Kanaya
Seharian ini aku hanya bisa menangis, hingga rasanya air mataku tidak bisa keluar lagi. Keadaanku sangat kacau dengan rambut yang acak-acakan dan mata yang sembab. Hanna bilang jika diriku yang sekarang ini sangat mirip dengan mayat hidup di film film yang pernah di lihatnya. Tadi kami baru saja melakukan Video Call, dan dia sangat terkejut melihat keadaanku sekarang ini. Untung saja aku sudah mengunci pintu kamar, jadi tidak ada siapapun yang bisa melihat keadaanku yang sekarang ini.
tok tok tok
"JANGAN GANGGU AKU KAK!" teriakku pada seseorang yang mengetuk pintuku.
tok tok tok
"I NEEDED TIME WITH MYSELF BETTER YOUR GO!"
tok tok tok
Kak Rayhan nyebelin, dia tidak mengerti jika aku butuh waktu sendiri buat menenangkan diri. Akupun terpaksa berjalan menuju pintu dengan malas.
krik
"Kak Ray-Raka what are you doing here?!" pekikku saat melihat Raka di depan pintu kamarku."Hai Nay, kak Rayhan belum pulang, tadinya gue di sini cuman ingin tau keadaan lo aja tapi bi Siti malah nyuruh gue buat lansung samperin lo ke kamarnya. Bi Siti bilang lo belum makan dari tadi, makan dulu sana nanti lo sakit." Raka berbicara dengan lembut sekali diiringi dengan senyuman manis miliknya, membuat hatiku merasa nyaman, aku jadi tidak tega untuk mengusirnya. Tapi aku benar benar kecewa padanya.
Aku memutarkan bola mataku dengan malas, "Gue gak perlu perhatian lo!" kataku sambil menekankan setiap kata yang ku ucapkan padanya. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Raka, dia hanya terdiam dengan mata yang masih setia menatapku dengan tatapan sayu. "Lebih baik lo pergi dari sini!" lanjutku sambil menutup pintu dengan sangat keras.
bruk
"Nay dengerin gue, gak ada orang lain yang bisa bikin gue nyaman selain lo, dan gak ada orang lain yang gue cinta selain lo Nay. You are the only first love and last in my life. Gue janji Nay." ucapnya dari balik pintu kamarku. Suaranya terdengar serak, dan aku seperti mendengar suara isakan kecil dari balik pintu kamarku. Raka menangis? aku berusaha tidak peduli. Dan, aku juga berusaha tidak peduli pada ucapannya omong kosong, paling 5 hari kemudian dia sudah menemukan yang baru. Begitulah laki-laki terlalu banyak membuat janji, lalu mengingkari.
Aku tidak mendengar suara Raka lagi, mungkin dia sudah pergi. Baguslah jika dia memang benar-benar sudah pergi, jadi aku tidak perlu memikirkan cara mengusirnya tanpa menyakiti perasaanya.
tok tok tok
Tapi sepertinya aku salah, dia masih berada di depan pintuku. Lagi, aku berjalan dengan kesal menuju pintu, "Apalagi sih Rak-kak Rayhan?!" ternyata aku salah itu bukan Raka melainkan kak Rayhan."Rak? Raka? ngapain tuh cowok brengsek nyamperin kamu lagi?" tanyanya sambil memasuki kamarku lalu duduk di pinggiran kasurku. Aku pun menghampirinya dan ikut duduk di sampingnya. "Dia cuman ingin tau keadaan Naya aja." jawabku seadanya.
"Gak ngapa-ngapain kamu kan?"
Aku menggelengkan kepala. "Bagus deh, makan dulu gih kamu belum makan dari tadi siang kan?" ucapnya sambil mengusap-usap kepalaku. Aku mengangguk pelan. Kak Rayhan masih saja perhatian padaku. Padahal dulu aku selalu mengabaikan kehadiran dan saran darinya jika menyangkut soal Raka, aku menjadi merasa bersalah.
"Kak," panggilku saat kak Rayhan beranjak dari posisinya. "Kenapa?" tanyanya kebingungan. "Naya minta maaf." kak Rayhan hanya tersenyum menanggapi permintaan maafku. "Mau makan malem bareng kakak? Kakak udah masakin pasta kesukaan kamu." Mataku lansung membulat dengan sempurna. Sudah lama aku tidak makan pasta, makasih kak Rayhan. Love You.
