Read More >>"> Frasa Berasa (BAB 15 Borneo, September 1943) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Frasa Berasa
MENU
About Us  

BAB 15

BORNEO, SEPTEMBER 1943

Juli 1943 lalu pemuda Kalimantan Selatan yang menggelorakan perjuangan ditangkap sebanyak 1.000 orang. Melalui jaringan rahasia yang dibangun pemuda nusantara, akhirnya September 1943 pemuda pergerakan kemerdekaan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan bersatu melakukan sebuah pemberontakan besar-besaran pada tentara Jepang. Hartowardojo, Syahrul, Bedjo, Wisnu ikut dan beberapa pemuda desa ikut ambil bagian. Kurasa pemberontakan ini akan menjadi pemberontakan yang cukup besar mengingat jumlah pemuda yang bergabung adalah dari wilayah Kalimantan Selatan dan juga Kalimantan Barat. Memang benar Juli 1943 kemarin Hartowardojo tidak berhasil dibekukan oleh tentara Jepang karena dirinya langsung kabur ke pedalaman, namun pergerakan September 1943 ini bukankah lebih berbahaya dibanding pemberontakan sebelumnya? Meningat Jepang seolah sudah mengantisipasi terjadinya pergolakan lanjutan dari Juli 1943 kemarin. Hatiku sugguh cemas.

“Kurasa ini akan menjadi pemberontakan yang lebih sulit dari kemarin.” Ujarku pada Hartowardojo sambil menyiapi pakaian dan barang yang hendak dia bawa menuju pertemuan rahasia bersama beberapa pemuda pejuang kemerdekaan lainnya.

“Sepertinya begitu, tapi kali ini kami sudah bergabung dengan pemuda Kalimantan Barat, seharusnya tidak ada masalah.” Hartowardojo menjawab dengan tenang.

“Bisakah tidak ikut?” tanyaku dengan ragu.

“Kau menghentikan langkahku dua kali, Ningsih.” Hartowardojo hanya tersenyum.

“Jelas kau tahu alasanku. Aku takut kehilanganmu.” Ujarku sambil meremas jari-jari tanganku sendiri. Aku sudah kehilanganmu satu kali, tidak bisakah aku tidak kehilanganmu lagi? Aku benar-benar takut, bahwa kau tidak akan pernah kembali. Bahkan kehadiranmu hari ini saja sama seperti mimpi bagiku di siang hari. Tapi kalimat itu tidak dapat kuucapkan. Aku hanya diam, lidahku kelu.

“Aku tidak ingin perempuan lain menjadi jugun ianfu, bahkan kalau mereka terus-menerus seperti ini bisa-bisa ibuku, ibumu, adik-adikmu menjadi korban. Bapakku, bapakmu, dan juga Warsonoe mereka pekerjakan menjadi pekerja romusha. Aku tidak ingin kebiadaban mereka abadi. Aku ingin mengakhirinya. Kalau bukan aku dan para pemuda, siapa lagi, Ningsih?” Hartowardojo meraih tanganku, jari jemariku diusapnya halus. Aku menghela nafasku panjang, jelas aku tidak akan pernah bisa menghentikan langkahnya yang selalu gagah berani.

“Sudah siap belum? Sudah waktunya berangkat!” Syahrul memperingatkan Hartowardojo. Aku menatap wajah Hartowardojo, tidak ada sedikit pun ketakutan di dalam manik matanya, bagaimana bisa orang yang hendak pergi berperang tidaklah takut sedikit pun?

“Apa kau tidak takut akan kematian?” tanyaku sebelum Hartowardojo benar-benar pergi.

“Buat apa aku takut? Yang kutakutkan adalah melihatmu hampir menjadi jugun ianfu di markas Jepang itu. Tenang saja, aku atas izin Tuhan, aku tidak akan mati dalam perang, aku punya senjata rahasia untuk berperang dengan tentara Jepang.” Ujarnya sambil menunjukkan jarum panjang berukuran 8-10 cm.

Hartowardojo menjelaskan padaku dirinya dilatih oleh seorang pemuda pejuang kemerdekaan berdarah Tiongkok untuk melakukan serangan sejauh 25 meter menggunakan jarum beracun yang ditiupkan ke alat vital musuh seperti leher, jantung, dll, dengan seketika musuh akan meninggal terkena racun tersebut. Dia mengatakan keahlian yang didapatnya tidaklah cuma-cuma, ia harus berlatih dengan keras pagi hingga malam setiap hari agar berhasil meniupkan jarum ke arah musuh dengan tepat tanpa meleset sedikit pun.

