Read More >>"> Regrets (BAB I) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Regrets
MENU
About Us  

             Gagal, lagi. Untuk sekian kali aku tak berdaya perihal mempertahankan sebuah hubungan. Sekarang pun sama. Alih-alih membaik justru lebih parah. Hidupku sudah berlangsung selama 23 tahun. Cinta pertamaku ku jumpai sesaat setelah duduk di bangku sekolah menengah atas. Banyak sekali lelaki yang silih berganti. Beberapa dari mereka mengenalkan manisnya kata-kata lalu pergi begitu saja. Beberapa lagi singgah dengan lebih menawaan seakan sungguh-sungguh bertahan. Tapi, nyatanya, bukan tinggal, mereka menghilang. Terakhir kali ku coba percaya lagi, sama saja. Dalam usiaku yang sudah dewasa, ku rasa tak perlu lagi pernyataan cinta dideklarasikan layaknya masa remaja. Pemikiran ini membuatku santai saja, menikmati rasa yang ada bersama dia yang tercinta. Tak peduli apapun yang dirasakannya, aku hanya membaca sikap, bukan bualan. Dia memikat, menyamankan, dapat diandalkan. Itulah kelemahanku. Pada akhirnya, kita masih teman. Tak kurang apalagi lebih.

            Faktanya, malam ini aku sendirian. Menatap secangkir kopi panas dalam cangkir putih polos di hadapanku. Membenamkan lamunan sesaat. Sesekali memandangi air hujan yang berlekok-lekok pada kaca café. Hening saja. Namun tak berlangsung lama. Ucapannya sebulan lalu terngiang, menjadikan sesak luar biasa. Katanya, dia tidak ada rasa. Katanya, aku juga sosok yang sama dengan temannya yang lain. Katanya lagi, selera humorku aneh.

            Tertohok, ngilu sekali. Aku bersedekap, menempelkan wajah pada dinding di sebelahku, merapal puluhan mantra patah hati yang sama sekali tak manjur. Naasnya, patah hati kali ini sungguh lebih memalukan. Rasaku sudah tumbuh subur sedangkan dirinya memilih mundur. Sial.

            “Akhirnya kita bertemu.”

            Aku melongo, menyipitkan mata, melihatnya dari atas ke bawah, “Apa anda sedang berbicara dengan saya?”

            Dia menarik kursi tepat di hadapanku, tersenyum tipis, “Aku sudah menunggumu.”

            “Begini, Tuan. Saya tidak mengenal siapa anda. Jadi, tolong cari meja lain,” sinisku padanya.

            “Ku kira hanya bunga tidur belaka. Ternyata, cinta pertamaku benar nyata,” gumamnya.

            “Apakah anda tengah menggoda saya? Lagipula, cinta pertama tidak akan pernah menjadi kenyataan,” ucapku geram.

            Dia mengibaskan jas yang dikenakan karena sepertinya baru saja menerobos hujan lebat di luar sana. Tanpa sadar aku menatapnya lama, benar-benar terpukau dengan kerupawanannya. Entah kenapa, auranya memesona diriku yang tengah patah hati ini.

            “Akan ku buktikan bahwa pernyataanmu salah. Aku selalu mempercayai bagaimana cara cinta bekerja. Bukankah cinta selalu menemukan jalan pulang?”

            Aku tertohok, menyeringai, “Anda terlalu naïf, Tuan. Ku rasa anda cukup matang untuk menyingkirkan pemikiran seperti ini. Anda bukan anak remaja yang tengah dimabuk cinta, Tuan.”

            Dia tertawa, mengedikkan bahunya, “Aku rasa kamu sudah terlalu sering tersakiti hingga berkata seperti ini.”

            Aku bangkit, menggebrak meja, “Bukankah anda sudah mengganggu kenyamanan orang lain?”

            Rautnya berubah serius, “Di sini, aku datang untuk membuatmu percaya bahwa aku laki-laki yang pantas untukmu.”

            Emosi sudah sampai pada ubun-ubun, siap meledak kapan saja. Tanpa menanggapi lebih banyak lagi, aku meninggalkannya di sana. Melangkah pergi dengan hati penuh kegundahan serta pikiran yang kacau balau. Harusnya, sedari tadi aku menyuruhnya hilang dari pandanganku.

            Langkah terhenti, aku tertunduk lesu memandangi genangan air pada jalan beraspal. Bukankah aku teramat sangat suka hujan? Lalu, mengapa gagang payung ku genggam begitu erat? Tidakkah aku bisa menangis tanpa ketahuan di balik derasnya air langit? Melegakan.

***

            Lima tahun sebelum perjumpaan dengan laki-laki aneh itu.

