Read More >>"> Love Rain ([20]) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Rain
MENU
About Us  

Malam itu, aku duduk di bangku halte sembari terpaku menatap gerimis yang turun membahasi jalanan beraspal. Bus belum lagi datang, sementara pundakku terasa amat lelah. Aku ingin segera berbaring di tempat tidur.

Kelopak mataku yang sedari tadi terasa berat, hendak menutup. Namun, seketika terbuka lebar saat seseorang menepuk pundakku. Otomatis aku menoleh ke samping dengan jantung yang berdentum keras. Oh, Ahn Tae Young ternyata. Ia tersenyum puas karena telah behasil mengagetkanku, lalu ia duduk di sampingku. Penampilannya sama seperti pertama kali kami bertemu, kemeja kotak-kotak berwarna merah-hitam yang membaluti tubuhnya dan tas punggung berwarna hitam yang setia melekat dipunggungnya.

Perasaan kagetku secepatnya berganti dengan perasaan gembira. Tapi, secepatnya kuganti perasaan itu dengan berpura-pura sebal. Kan aku sedang merajuk dengannya.

“Bahaya kalau kau sampai tertidur di halte.”

“Apanya yang bahaya?” ujarku, masih berpura-pura sebal.

“Kau bisa ketinggalan bus.”

“Itu kan tidak bahaya.”

“Maksudku, setelah ketinggalan bus, kau bisa saja diculik oleh pemuda tampan.”

Aku menaiki sebelah alis. “Pemuda tampan macam apa yang mau menculik karyawati toko CD?”

Pemuda itu mengangkat bahu, lalu menoleh ke arahku dengan senyum yang menurutku amat manis—meskipun aku tahu senyumnya terlalu ia lebih-lebihkan. “Pemuda tampan macam aku.”

Ya ampun, aku tak sanggup lagi berpura-pura merajuk. Kini perutku terasa geli, sementara pipiku malah terasa panas. Pada akhirnya aku terbahak dengan pipi bersemu.

“Ternyata gampang sekali membuatmu tak lagi marah padaku.” Katanya.

Aku secepatnya merapatkan bibir, kembali berpura-pura merajuk. “Aku sedang marah.” Ungkapku.

Sekarang, ia yang malah terbahak. “Mana ada orang marah yang mengaku sedang marah, Ye Jin-ah.” Sahutnya. Usai tawanya reda, ia pun berkata. “Agar kau tak marah, sekaligus untuk menebus kesalahanku, bagaimana kalau kuajak kau jalan-jalan di sekitar Myeong-dong.”

Aku menimbang-nimbangi. “Hanya mengajakku jalan-jalan di sekitar sini?”

“Jalan-jalan sekaligus mentraktirmu…”

“Mentraktirku apa?”

Ia terkekeh. “Apa saja.”

“Aku mau-mau saja,” ujarku. Mataku beralih ke depan, gerimis masih juga menyerbu jalan raya.

“Oh, Han Yuna takut hujan ternyata.” Ejeknya. Tak lama, ia mengangkat pinggang, “Ini kan hanya gerimis. Ayo, kita pergi. Toh, sebentar lagi gerimis akan berhenti.”

Pada akhirnya aku pun beranjak dari bangku halte. “Bagaimana bisa kau tahu kalau gerimis akan segera berhenti? Kau kan bukan ahli Meteorologi Iklim.”

“Tentu saja aku tahu, lihat saja nanti.”

Saat kami menapaki trotoar, pemuda itu melepaskan tas punggungnya dari bahu. Diangkatnya tas tersebut di atas kepalaku. Karena itu aku tak perlu melindungi puncak kepala dengan kedua tanganku. Karena itu juga aku harus susah payah menahan detak jantungku yang terlalu kencang, hingga kupikir akan segera meloncat keluar.

“Kau tak harus melakukan ini.” Kataku, mencoba menolak—meski aku menyukainya. Ia hanya tersenyum, tanpa sekali pun menurunkan tas tersebut.

“Kupikir kau takut hujan.” Ujarnya. “Oh, iya, maaf ya aku malah tertidur di saat kau sedang melangsungkan konser kamar mandi-mu. Kau tahu, aku memang gampang tertidur kalau mendengar seseorang bernyanyi.”

“Entah kenapa, konser kamar mandi terdengar aneh.” Komentarku. “Jadi, kau mau bilang kalau nyanyianku terdengar jelek?”

