"Kai???"
Nara segera beranjak dari posisinya yang semula sedang duduk di atas tanah itu. Dengan mata yang membulat Nara memandang Kai yang saat ini juga sedang menatapnya. Nara benar-benar tidak percaya, lelaki yang selama ini dia kenal hanya lewat diary itu kini berdiri tepat di hadapannya. Tentu saja Nara tahu persis bagaimana wajah Kai, mengingat dia dan sarah pernah melihat foto Kai di data alumni Dave-Albie University, kampus Kai, Katelyn dan Rivi.
Nara dan Kai hanya saling menatap sejak tadi. Nara berdiri menatap Kai dengan berbagai macam kekhawatiran dihatinya. Sejujurnya Nara agak takut sekarang, dia takut jika Kai marah padanya karena berada dihalaman rumah Rivi tanpa izin. Sedangkan Kai hanya terdiam menatap Nara dengan heran. Kai heran mengapa Nara bisa mengenalnya, sedangkan Kai sama sekali tidak mengenal Nara. Dan yang paling penting, apa yang dilakukan Nara dirumah Rivi?
"Kau siapa? Kau mengenalku?" Tanya Kai penasaran.
Kai terus menatap Nara, menunggu jawaban dari gadis itu, tetapi Nara tidak menjawab karena masih takut. Kai menatap Nara dengan tajam dan begitu memperhatikannya, kemudian tersenyum ketika melihat sesuatu yang digenggam Nara ditangan kanannya.
"Oh, Kau sudah membacanya rupanya." Kata Kai sambil menunjuk diary Katelyn yang di pegang oleh Nara.
Nara langsung memejamkan matanya ketika mendengar ucapan Kai. Oh tidak, apa yang harus dikatakan oleh Nara sekarang? Apakah Kai akan marah? Apa tindakan Nara ini adalah pencurian? Apa ini ilegal? Tidak.... Nara menghela napas, ini harus segera diluruskan. Nara memberanikan diri menatap Kai dan berjalan menghampirinya.
"Maafkan Aku. Aku memang tidak seharusnya memiliki ini." Kata Nara sambil menyerahkan diary Katelyn pada Kai.
Nara terus tertunduk atau sesekali melihat ke arah lain untuk menghindari sorot mata Kai. Nara sangat takut jika Kai akan marah atas tindakan lancangnya selama ini. Nara memohon di dalam hatinya agar dia tidak berakhir dipenjara karena kelancangannya.
"Kau membacanya sampai akhir?" Tanya Kai lagi.
"I-iya, maafkan Aku! Aku benar-benar tidak bisa menahan rasa penasaranku! Dan maafkan Aku karena sudah lancang menerobos kesini. Aku benar-benar bodoh dan Aku berjanji tidak akan mengu-"
"Stop!" Kata Kai tiba-tiba, membuat Nara segera menghentikan ucapannya yang bertubi-tubi itu dan segera menatap Kai.
"Aku tidak akan marah, selama kisah diary ini tidak tersebar, iya kan?" Kata Kai sambil menatap Nara dengan tajam.
Kai memicingkan matanya melihat Nara dengan tatapan mengintimidasi, seolah ingin memastikan bahwa Nara tidak pernah bercerita tentang Katelyn pada siapapun. Nara langsung menganggukkan kepalanya pada Kai, membuat Kai bernapas lega. Tak lama kemudian Kai berjalan menuju dekat makam dan kembali mengubur diary Katelyn. Nara tidak paham, mengapa Kai kembali menguburnya? Apa benda itu memang tidak seharusnya dilihat oleh siapapun? Jika memang seperti itu mengapa Kai tidak memusnahkannya saja?
"Apa Kau juga sudah membacanya?" Tanya Nara pada Kai yang sedang sibuk mengubur diary Katelyn.
"Tentu saja." Jawab Kai sambil membersihkan tangannya dari sisa-sisa tanah bekas galiannya.
"Aku yang menyusun kembali diary itu, karena Katelyn merusaknya. Aku juga yang menguburnya disini." Kata Kai sambil berjalan menuju gazebo dan langsung diikuti oleh Nara.
