Read More >>"> Itenerary (Chapter 18 : SEBUAH AKHIR BAHAGIA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Itenerary
MENU
About Us  

“Lalu, apa yang harus kulakukan?”

“Kau harus menolong anak itu.”

“Menolong diriku sendiri?”

“Iya, seperti yang pernah seseorang katakan kepadamu.”

Ah, dia benar. Seorang penghuni panti pernah mengatakannya padaku.

“Gadis itu membutuhkan pertolonganmu. Ia sekarat. Bukan fisiknya, tapi jiwanya. Kau harus meyembuhkannya.”

“Bagaimana aku bisa menolongnya? Aku bahkan tak bisa bicara padanya.”

“Bagaimana mungkin Kau tidak bisa berbicara pada dirimu sendiri. Setiap orang bisa berbicara pada dirinya sendiri.”

“Kalau aku tahu aku tidak akan bertanya padamu.”

“Berarti Kau belum percaya pada dirimu sendiri.”

“Apa maksudmu. Aku tahu dia adalah aku. Percaya seperti apa yang Kau maksudkan?”

“Aku tidak tahu. Aku diutus hanya untuk memberitahumu bahwa takdirmu berada di tangan anak itu. Dan anak itu adalah Kau sendiri. Jadi, takdirmu adalah dirimu sendiri yang menentukannya.”

Haha, Dia mengutip kata-kataku. Itu adalah kata-kata motivasi yang selalu kuucapkan pada orang lain.

“Tugasku sudah selesai.”

“Tunggu, apa maksudmu sudah selesai? Kau bahkan tidak memberi tahuku aku harus melakukan apa.”

“Bukankah sudah kukatakan bahwa Kau harus menolongnya.”

“Iya, bagaimana aku bisa menolongnya?”

“Aku tidak tahu. Kau harus menjalankannya sendiri.”

“Ah, orang ini benar-benar tidak membantu. Tunggu, apakah Kau ini orang?”

“Berhenti berbicara omong kosong. Aku adalah malaikat maut yang tak seharusnya berada disini.”

“Malaikat Maut?”

“Iya. Dan anak ini belum waktunya mati maka jangan menambah-nambah pekerjaanku. Karena itulah aku bicara padamu sekarang.”

“Gila!”

“Ingat, Kirana! Bahagia yang Kau dapatkan sekarang tidak akan terjadi jika dirimu yang sekarang tidak mau melawan keputusasaan dirinya sendiri. Itulah tugasmu. Membantunya melawan keputusasaan tersebut. Kau bisa memotivasi orang lain, Kirana. Jadi Kau juga pasti bisa memotivasi dirimu sendiri. Kau telah berhasil melalui hal berat, Kau berhasil melawan dunia dan nasib buruk. Maka Kau juga pasti bisa melawan dirimu sendiri. Semoga Kau berhasil. Seisi langit akan berdoa untuk keberhasilanmu. Selamat berjuang.”

Seseorang yang mengaku sebagai malaikat tadi kemudian menghilang. Tanpa membantu sama sekali, ia meniggalkanku sendirian. Aneh, ruangan yang sepenuhnya putih tadi berganti menjadi kamar yang kutempati dulu. Dan aku kembali ke saat dimana aku terakhir bermimpi. Aku kembali mengulang pertengkaran antara aku dan ayahku, saat dimana aku mengumpat agar ayah lebih baik mati saja yang pada waktu kemudian aku sangat menyesali umpatan itu.

Setelah puas menangis, gadis itu berdiri dan berjalan ke arah lemari. Gadis itu berbalik ke arah cermin. Ia menatap pantulan wajah dan mata lebamnya pada cermin tersebut. Dan aku berdiri di belakangnya. Aku sangat hapal adegan ini.

“Maafkan aku, ayah. Maafkan, Kiran.” Ia berbicara pada dirinya sendiri. Dan tangisnya kembali pecah. Saat itu aku dapat melihat jelas wajahnya dan wajahku didalam cermin. Dan saat itu aku mengerti takdir apa yang mempertemukan kita berdua. Setelah ini aku tahu persis apa yang terjadi. Aku terbangun dari mimpi. Ah, mungkin orang tadi bicara omong kosong. Akankah aku benar-benar akan kembali ke dunia nyata?