“Tidak. Bukan begitu.” Buru-buru ia membenarkan. “Suaramu bagus. Nyanyianmu indah, hingga membelai lembut telinga. Maka dari itu aku teridur. Bukankah dengan nyanyian yang merdu maka bisa membuat orang yang mendengarkannya tertidur? Ibuku bahkan sering menyanyikanku sebuah lagu bila aku susah tidur dulunya.”

Tanpa sadar kami sudah memasuki jalanan yang dipenuhi dengan kedai-kedai yang menjual makanan. Perutku mendadak kosong saat mencium aroma gurih dari gyeran ppang yang mengudara di sekitarku.

Aku mendengus sebal, lalu memutar bola mata. Kusembunyikan pipiku yang terasa panas karena tersanjung atas pujiannya. “Bilang saja kalau suaraku terdengar membosankan. Lagi pula, lagu Don’t Know You tidak diperuntukan sebagai pengantar tidur.”

Ia terkekeh. Tasnya pun turun dari atas puncak kepalaku, gerimis telah berhenti… Ah, benar katanya, gerimis tak akan lama turun. Aku curiga bahwa ia sebenarnya adalah ahli Meteorologi Iklim.

“Ya sudah, agar kau tak marah untuk kesekian kalinya, kau mau kutraktir dalgona?”

Aku menggeleng. “Aku lebih ingin ditraktir gyeran ppang.”

Sebentar saja, kami sudah memasuki kedai yang menjual gyeran ppang. Pria yang barangkali berusia empat puluhan itu menyambut kami dengan ramah dari balik pemanggang. Ia pun menyiapkan dua buah gyeran ppang—ya ampun, coba lihat telur yang setengah matang di atasnya, lidah kalian pun pasti akan mengembang—setelah Ahn Tae Young memesan. Masing-masing gyeran ppang pun sampai di tangan kami dan Ahn Tae Young memberikan beberapa lembar won pada pria itu.

Kami kembali menelusuri jalanan yang sisinya dipenuhi oleh kedai-kedai makanan. Saat gyeran ppang-ku tersisa setengah lagi, aku tak sengaja melirik Ahn Tae Young yang masih memegang utuh gyera ppang-nya. Ia menatap benda itu seakan sedang memperhatikan bagaimana benda itu bisa berubah menjadi bakteri.

“Kau tak suka gyeran ppang?” aku pun membuka suara.

Ia menoleh ke arahku, lalu menggeleng dengan tampang yang menggambarkan bahwa ia memang tak suka makanan itu. Aku tahu, ia sedang bercanda.

“Jangan berbohong, itu terlihat jelas di wajahmu.” Celetukku sembari terkekeh.

“Aku memang tak pernah makan ini, omong-omong.” Katanya.

Aku mendelik. “Kau tak pernah makan gyeran ppang?”

Ia mengangguk.

“Sama sekali?”

Ia mengangguk lagi.

“Ya ampun. Aku pikir semua orang di seluruh Korea Selatan, atau barangkali orang-orang di Negara lain, sudah pasti pernah makan gyeran ppang.” Ucapku, masih tak percaya.

“Dan aku, satu dari seluruh orang di Korea Selatan yang belum pernah makan gyeran ppang.” Katanya, mengangkat bahu. “Aku pikir, aku bisa memakannya kali ini. Tapi, ternyata tidak. Kau mau?”

Disodorkannya makanan itu ke wajahku, aku pun meraihnya. “Pasti ini karena telur setengah matangnya, kan?”

“Ya, telur kuningnya belum matang… Oh, juga keju. Aku benci keju.”

Aku terkekeh. Kuingat ia menyukai tantangan. Tiba-tiba saja terlintas sesuatu di benakku. “Bukankah kau suka menantang diri? Kalau begitu, tantang dirimu untuk makan ini.” Aku pun menyodorkan benda itu di depan wajahnya. Ia sempat memundurkan wajahnya.

“Serius? Kau ingin melihat aku muntah di sini? Aku tidak mau.” Tolaknya, tegas. Buru-buru ia melangkah menuju sebuah kedai yang menjual berbagai macam makanan ringan. Aku pun turut mengikuti langkahnya.

Saat ia berhenti di depan panci yang berisi eomuk kkochi, ia mengambil satu tusuk eomuk kkochi dari dalam sana, lalu berkata padaku. “Kalau ini, aku sangat suka.” Ia mengangkat benda itu, lalu memakanya. Ia persis seperti model iklan makanan ringan.

