aku sih?”

                “Aku salah pencet nomor, ini nomornya Neva,” bisik Hanes sembari menjauhkan ponselnya.

                Rasyida mengerutkan keningnya. “Ya, nggak apa-apa kan, Neva juga pernah ikut mading dan dia juga lumayan pinter ngambil gambar.”

                “Tapi—“

                “Udah cepet! Abis ini kita mau persiapan presentasi nih!”

                Hanes kembali menempelkan ponsel di telinganya. Sebelum ia sempat berkata-kata, suara Neva di seberang sana terdengar tergesa-gesa.

                “Maaf, kalau tidak ada yang penting aku tutup teleponnya ya?!”

                “Neva tunggu!”

                “Er, ya? Memangnya ini siapa ya?”

                “Err ini—Oh ya, boleh minta tolong nggak—err, bisa bantuin aku buat nyari gambar nggak?”

                “Nyari gambar?”

                Hanes mulai melanjutkan obrolan di ponselnya. Sementara Rasyida kembali mengamati kamera polaroid yang tadi diberikan orang tak dikenal. Tak lama kemudian Hanes datang menghampiri Rasyida dengan senyum bahagia bak mendapat undian berhadiah di wajahnya.

                “Udah kelar masalah madingnya?”

                Hanes mengangguk senang. “Beres!” kata Hanes saat ia menghampiri meja kerja timnya.

                “Bagus. Kita lanjut kerjanya.”

                Hanes termenung. Dia menatap kamera polaroid di hadapannya dengan pandangan lain. sebuah ide terbesit di kepalanya. setelah ia berbicara dengan Neva, ia memiliki sebuah ide. Dan ide itu sudah menjelma menjadi semangat yang luar biasa dalam dirinya.

                “Kita akan membuat penemuan baru,” ucap Hanes seraya menatap polaroid ini baik-baik.

                “Fighting!”

                “Fighting!”

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • MajidNito

    @atinnuratikah gehehe thx u kak... iya emang lagi galau

    Comment on chapter Satu
  • atinnuratikah

    Kayak galau tingkat dewa ya ini. aku suka pembawaan ceritanya. Berkunjung ke ceritaku juga ya, ditunggu likebacknya.

    Comment on chapter Satu
Similar Tags
Hati Langit
155      107     0     
Romance
Ketika 2 orang teman yang saling bertukar pikiran mengenai suatu kisah sehingga terciptalah sebuah cerita panjang yang berwujud dalam sebuah novel. Buah pemikiran yang dikembangkan menjadi suatu kisah yang penuh dengan inspirasi dan motivasi dalam menghadapi lika-liku percintaan. Persembahan untuk mereka yang akan merengkuh jalinan kasih. Nani Sarah Hapsari dan Ridwan Ginanjar.
Katamu
52      39     0     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
A Story
8      8     0     
Romance
Ini hanyalah sebuah kisah klise. Kisah sahabat yang salah satunya cinta. Kisah Fania dan sahabatnya Delka. Fania suka Delka. Delka hanya menganggap Fania sahabat. Entah apa ending dari kisah mereka. Akankah berakhir bahagia? Atau bahkan lebih menyakitkan?
Perfect Love INTROVERT
242      137     0     
Fan Fiction
Panggil Namaku!
233      147     0     
Action
"Aku tahu sebenarnya dari lubuk hatimu yang paling dalam kau ingin sekali memanggil namaku!" "T-Tapi...jika aku memanggil namamu, kau akan mati..." balas Tia suaranya bergetar hebat. "Kalau begitu aku akan menyumpahimu. Jika kau tidak memanggil namaku dalam waktu 3 detik, aku akan mati!" "Apa?!" "Hoo~ Jadi, 3 detik ya?" gumam Aoba sena...
It Takes Two to Tango
10      10     0     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...
Pertualangan Titin dan Opa
100      71     0     
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....
#SedikitCemasBanyakRindunya
95      56     2     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
Like a Dandelion
115      81     0     
Romance
Berawal dari kotak kayu penuh kenangan. Adel yang tengah terlarut dengan kehidupannya saat ini harus kembali memutar ulang memori lamanya. Terdorong dalam imaji waktu yang berputar ke belakang. Membuatnya merasakan kembali memori indah SMA. Bertemu dengan seseorang dengan sikap yang berbanding terbalik dengannya. Dan merasakan peliknya sebuah hubungan. Tak pernah terbesit sebelumnya di piki...
MANTRA KACA SENIN PAGI
113      69     0     
Romance
Waktu adalah waktu Lebih berharga dari permata Tak terlihat oleh mata Akan pergi dan tak pernah kembali Waktu adalah waktu Penyembuh luka bagi yang sakit Pengingat usia untuk berbuat baik Juga untuk mengisi kekosongan hati Waktu adalah waktu