Tidak, mimpi ini berlanjut. Mungkin belum saatnya aku terbangun. Gadis itu, maksudku aku, kembali membuka lemari. Dia membuka kunci sebuah laci yang terdapat di dalam lemarinya. Dan dia mengambil sebilah pisau dari sana. Untuk apa dan kenapa seorang anak gadis menyimpan pisau di . Dan sejak kapan?

Semua perkataan malaikat itu benar. Gadis ini mencoba mengakhiri penderitaannya dengan membawanya pergi bersamanya ke alam baka. Gadis itu meletakkan pisau itu di meja belajarnya. Belum ada satu darah pun yang tercecer, sementara aku sudah sangat gugup sejak tadi.  Ia mengambil sebuah buku. Aku tahu itu buku harianku. Ia mengambil sebuah pena dan menuliskan sesuatu disana.

“Tidak peduli seberapa gelapnya malam, bintang selalu punya sinarnya sendiri. Ia tidak mendapatkan sinar dari benda-benda angkasa lain. Sebaliknya, ia memancarkan sinarnya untuk benda-benda langit lain sampai sinarnya habis. Impianku adalah menjadi sebuah bintang paling terang. Dalam drama, kita mungkin sering mendengar sebuah klise orang yang meninggal akan menjadi bintang. Sering aku berpikir, apakah itu benar? Apakah setelah aku meninggal aku akan menjadi bintang? Aku ingin segera menjadi bintang, Tuhan, menjadi bintang di langit-langit-Mu. Apa aku boleh menjadi bintang, Tuhan? Jangan benci aku. Aku hanya ingin menjadi bintang.”

Ia mengakhiri tulisannya. Air matanya terus berlinangan sejak ia mulai menorehkan tinta di buku kecilnya hingga bukunya basah oleh air mata.

Ia kemudian menoleh kearah sebilah pisau di sampingnya. Tidak, jangan lakukan! Perkataan malaikat itu benar. Gadis ini diambang keputusasaan. Sekarang aku mengerti maksud dari tulisannya. Tidak, ia tidak boleh mengakhiri hidupnya. Ia tidak boleh putus asa. Tidak, ia harus tetap hidup karena aku ingin segera bertemu dengan Dean dan Claudia. Ia harus hidup agar aku pun bisa melanjutkan dan menikmati hidupku.

Gadis itu tidak main-main. Segera setelah ia menutup bukunya, ia menggenggam pisau di sampingnya. Gadis itu masih berlinangan air mata. Sementara aku tak tahu harus bagaimana. Haruskah aku menghentikannya? Tapi bagaimana? Tidak, sebentar lagi pasti aku akan terbangun dari mimpi ini. Gadis itu melanjutkan gerakannya. Mata pisau itu semakin dekat dengan pergelangan tangannya.

“Maafkan Kiran, Bu, Yah,” dan Sang Gadis bersiap untuk mengiris tangannya.

“Tidak, Kirana, jangan lakukan!”

Aku refleks langsung berteriak dan ia menghentikan gerakannya. Apa ini? Ia mendengar suaraku?

“Tidak Kirana, jangan berakhir seperti ini,” aku meneruskan ucapanku.

“Anda siapa? Kenapa bisa ada di kamar saya?”

Ah, dia tidak hanya mendengar. Ia kini bisa melihatku. Ini pertama kalinya kami saling menatap dimana dia benar-benar menatapku. Bagaimana sekarang aku bisa kelihatan di matanya sementara selama ini tidak, aku pun tidak mengerti. Tapi aku bersyukur dia bisa melihatku dan mendengar suaraku.

“Apa Kau melihatku?”

“Iya, saya melihat Anda.”

“Ini pertama kalinya kita saling bicara.”

“Anda siapa?”

Syukurlah, pisau itu telah menjauh dari pergelangan tangannya. Ia kembali meletakkan benda tajam itu disampingnya.

“Aku? Aku Kirana.”

“Kirana? Nama Anda Kirana? Nama saya juga Kirana.”

“Iya, aku tahu.”