Aku terkekeh dibuatya. Selama aku menunggu ia memakan beberapa tusuk eomuk kkochi dan aku serta-merta menghabiskan gyeran ppang darinya, sebuah fakta tentang dirinya sedang kusimpan baik-baik di dalam kepalaku.

Ahn Tae Young tak sanggup menantang dirinya bila itu tentang makanan yang tak ia sukai.[]

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Kamu VS Kamu
21      6     0     
Romance
Asmara Bening Aruna menyukai cowok bernama Rio Pradipta, si peringkat pertama paralel di angkatannya yang tampangnya juga sesempurna peringkatnya. Sahabatnya, Vivian Safira yang memiliki peringkat tepat di bawah Rio menyukai Aditya Mahardika, cowok tengil yang satu klub bulu tangkis dengan Asmara. Asmara sepakat dengan Vivian untuk mendekatkannya dengan Aditya, sementara ia meminta Vivian untu...
Petrichor
29      16     0     
Inspirational
Masa remaja merupakan masa yang tak terlupa bagi sebagian besar populasi manusia. Pun bagi seorang Aina Farzana. Masa remajanya harus ia penuhi dengan berbagai dinamika. Berjuang bersama sang ibu untuk mencapai cita-citanya, namun harus terhenti saat sang ibu akhirnya dipanggil kembali pada Ilahi. Dapatkah ia meraih apa yang dia impikan? Karena yang ia yakini, badai hanya menyisakan pohon-pohon y...
JEOSEUNGSAJA 'Malaikat Maut'
77      23     0     
Fan Fiction
Kematian adalah takdir dari manusia Seberapa takutkah dirimu akan kematian tersebut? Tidak ada pilihan lain selain kau harus melaluinya. Jika saatnya tiba, malaikat akan menjemputmu, memberikanmu teh penghilang ingatan dan mengirim mu kedimensi lain. Ada beberapa tipikel arwah manusia, mereka yang baik akan mudah untuk membimbingnya, mereka yang buruk akan sangat susah untuk membimbingny...
Memorieji
68      22     0     
Romance
Bagi siapapun yang membaca ini. Ketahuilah bahwa ada rasa yang selama ini tak terungkap, banyak rindu yang tak berhasil pulang, beribu kalimat kebohongan terlontar hanya untuk menutupi kebenaran, hanya karena dia yang jadi tujuan utama sudah menutup mata, berlari kencang tanpa pernah menoleh ke belakang. Terkadang cinta memang tak berpihak dan untuk mengakhirinya, tulisan ini yang akan menjadi pe...
Bakauheni
3      3     0     
Short Story
"Tunggu aku di sana. Di sebuah taman dengan pemandangan dermaga, sebelum senja menua, lalu terdengar deburan ombak sebagai tanda kapal akan menepi di pelabuhan Bakauheni."
CHERRY & BAKERY (PART 1)
26      11     0     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
Innocence
44      3     0     
Romance
Cinta selalu punya jalannya sendiri untuk menetap pada hati sebagai rumah terakhirnya. Innocence. Tak ada yang salah dalam cinta.
Should I Go(?)
47      13     0     
Fan Fiction
Kim Hyuna dan Bang Chan. Saling mencintai namun sulit untuk saling memiliki. Setiap ada kesempatan pasti ada pengganggu. Sampai akhirnya Chan terjebak di masa lalunya yang datang lagi ke kehidupannya dan membuat hubungan Chan dan Hyuna renggang. Apakah Hyuna harus merelakan Chan dengan masa lalunya? Apakah Kim Hyuna harus meninggalkan Chan? Atau justru Chan yang akan meninggalkan Hyuna dan k...
SAMIRA
3      3     0     
Short Story
Pernikahan Samira tidak berjalan harmonis. Dia selalu disiksa dan disakiti oleh suaminya. Namun, dia berusaha sabar menjalaninya. Setiap hari, dia bertemu dengan Fahri. Saat dia sakit dan berada di klinik, Fahri yang selalu menemaninya. Bahkan, Fahri juga yang membawanya pergi dari suaminya. Samira dan Fahri menikah dua bulan kemudian dan tinggal bersama. Namun, kebahagiaan yang mereka rasakan...
My Noona
17      13     0     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...