***
"Malem bi." ucapku saat melihat bi Siti yang sedang menyiapkan makan malam. "Malem juga non." jawabnya sambil tersenyum. Aku melihat meja makan sudah di penuhi oleh makanan termasuk pasta kesukaanku."Itu pasta kak Rayhan yang masak bi?" tanyaku menyelidik. Tiba tiba ada yang memukul kepalaku dengan pelan, "Kamu gak percaya kalau kakak yang masak?" tanyanya. "Gak." jawabku dengan singkat, padat, dan jelas sambil mengusap-usap kepalaku yang baru saja terkena pukulan oleh kak Rayhan "Sakit tau kak," lanjutku. "Sudah-sudah jangan berantem, yang masak pasta ini memang den Rayhan non." ucap bi Siti. Kak Rayhan menjulurkan lidahnya ke arahku, aku mendengus kesal. Bi Siti mengambilkanku piring yang berisi pasta kesukaanku, "Makasih bi" kak Rayhan yang usil ikut memakan pasta kesukaanku pada piring yang sama. Padahal dia sangat tahu betul jika aku tidak bisa makan bersama dengan orang lain dalam satu piring yang sama. Bagiku itu sangat menjijikan.
"KAK!" selera makanku akan hilang begitu saja jika makan bersama dengan orang lain dalam satu piring yang sama. Bahkan jika orang itu adalah keluargaku sendiri. Kak Rayhan hanya memamerkan cengiran khasnya. "Abisin aja aku jadi gak selera makan." aku mendorong piring berisi pasta yang tinggal setengah itu ke arahnya.
"Iya iya maaf, kakak bikinin lagi ya."
"Gak usah, Naya udah kenyang. Kakak abisin aja sisanya." padahal aku masih kelaparan, aku baru memakan 3 suap pasta itu. Dan sisanya aku berikan pada kak Rayhan. Tapi sudahlah lebih baik aku kembali ke kamar untuk beristirahat dan berdoa semoga hari esok lebih baik dari hari ini.
***
Kehilangan seseorang yang selalu menemani setiap hari-hari yang dijalani selama 1 tahun terakhir itu berat rasanya. Aku tidak tahu dengan cara apa aku bisa mendeskripsikan perasaan itu sedih, sepi, hampa, rindu mungkin hanya kata kata itu yang dapat ku deskripsikan saat ini. Aku juga tidak tahu apa yang harus aku lakukan esok hari tanpa kehadiran Raka. Apakah aku dapat menjalani hari-hariku seperti biasa walau tanpa kehadiran Raka? Mungkin tidak dan mungkin juga iya. Hari ini aku kembali sekolah seperti biasanya, hanya saja hari ini aku memakai make up lebih tebal untuk menutupi mata sembabku. Dan ternyata berita berakhirnya hubunganku dengan Raka beredar dengan cepat tanpa sepengetahuanku. Buktinya sudah banyak orang yang membicarakan perihal penyebabnya ketika aku berjalan di koridor bawah sekolahku.
Naya sama Raka putus ya?
Gue denger denger sih si Raka yang minta putus
Iya katanya si Raka cape gak direstuin mulu sama Kak Rayhan
Emang sih soalnya kan si Rayhan orangnya posesif
Padahal gue lebih cantik dari Naya mending si Raka sama gue aja
Tahan Nay jangan emosi, mereka cuman iri aja. Aku menarik nafas secara perlahan lalu kembali berjalan menuju kelasku. Dan ternyata keadaan kelasku tidak jauh berbeda dengan keadaan koridor bawah yang tadi aku lewati. Semuanya membicarakanku dengan Raka.
Akhirnya Naya sama Raka putus juga
Raka bisa gue gebet dong
Gue juga mau gebet Raka
Eh si Raka sama si Naya udah putus tuh, bukannya lu bilang mau gebet si Naya Di?
Iya Di bukannya lu udah ngincer si Naya dari awal
Ada satu pembicaraan yang menarik perhatianku. Pembicaraan Adit, Azra dan Aldi. Namun, aku memilih untuk mengabaikannya, lebih baik aku belajar untuk kuis bahasa inggris nanti setelah istirahat. Saat aku sedang fokus menghafal kosa kata baru, tiba tiba ada suara yang memanggilku. "Nay," aku mendongakkan kepalaku untuk melihat seeorang tersebut, ternyata Aldi yang memanggilku. "Kenapa?" tanyaku padanya. "Gue boleh minjem buku catatan bahasa inggris punya lo gak?" aku hanya mengangguk sebagai jawabannya. "Gue pinjem dulu, nanti gue balikin ya." katanya sambil tersenyum padaku. "Santai aja Al." Aldi pun kembali ke bangkunya. Dulu aku pernah suka pada Aldi, tapi itu sudah lama sekali. Dia lumayan tampan dengan alis yang tebal seperti ulat bulu dan kulit putih seputih susu, kulitku saja kalah jika di bandingkan dengannya yang kebetulan memiliki keturunan Aussie. By The Way, apakah keadaan kelas Raka sama sepertiku?
Ervinadyp















Lucu juga baca ini. Aku suka kok. Tapi, aku saranin untuk kata seperti lipbalm dan fix, sepertinya harus di italic. Over all ceritanya bagus. ๐โคโค
Comment on chapter Rencana Mereka