“Bagaimana Anda tahu?”

“Bukan hanya nama yang sama. Wajah kita pun sama.”

Ia memperhatikan wajahku.

“Tidak. Wajah saya masih muda.”

Haha, dia benar. Dia mengejekku sepertinya.

“Haha Kau benar. Aku sudah tua.”

“Apa Anda mengenal saya?”

”Tentu saja. Aku sangat mengenalmu.”

“Siapa Anda?”

Tampaknya dia menjadi lebih fokus kepadaku dan lupa pada pisau disampingnya. Syukurlah.

“Aku? Ah, Kau mungkin akan kaget kalau tahu siapa aku.”

Kirana masih menunggu jawabanku.

“Aku adalah masa depanmu.”

Ia terdiam. Bengong. Benar dugaanku, ia kaget.

“Orang gila. Aku pasti berhalusinasi,” Ia menepok-nepok kedua pipinya. Tak kusangka ia malah mengira dirinya berhalusinasi. Tapi aku mungkin akan berpikir hal yang sama jika aku adalah dia. Sayangnya dia mengabaikanku dan berbalik mengambil pisau itu lagi ke genggamannya.

Aku menepis tangannya. Dan pisau itu jatuh ke lantai. Ia menatapku dengan kaget.

“Dengar. Kau tidak sedang berhalusinasi. Aku nyata. Hmm, tidak, sebenarnya aku tidak nyata. Ah, aku sendiri bingung bagaimana menjelaskannya. Ah, sudahlah, Kau harus mendengarkan kata-kataku!”

Aku memaksanya. Ia sepertinya masih kaget bahwa aku menepis tangannya. Aku sendiri kaget. Padahal sebelumnya aku bahkan kasat mata, dia pernah berjalan menembusku. Tapi sekarang aku bahkan bisa melakukan kontak fisik dengannya.

“Aku adalah masa depanmu. Aku benar-benar adalah masa depanmu. Kau tidak boleh mengakhiri hidupmu sekarang.”

Karena di masa depan Kau akan sangat bahagia. Kau akan menikah dengan laki-laki tampan yang selalu Kau dambakan. Kau akan memiliki anak yang cantik dan cerdas. Kau memiliki karir gemilang dan dicintai semua orang. Tidak seperti kehidupanmu sekarang, Kau tidak akan hidup dalam kesusahan. Beberapa dari kita yang merasa putus asa mungkin berpikir dengan mengakhiri hidup akan menjadi lebih baik. Kita tidak pernah tahu, kebahagiaan sedang menunggu kita di ujung sana.”

Aku memotivasi diriku sendiri.

“Dengar. Anda yang seharusnya mendengar saya. Saya tidak tahu siapa Anda. Tapi yang pasti Anda telah masuk ke rumah orang tanpa izin. Dan itu adalah sebuauh kejahatan. Kemudian Anda mencampuri urusan saya. Jadi, saya harap Anda bisa keluar secara baik-baik.”

Sepertinya motivasiku tidak mempan untuk diriku sendiri. Aku benar-benar bingung bagaimana meyakinkan anak ini. Kalau aku jadi dia, tentu aku juga tidak percaya dengan perkataanku sendiri.

“Kau memiliki tanda lahir di paha kananmu.”

“Bagaimana Anda tahu?”

“Tentu saja aku tahu. Aku adalah masa depanmu.”

“Huft aku bisa gila.”

Aku sudah menjadi gila terlebih dahulu, sayangku. Terlebih setelah semua yang kulalui ternyata belum pernah terjadi.

“Menurutmu bagaimana aku bisa masuk ke kamarmu sementara Kau mengunci rapat pintu kamarmu.”

“Itu yang mau saya tanya, kenapa Anda bisa berada disini?”

“Entahlah. Mungkin Tuhan mengirimku untuk menghentikan tindakan bodohmu itu.”

Gadis itu memegang kepalanya seolah tak percaya. Ia kemudian melangkah keluar dari kamarnya.

“Ayah…! Ayah…!”

Mungkin ia hendak memastikan kehadiranku kepada ayahnya.

“Ayahmu pergi!”

“Apa maksudnya?”