Hartowardojo mengatakan padaku pula bahwa keahlian yang dimilikinya ini sukses membunuh musuh tanpa ketahuan dari jarak yang cukup jauh. Keahlian ini jarang dimiliki oleh orang-orang meskipun sudah ada sejak zaman dinasti Ming dari Tiongkok ribuan tahun lalu namun tidak banyak yang berhasil menguasainya dengan baik. Hartowardojo adalah salah satu yang berhasil menguasai keahlian ini. Dia melakukan hal serupa saat berusaha mengeluarkan aku dari markas Jepang satu tahun yang lalu.

“Baiklah Ningsih, aku pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik.” Ujarnya sambil membelai rambutku dengan lembut. Air mataku hampir menetes, namun aku tidak ingin menangis di hadapannya. Aku memeluk Hartowardojo. Dia mendekapku erat.

“Selamat jalan lagi, Hartowardojo.” Aku melepasnya dengan hati yang berat. Kulihat Lidya juga menangis terisak mengantar kepergian suaminya, Syahrul.

Aku mengantar mereka hingga ujung desa, menatap punggung gagah para pemuda pejuang kemerdekaan. Berjuanglah untuk bumi pertiwi yang lebih baik, berjuanglah untuk membebaskan kami dari penjajahan, berjuanglah dengan keras memedekakan wanita-wanita yang dijadikan jugun ianfu, memerdekakan laki-laki yang dijadikan pekerja romusha, berjuanglah agar kita semua dapat makan dengan enak tanpa hasil pertanian dirampas, bisa tidur nyenyak tanpa takut dimintai uang tanah. Berjuanglah dengan keras, dan pulanglah dengan selamat, kekasihku, Hartowardojo. Kumohon... aku menangis lagi untuk kesekian kali. Aku sejujurnya benci ada pertemuan, sebab pasti ada perpisahan. Aku tidak begitu menyukai perpisahan meskipun aku harus menghadapinya berkali-kali dengan Hartowardojo.

***

Hidup, Anwar Rasjid

Ketika lahir disambut ebang

Ketika mati dilepas salat,

Antara azan dengan sembahyang,

Wahai hidup, alangkah singkat!

 

Datang ke dunia telanjang bulat,

Pulang hanya berkain kafan,

Jangan ke ‘alam hati tertambat,

‘Alan tak dapat menolong badan!

Siang ini selepas mengajar anak-anak membaca kalimat, aku tidak pernah memilki perasaan atau firasat apapun mengenai Hartowardojo, lebih tepatnya aku selalu memaksa diriku untuk berpikir yang baik tentang segala hal, termasuk Hartowardojo di tengah medan perang memberontak ke tentara Jepang. Namun siang ini, entah mengapa aku merasa langit seolah runtuh seketika.

Aku menyambut para pemuda desa yang sudah pulang dari pemberontakan melawan tentara Jepang, kulihat banyak dari mereka terluka parah, kulihat Wisnu lengannya terkoyak, Bedjo terluka di kepalanya, sedangkan Syahrul kakinya mengalami pendarahan hebat terkena tembakan senjata api. Namun, di mana Hartowardojo? Mengapa aku tidak bisa menemukannya di pupil mataku? Kulihat Lidya dan anaknya berhamburan memeluk Syahrul dengan hangat, tangis Lidya meledak, dia memeluk suaminya erat. Aku terdiam dalam keramaian.

“Bang, Hartowardojo di mana? Kok tidak kelihatan?” tanyaku pada Syahrul. Syahrul menepuk pundakku lembut. Dia seolah sedang memilih diksi yang tepat untuk disampaikan padaku. Berulang kali Syahrul mengigit bibir bawahnya. Seolah ada sesuatu yang berat hendak dia ucapkan. Tanganku gemetaran hebat.

“Hartowardojo... di... dia... gu...gur.” Syahrul mencoba mengucapkan kalimatnya dengan baik namun tetap terbata-bata. Air mata meleleh di pelupuk mata Syahrul, Lidya memandangi tubuhku yang kaku. Aku tidak bergeming. Lututku terasa lemas, aku tidak bisa berdiri berlama-lama.

“Jangan bercanda, Bang! Katakan padaku di mana Hartowardojo!!” aku mengguncangkan badan Syahrul. Dia hanya menatapku nanar. Aku tersungkur di tanah. Tangisku menyeruak siang itu. Kekasih hatiku, gugur. Bunga yang mekar sudah jatuh ke tanah dan perlahan layu kemudian menghilang perlahan dimakan bakteri. Aku menangis meraung-raung, Lidya memelukku erat.

Aku menangis sampai mataku sembab, aku kehilangan permata berharga, aku kehilangan dekapan malam, aku kehilangan lelaki cerdas, aku kehilangan penyelamatku, aku kehilangan calon suamiku, aku kehilangan dirinya yang sangat berarti bagiku. Bagaimana bisa aku menjalani hari dengan perasaan luka menggangga seperti ini?