Nara mengamati setiap pergerakan Kai dan mengikutinya kemanapun. Nara begitu penasaran dengan sosok Kai, sosok yang selama ini ingin dilihatnya secara langsung.
"Mengapa Kau menguburnya?" Tanya Nara sambil duduk di hadapan Kai, sambil mengagumi wajah tunangan Katelyn itu. Such a masterpiece! Gumam Nara dalam hatinya.
"Karena itu masa lalu." Jawab Kai singkat.
"Apa itu benar-benar makam? Atau hanya gundukan tanah biasa?" Tanya Nara sambil menunjuk makam yang tidak bernisan itu.
"Iya. Itu makam Rivi."
"APA???!!!" Teriak Nara.
Kai terlihat sangat terkejut dengan teriakan Nara sambil menatap gadis muda itu dengan heran. Mengapa dia begitu terkejut?
"Itu makam Rivi? Lalu mengapa tidak ada nisannya??" Tanya Nara sekali lagi, tetapi kali ini Kai tidak menjawab dan hanya menatap Nara.
"Kenapa Kau tidak menjawab??" Nara mulai geram dengan Kai yang hanya menatapnya sejak tadi.
"Berapa umurmu? Apa Kau masih sekolah?" Tanya Kai tiba-tiba.
Nara langsung menelan salivanya gugup ketika mendengar pertanyaan Kai. Iya benar, Nara memang seharusnya bersikap sopan pada Kai yang lebih tua darinya.
"Ma-maafkan Aku kak. Aku hanya penasaran."
Kai menaikkan alisnya, bersandar pada dinding gazebo, "Kau ingin tahu semuanya dariku?"
"Iya, jika itu boleh." Kata Nara tanpa ragu.
Kai menatap Nara lagi, kali ini agak lama. Kai pun tak mengerti sebenarnya mengapa dia memilih untuk meladeni Nara dan menawarkannya untuk mendengarkan kelanjutan kisah Katelyn. Apapun alasannya, Kai yakin bahwa yang dilakukannya ini tidak akan membawa dampak yang buruk padanya dan juga Katelyn.
"Hari ini ulang tahun Rivi, karena itu Aku datang kemari." Kata Kai sambil memandangi bunga-bunga mawar di sekitar gazebo.
"Aku tidak akan bicara banyak tentang Katelyn, tetapi ketika pertama kali aku membaca diary itu dan mengetahui semuanya, Aku sangat terkejut dan emosiku tidak stabil. Aku bahkan mengurung diriku di dalam kamar dengan diary itu. Huh, sungguh kisah yang tidak masuk akal." Kata Kai sambil tersenyum sinis.
Kai kembali menatap Nara, "Kau penasaran dimana Katelyn sekarang?" Tanya Kai pada Nara, dan Nara langsung mengangguk tanpa ragu.
"Rivi meninggal 5 tahun yang lalu dan itu membuat Katelyn depresi. Saat itulah Aku menemukan diary Katelyn seklaigus menemukan jawaban atas semua pertanyaanku selama itu. Rivi sempat menulis surat padaku sebelum dia meninggal, dia ingin dimakamkan di rumahnya dan menyumbangkan semua hartanya kepada yayasan panti asuhan milik temannya. Kecuali rumahnya, dia memberikan rumahnya pada Katelyn, karena disini tempat tubuhnya dimakamkan. Mengenai batu nisan, itu karena Katelyn tidak ingin ada nama pada nisan di sana itu, karena melihat nama Rivi dibatu nisan membuatnya semakin gila." Kata Kai sambil menunjuk batu nisan yang ada di atas makam Rivi.
"Selama setahun setelah kematian Rivi, Katelyn depresi berat dan sempat direhabilitasi. Keadaannya sangat buruk. Bahkan Kakek juga sakit-sakitan saat itu, dan akhirnya meninggal setahun kemudian. Tetapi untung saja di saat-saat terakhir Kakek, keadaan Katelyn mulai membaik dan dia bisa menemani Kakek hingga Kakek meninggal, meskipun Katelyn menghilang setelah kematian Kakek. Ini sudah tahun ke tiga, dan Aku hampir menyerah untuk mencarinya." Kata Kai sambil beranjak dari tempat duduk gazebo.