Gadis itu mencari ke seluruh isi rumah. Dan ia benar-benar tidak mendapati ayahnya.

“Kemana ayahku pergi?”

Ia bertanya kepadaku.

“Menurutmu kemana?”

Ia terdiam. Ia teringat kata-kata kutukan kepada ayahnya. Dan tanpa sadar ia kembali menangis. Sungguh kasihan mata gadis ini. Matanya sudah sangat bengkak dan aku tak tahu berapa banyak lagi stock air mata yang dimilikinya.

“Tenang! Ayahmu pergi menjemput ibumu!”

“Kalau Kau tak percaya omonganku. Tunggulah beberapa hari lagi. Ayahmu akan pulang membawa ibumu. Dan jika perkataanku benar, Kau harus mendengar semua yang akan aku katakan sebelumnya. Tapi sebelumnya jauhkan benda tajam tadi darimu.”

Gadis itu memandangku tajam. Ia kemudian kembali ke kamarnya. Kakinya mungkin lelah berdiri sebentar, maka ia memutuskan untuk kembali duduk.

“Apa yang akan terjadi jika saya melanjutkan untuk bunuh diri?”

Rupanya ia menurut padaku atau mungkin ia penasaran.

"Ibumu menjadi depresi dan menyalahkan dirinya sendiri. Kemudian dia akan memutuskan untuk menyusulmu karena dia merindukanmu. Begitu pula ayahmu. Penyesalannya membuat pikirannya tak waras lagi. Ditambah penyakitnya. Lalu bisa Kau tebak apa yang terjadi dengan dengan adikmu yang masih kecil itu?”

“Sudah, jangan dilanjutkan!”

Jangankan kamu, Kirana! Aku pun tak ingin membayangkannya.

“Saya tak akan percaya begitu saja perkataan Anda. Jika sampai tiga hari ayah dan pulang bersama ibu, maka tak ada gunanya lagi saya hidup!”

“Baiklah! Tapi kalau perkataanku benar, Kau harus berjanji tak hanya akan mendengar perkataanku, tapi juga tak akan pernah melakukan hal bodoh seperti ini lagi! Taruhlah pisau itu di dapur, bukan di lemari!”

Aku mengomeli diriku sendiri.

“Baiklah.”

"Janji?"

Aku mengacungkan kelingkingku padanya. Dan gadis itu menyambutnya. Untuk pertama kalinya aku membuat janji dengan diriku sendiri. 

Aku menemaninya malam itu. Aku mengajaknya bicara beberapa kali tapi ia mengacuhkanku, berpura-pura fokus pada buku yang dibacanya. Benar-benar gadis yang dingin. Aku tak ingat aku pernah sedingin ini pada orang lain.

Gadis itu mulai mengantuk. Aku harap aku juga mengantuk. Tapi aku tak bisa mengantuk. Aku menjadi semakin yakin bahwa dunia ini benar-benar dunia nyata. Dan siapakah aku?

Hari telah berganti pagi. Gadis itu masih terlelap dalam tidurnya. Gadis yang malang. Bersabarlah! Pengalaman berat akan menjadikan kita lebih kuat.

“Jam berapa sekarang?”

Gadis itu membuka matanya.

“Jam 10 pagi.”

“Ah Anda masih disini?”

Kirana keluar dari kamarnya. Rumahya masih sepi seperti hari sebelumnya. Ia melakukan berbagai aktivitas sementara aku hanya mengikutinya. Ia bersikap seolah-olah aku tak ada. Ia kemudian kembali ke kamar dan berbaring di tempat tidurnya.

“Kau akan tidur lagi?” Tanyaku.

“Aku mengantuk.” Jawabnya ringkas.

Jarum jam terus berjalan. Hari mulai petang. Gadis ini masih bermalas-malasan. Aku menoleransinya kali ini karena dia begitu bersedih. Tapi dia tak boleh terlalu sering tidur seperti ini. Aku lah yang nanti dikemudian hari yang akan merasakan akibat dan efek dari pola hidup tak sehatnya ini.

Aku mendengar seseorang membuka pintu depan. Kudengar pula beberapa langkah kaki berjalan beriringan. Kupantau lewat jendela, itu adalah ayah dan ibu. Aku membangunkan Kirana kecil.