Hartowardojo, bagaimana bisa kau meninggalkanku selamanya? Bukankah kau berjanji menikahiku setelah bangsa ini merdeka. Tiba-tiba keheningan menyelimutiku. Aku berjalan jauh dari desa, aku tidak ingin masuk ke dalam rumah Syahrul yang ditempati Hartowardojo bersamaku, aku akan merasa sedih jika melihat kamar tidur Hartowardojo beserta lemari yang berisi pakaian-pakaiannya, aku tidak bisa pergi ke dapur karena aku akan melihat gelas dan piring yang biasa digunakannya setiap hari, aku tidak bisa pergi ke kamar mandi karena di sana ada handuk yang biasa digunakan Hartowardojo, aku tidak bisa melihat kamarnya karena aku akan melihat di sanalah Hartowardojo tidur dan rebahan, aku tidak bisa melihat ruang tamu karena di sana biasanya Hartowardojo bercanda bersamaku.

Aku tidak bisa melihat semua sudut desa ini karena desa ini tempat di mana segala kenangan selama satu tahun di Borneo dengan Hartowardojo muncul. Aku bahkan tidak bisa menatap langit yang cerah di Borneo karena akan mengingatkanku bagaimana indahnya langit ketika bersama Hartowardojo.

Aku tidak bisa melihat dunia dengan keadaan yang sama lagi saat masih bersamamu, kini dunia yang kulihat seolah semua berubah. Langit yang cerah entah mengapa tidak terlihat cerah dan indah lagi di mataku, pohon rindang yang hijau entah mengapa tidak lagi terlihat menyegarkan mataku seperti saat aku memandang pohon rindang bersamamu, entah mengapa udara yang kuhirup saat ini terasa berbeda padahal udara ini adalah udara yang sama saat kuhirup bersamamu.

Mengapa? Mengapa semua terasa berbeda? Kau tidak ada di dunia ini lagi. Bagaimana aku bisa merasa menjadi orang yang sama? Aku menangis dalam kesendirian. Hartowardojo, kini telah pergi untuk selamanya. Warsonoe, Romlah dan suaminya pasti sangat terpukul mendengar kabar ini. Maafkan aku tidak bisa melarang Hartowardojo untuk pergi kedua kalinya. Maafkan aku...

Lidya berlari-lari menuju ke arahku, dia terlihat khawatir.

“Ningsih, yang sudah pergi biarlah pergi. Kau harus belajar mengikhlaskan. Dia mati dalam keadaan syahid, dia berperang. Allah mencintainya, bumi mencintainya.” Lidya menenangkanku. Aku menarik nafas panjang. Entah mengapa sebuah lubang besar seolah muncul di dadaku. Inikah yang dinamakan lubang di hati karena kehilangan seseorang? Setip menarik nafas terasa menyakitkan dan menyesakkan?

“Sebelum pergi Hartowardojo menitipkan ini padaku. Dia bilang tolong berikan padamu jika terjadi sesuatu padanya.” Lidya menyerahkan padaku sebuah kotak segi empat yang terbuat dari kayu. Aku membukanya perlahan. Beberapa carik kertas, masing-masing berisi nama. Bapak, Ibu, Warsonoe, dan Ningsih di atasnya. Hartowardojo bahkan sudah menyiapkan hal seperti ini sebelum dia pergi, apakah itu artinya dia sudah memiliki firasat untuk pergi sebelumnya?

Aku mengambil kertas yang terlipat bertulis namaku, aku buka dengan peralahan.

Borneo, September 1943.

-----

O, Tuhanku

Biarkan aku menjadi embunmu

Memancarkan terangmu

Sampai aku hilang lenyap olehnya...

 (Akhir Kata, J.E. Tatengkeng)

            -----

Ningsih, jika kau membaca suratku itu artinya aku sudah gugur. Jangan menangis, jangan bersedih. Maafkan aku harus pergi secepat ini. sejujurnya aku ingin menjadikanmu istriku setelah bangsa kita merdeka. Maafkan aku tidak bisa memegang janjiku. Terima kasih sudah bersusah payah ke Borneo untuk berjumpa denganku. Kini, hiduplah dengan bebas, kepakan sayapmu sebagai wanita mulia. Hiduplah dengan baik. Lupakanlah aku dan menikahlah dengan laki-laki yang dapat menepati janjinya.

Aku mencintaimu,

Hartowardojo.

 

Air mataku membasahi pipiku. Bahkan dalam surat terakhirnya saja Hartowardojo tetap bersastra. Duhai bunga yang kupuja, kini kau telah gugur selamanya.

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (44)
  • hollahalipah289

    Waaawwww... Ceritanya beda. Latar yang berbalut sejarah. Bagus. Belum lagi tata bahasanya enak buat para pembaca. Sukses terus buat karyanya.