"Mengenai Aku dan Katelyn, setelah Kakek meninggal Kakek memutuskan untuk memberikan warisannya 60% padaku, dan 40% pada Katelyn. Aku bahkan tidak tahu mengapa Kakek melakukannya. Jadi secara teknis perusahaan itu adalah milikku karena Kakek sudah membeli perusahaanku ketika Aku resmi bertunangan dengan Katelyn, meskipun masih banyak orang yang menantang keberadaanku.” Kata Kai sambil berjalan menjauh dari gazebo, dan Nara mengikutinya tanpa ragu.
Kai melangkah menuju makam Rivi lalu menatapnya agak lama. Nara melihat sorot mata Kai yang saat ini sedang menatap nisan Rivi dengan lirih. Dia sedang menahan tangis.Bagaimana dia mengatasi dirinya ketika mengetahui kebenaran dari diary Katelyn? Nara mengerti perasaan Kai, pasti sangat sulit kehilangan Rivi. Menurut Nara, Kai sangat kuat menghadapi kenyataan yang dituliskan oleh Katelyn didalam diarynya dan mencoba untuk memahaminya sendiri tanpa penjelasan dari Katelyn dan Rivi. Nara menghela napas sambil menundukkan kepalanya. Mengapa kisah mereka begitu menyedihkan? Ini tidak adil!
"Kau menangis?" Tanya Kai tiba-tiba.
Nara terkejut dan segera menyeka air matanya. Eh? Sejak kapan dia menangis?
"Kau tidak perlu menangis, kenyataan memang selalu kejam, bukan?" Kata Kai sambil tersenyum pada Nara, sambil berjalan menjauh. Sepertinya Kai sudah ingin pulang.
"Tunggu kak! Apa Kau sudah mencari Katelyn di Demelza island?" Tanya Nara sambil menarik tangan Kai.
"Tentu saja. Aku sudah beberapa kali ke sana, tetapi Aku tetap tidak menemukannya." Jawab Kai sambil melepas genggaman tangan Nara, dan kembali berjalan menuju pagar depan rumah Rivi.
Nara tetap gigih, dia terus berjalan mengikuti Kai.
"Apa Kau akan mencarinya di sana sekarang?" Tanya Nara sekali lagi.
Kai langsung menghentikan langkahnya dan segera menatap Nara dengan bingung.
"Sekarang?"
"Iya kak, sekarang! Kau bilang hari ini ulang tahun Rivi kan? Aku rasa Katelyn akan ada di pinggir danau saat ini." Kata Nara dengan yakinnya.
Kai terdiam mendengar ucapan Nara, dia tidak pernah memikirkan hal ini sebelumnya. Apa Kai punya kesempatan menemui Katelyn disana?
"Ayolah kak! Mumpung ini masih siang, pergilah! Kau akan tiba disana sebelum malam." Kata Nara sambil berusaha meyakinkan Kai.
Okay, sepertinya Nara benar-benar telah menarik perhatian Kai. Kai tersenyum sambil menatap Nara.
"Siapa namamu?"
"Nara."
"Nice to meet you Nara, and thanks." Kata Kai sambil berlari menuju mobilnya yang terparkir di luar pagar.
Nara tersenyum lebar karena Kai mendengar saran darinya. Nara sangat berharap Kai bisa berjumpa dengan Katelyn disana. Mungkin kemungkinannya agak kecil, tetapi itu bisa saja terjadi jika Tuhan menginginkannya bukan?
Nara kembali menghela napasnya, kemudian menatap sekeliling rumah Rivi. Akhirnya Nara menyelesaikan segala teka-teki dari diary Katelyn. Nara sangat senang dia bisa bertemu dengan Kai dan mengetahui segala yang terjadi kemudian. Nara pikir semuanya cukup sampai di sini saja, dia tidak akan pernah mengungkit tentang diary Katelyn lagi, itu bukan urusannya. Nara sangat terhibur dengan kisah Katelyn ini, dan berharap Katelyn akan bahagia nantinya entah bersama siapapun itu.
Kisah Noona-noona fresh banget ceritanya, biasanya kan orang nulisnya oppa2. hehe :)
Comment on chapter Bab 1 - Noona!