“Na! Bangun! Mereka telah datang!”

Setengah sadar ia membalasku.

“Siapa?”

“Kirana! Ini ayah, Nak! Ibu sudah pulang!”

Pintu telah terbuka. Suara itu memanggil nama Kirana!”

Kirana mengucek kedua matanya. Kini dia sepenuhnya sadar siapa diluar sana. Kirana membuka pintu kamarnya. Tangisnya meluap. Tak perlu waktu tiga hari. Hari ini ayahnya telah mengutuhkan kembali keluarga mereka. Ia langsung memeluk ibu dan ayahnya. Aku pun tak dapat menahan air mata. Kirana yang malang kini bahagia.

Ibu dan ayahnya membawa banyak makanan untuk mereka. Termasuk ceker pedas kesukaan Kirana. Ditemani ayah dan ibunya, ia makan selahap-lahapnya di meja makan. Aku mengikuti mereka dan melihat Kirana makan dengan lahapnya.

Kirana menangis. Ia rindu ibu dan ayahnya meski hanya beberapa hari mereka tak bertemu. Ia kemudian menjadi rindu pula pertengkaran mereka.

“Maaf yang lahap ya, sayang! Maaf kemarin ibu pergi!”

Ibu mengelus-elus kepala Kirana. Kirana kembali menitikkan air mata. Kali ini bukan karena ia bersedih. Tapi karena ia terlalu bahagia. Kirana kemudian melihat ke arahku.

“Anda masih disini?”

“Kirana berbicara dengan siapa, Nak?”

“Ibu tidak melihat tante ini?” ia menunjuk ke arahku.

“Tante?” Ibu heran karena ia tak melihat siapapun. Sepertinya tak ada yang bisa melihatku selain diriku sendiri.

"Na, kamu sakit?"

Kirana melihat bingung kearahku.

“Sssttt,” aku menaruh telunjukku di bibir mengisyaratkan Kirana untuk diam dan melanjutkan makannya. Ia sepertinya mengerti dan menjawabku dengan senyuman. Sementara aku kemudian kembali ke kamarnya, melangkah ke arah cermin.

“Ah, apa aku terlihat seperti tante-tante?”

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (28)
  • suckerpain_

    Lucu juga baca ini. Aku suka kok. Tapi, aku saranin untuk kata seperti lipbalm dan fix, sepertinya harus di italic. Over all ceritanya bagus. ๐Ÿ™โคโค

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • Ervinadyp

    @rara_el_hasan makasihhh kaaak.. ๐Ÿ˜˜ iyanih pgn naik gunung beneran jdnyaa.. ga cmn liat di tv atau di novel2 aja:(

    Comment on chapter Persiapan Kilat
  • Ervinadyp

    @kairadish makasiiihh yaaaa dekkk๐Ÿ˜˜๐Ÿ˜˜๐Ÿ˜˜

    Comment on chapter Persiapan Kilat
  • kairadish

    Keasikan baca wkwkwk.
    Cerita persahabatannya kental, aku sukaa, good job kakk๐Ÿ’•

    Comment on chapter Persiapan Kilat
  • rara_el_hasan

    baru baca part awalnya ...suka sama kata Boy " Gue janji, akan mengajak kalian untuk melihat dunia, dari sudut pandang yg berbeda," semangat kak ... wah aq pgen banget naik gunung jadinya

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • shanntr

    ceritanyaa baguss:)) udh ku like juga
    mampir keceritaku juga yuk;) jgn lupa kasih like kak;;))

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • yurriansan

    Jgn lupq knjgi storyku ya...

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • yurriansan

    Certa yg bagus. Jd inget crta 5 cm, yg kntal pershbtn nmun msh berasa romance nya.

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • IndyNurliza

    Ceritanya bagus.. Sukses yak

    Comment on chapter Rencana Mereka
  • YUYU

    Bagus ceritanya, terasa manisnya. Plus juli lalu baru bacpacker k malang n batu, jd time travelnya ak dapet. Terima kasih sudah mengajakku visit kemari.