    Comment on chapter BAB 3 1942
  • tikafrdyt

    Really Love This Story.. Unik, dan apa yaa meskipun aku ga pernah tahu kehidupan jaman dulu kayak gmn.. tapi pas baca ini bisa ngebayangin gimana kehidupan kisah cinta orang-orang di jaman dulu :)

    Comment on chapter BAB 1 Kekasihku
  • Khanza_Inqilaby

    Keren, Kak.

    Comment on chapter BAB 1 Kekasihku
  • Ann_Soe

    Wow! Padahal baru baca awal, tapi sudah jatuh hati. Tema cerita kayak gini jarang ada, makanya selalu menarik minat saya sebagai pembaca.

    Comment on chapter BAB 1 Kekasihku
  • bawelia

    Keren, kak. Latarnya dapet :') padahal baru baca deskripsinya aja. Semangat teruuusss

    Comment on chapter Kata Pengantar
  • reffi_D

    tema historikal memang selalu menarik untuk diulas,,nice and saluut :)

    Comment on chapter Ringkasan Novel
  • IndahTri

    Nice story

    Comment on chapter BAB 1 Kekasihku
  • lila_swan

    Wah... temanya menarik, tentang Jugun Ianfu, pasti melalui riset yang sangat luar biasa. Salut, Kak

    Comment on chapter Kata Pengantar
  • AR_Voluta

    Zaman penjajahan emang gak ada bagus-bagusnya... Yg bagus itu story ini. Harusnya hrus bersyukur Indonesia udh merdeka.

    Comment on chapter BAB 7 Suratku
  • rizukiaaaa

    Apakah sang Author ini balik ke zaman sebelum reformasi? Saya suka sama penggambaran ceritanya yang benar-benar berasa tahun 90'an :))

    Comment on chapter BAB 1 Kekasihku
Similar Tags
Paragraf Patah Hati
30      10     0     
Romance
Paragraf Patah Hati adalah kisah klasik tentang cinta remaja di masa Sekolah Menengah Atas. Kamu tahu, fase terbaik dari masa SMA? Ya, mencintai seseorang tanpa banyak pertanyaan apa dan mengapa.
P.E.R.M.A.T.A
20      7     0     
Romance
P.E.R.M.A.T.A ( pertemuan yang hanya semata ) Tulisan ini menceritakan tentang seseorang yang mendapatkan cinta sejatinya namun ketika ia sedang dalam kebahagiaan kekasihnya pergi meninggalkan dia untuk selamanya dan meninggalkan semua kenangan yang dia dan wanita itu pernah ukir bersama salah satunya buku ini .
Special
21      8     0     
Romance
Setiap orang pasti punya orang-orang yang dispesialkan. Mungkin itu sahabat, keluarga, atau bahkan kekasih. Namun, bagaimana jika orang yang dispesialkan tidak mampu kita miliki? Bertahan atau menyerah adalah pilihan. Tentang hati yang masih saja bertahan pada cinta pertama walaupun kenyataan pahit selalu menerpa. Hingga lupa bahwa ada yang lebih pantas dispesialkan.
Akai Ito (Complete)
13      10     0     
Romance
Apakah kalian percaya takdir? tanya Raka. Dua gadis kecil di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi sisi kanan rambutnya itupun menjawab. Aku percaya Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nant...
IDENTITAS
3      3     0     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Black Roses
350      59     0     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
NADA DAN NYAWA
81      25     0     
Inspirational
Inspirasi dari 4 pemuda. Mereka berjuang mengejar sebuah impian. Mereka adalah Nathan, Rahman, Vanno dan Rafael. Mereka yang berbeda karakter, umur dan asal. Impian mempertemukan mereka dalam ikatan sebuah persahabatan. Mereka berusaha menundukkan dunia, karena mereka tak ingin tunduk terhadap dunia. Rintangan demi rintangan mereka akan hadapi. Menurut mereka menyerah hanya untuk orang-orang yan...
TRIANGLE
3      3     0     
Romance
Semua berawal dari rasa dendam yang menyebabkan cella ingin menjadi pacarnya. Rasa muak dengan semua kata-katanya. Rasa penasaran dengan seseorang yang bernama Jordan Alexandria. "Apakah sesuatu yang berawal karena paksaan akan berakhir dengan sebuah kekecewaan? Bisakah sella membuatnya menjadi sebuah kebahagiaan?" - Marcella Lintang Aureliantika T R I A N G L E a s t o r ...
KAU, SUAMI TERSAYANG
424      312     3     
Short Story
Kaulah malaikat tertampan dan sangat memerhatikanku. Aku takut suatu saat nanti tidak melihatku berjuang menjadi perempuan yang sangat sempurna didunia yaitu, melahirkan seorang anak dari dunia ini. Akankah kamu ada disampingku wahai suamiku?
Ghea
4      4     0     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...