    Comment on chapter Epilog: Narasi Enam Kepala Manusia
Similar Tags
Langit Jingga
0      0     0     
Romance
Mana yang lebih baik kau lakukan terhadap mantanmu? Melupakannya tapi tak bisa. Atau mengharapkannya kembali tapi seperti tak mungkin? Bagaimana kalau ada orang lain yang bahkan tak sengaja mengacaukan hubungan permantanan kalian?
She Never Leaves
57      44     0     
Inspirational
Dia selalu ada dan setia menemaniku, Menguatkanku dikala lemah, Menyemangatiku dikala lelah, dan .. Menuntunku dikala kehilangan arah.
Somehow 1949
174      86     0     
Fantasy
Selama ini Geo hidup di sekitar orang-orang yang sangat menghormati sejarah. Bahkan ayahnya merupakan seorang ketua RT yang terpandang dan sering terlibat dalam setiap acara perayaan di hari bersejarah. Geo tidak pernah antusias dengan semua perayaan itu. Hingga suatu kali ayahnya menjadi koordinator untuk sebuah perayaan -Serangan Umum dan memaksa Geo untuk ikut terlibat. Tak sanggup lagi, G...
A Slice of Love
9      9     0     
Romance
Kanaya.Pelayan cafe yang lihai dalam membuat cake,dengan kesederhanaannya berhasil merebut hati seorang pelanggan kue.Banyu Pradipta,seorang yang entah bagaimana bisa memiliki rasa pada gadis itu.
Koude
39      21     0     
Romance
Menjadi sahabat dekat dari seorang laki-laki dingin nan tampan seperti Dyvan, membuat Karlee dijauhi oleh teman-teman perempuan di sekolahnya. Tak hanya itu, ia bahkan seringkali mendapat hujatan karena sangat dekat dengan Dyvan, dan juga tinggal satu rumah dengan laki-laki itu. Hingga Clyrissa datang kepada mereka, dan menjadi teman perempuan satu-satunya yang Karlee punya. Tetapi kedatanga...
Menghapus Masa Lalu Untukmu
57      29     0     
Romance
Kisah kasih anak SMA dengan cinta dan persahabatan. Beberapa dari mereka mulai mencari jati diri dengan cara berbeda. Cerita ringan, namun penuh makna.
Invisible
22      15     0     
Romance
Dia abu-abu. Hidup dengan penuh bayangan tanpa kenyataan membuat dia merasa terasingkan.Kematian saudara kembarnya membuat sang orang tua menekan keras kehendak mereka.Demi menutupi hal yang tidak diinginkan mereka memintanya untuk menjadi sosok saudara kembar yang telah tiada. Ia tertekan? They already know the answer. She said."I'm visible or invisible in my life!"
Do You Want To Kill Me?
82      42     0     
Romance
Semesta tidak henti-hentinya berubah, berkembang, dan tumbuh. Dia terus melebarkan tubuh. Tidak peduli dengan cercaan dan terus bersikukuh. Hingga akhirnya dia akan menjadi rapuh. Apakah semesta itu Abadi? Sebuah pertanyaan kecil yang sering terlintas di benak mahluk berumur pendek seperti kita. Pertanyaan yang bagaikan teka-teki tak terpecahkan terus menghantui setiap generasi. Kita...
sHE's brOKen
155      78     0     
Romance
Pertemuan yang tak pernah disangka Tiara, dengan Randi, seorang laki-laki yang ternyata menjadi cinta pertamanya, berakhir pada satu kata yang tak pernah ingin dialaminya kembali. Sebagai perempuan yang baru pertama kali membuka hati, rasa kehilangan dan pengkhianatan yang dialami Tiara benar-benar menyesakkan dada. Bukan hanya itu, Aldi, sahabat laki-laki yang sudah menjadi saksi hidup Tiara yan...
Tembak, Jangan?
6      6     0     
Romance
"Kalau kamu suka sama dia, sudah tembak aja. Aku rela kok asal kamu yang membahagiakan dia." A'an terdiam seribu bahasa. Kalimat yang dia dengar sendiri dari sahabatnya justru terdengar amat menyakitkan baginya. Bagaimana mungkin, dia bisa bahagia di atas leburnya hati orang lain.