            Aku masih berjalan dalam kesendirian serta keheningan tanpa ujung. Pada usia 18 tahun, berulang-kali aku merapal mantra patah hati agar tangis ini segera reda. Sesekali menatap kilauan embun pagi pada rerumputan jikalau fajar menghampiri. Aroma kerinduan yang amat pekat menusuk kuat membuatku tak kuasa menahan lara yang tercipta. Arlojiku masih duduk di singgasananya, berdetak mengikuti alur, terasa menyatu dengan denyut nadi. Aku memalingkan wajah, seraya menyambut sepoi angin yang menerpa lembut, perlahan namun membekas begitu dalam. Seketika luka tersingkap, menjadikanku sebagai tahanan masa lalu. Berkutat pada ketakutan juga trauma patah hati.

            Tidak ada yang bisa mengerti. Perasaan ini selalu dihantui teka-teki tanpa jawaban pasti. Kerisauan hinggap saat logika menginginkan bangkit dari keterpurukan. Alhasil, kesenyapan ini semakin menusuk di dada. Mengoyak-ngoyak jiwa yang memang telah terluka. Makin hancur, jadi lebur. Di sini aku terpaku dalam kekosongan angan, harapan palsu, kebohongan tanpa jeda. Firasat sudah memberikan sinyal kewaspadaan. Namun, laki-laki di sudut lorong itu melambaikan tangan, membuat rasa simpati ini terpanggil. Aku menghampirinya tanpa berpikir, tersenyum sekilas lalu terhenti begitu saja. Diri ini menemukan bayangan lagi, bayangan yang penuh dengan ketidakpastian maupun kepalsuan.

            Dia tertawa, terbahak hingga meneteskan air mata. Aku sang tokoh utama dilecehkan oleh logikaku yang terus saja mengatakan hal-hal menyesakan tentang betapa bodohnya diriku. Terpaku di sudut ruang hampa, ruang di mana kesendirian tidak akan lebih baik, namun hanya di sini tempat yang ku punya. Relung hati, segala keluh kesah menggema, saling bersahutan di sana. Bagai gua yang memantulkan suara, tempat ini menyenangkan untuk melakukan pengakuan atas ketidakmampuan diriku untuk mengendalikan emosi.

            “Apakah kamu harus selalu seperti ini?”

            Aku tak menggubrisnya sama sekali.

            Dia mendekat, lengan kami bersentuhan, aku tak berdaya ketika tangannya membuat kepalaku jatuh pada bahu kokohnya, “Jangan pernah kamu ingkari bahwa aku akan selalu di sini.”

            Tidak ada sahutan dariku. Benar, aku tak mampu untuk berkata apapun.

            Jemarinya mengusap lembut pipiku yang mulai basah dengan air mata.

            “Dia tidak pernah pantas mendapatkan hatimu apalagi tangisanmu, Yura. Sekali lagi kutegaskan padamu. Laki-laki pengecut itu tak berhak membuat lara untukmu,” tuturnya dengan gemetar.

            “Mengapa suaramu seperti itu, Aron?” sahutku mulai memandang wajahnya.

            Matanya terpejam. Aron menghela nafas panjang. Dia menangis dalam diam, membuatku kaget bukan kepalang.

            “Hey, ada apa ini?” sahutku sembari memeluknya tanpa permisi.

            “Aku sudah tidak mampu lagi menahan amarahku, Yura. Emosiku kacau balau. Jiwa ini tak terima atas setiap kesedihan pada dirimu. Aku pun hancur saat dirimu hancur.”

            Ku usap punggungnya perlahan, “Aku memang gadis bodoh yang tak tau diri, Aron. Lalu, bagaimana bisa laki-laki sepertimu menangis untukku? Bagaimana bisa laki-laki sepertimu yang menjadi pujaan banyak wanita jatuh hati padaku dan terus bersamaku selama lima tahun ini? Parahnya, aku bagai orang yang tak peduli akan rasamu.”

            Dia mengendurkan dekapannya dariku, “Apakah ada yang salah? Belum pernah ada seorang gadis pun yang mampu membuka hatiku selama ini. Lalu, apakah berdosa aku yang memperjuangkan satu-satunya gadis dalam hidupku? Gadis yang mampu menyita seluruh pikiranku.”

            Tidak ku sangkal sama sekali. Tidak tau mengapa, justru senyum ini mengembang, tenggelam dalam sorot matanya yang teduh. Aron mengusap kepalaku, terlihat lebih baik dari sebelumnya.

            “Aku akan menghukum siapa saja yang menyakitimu,” tuturnya dengan suara berat.

            Aku mengangguk dengan menatapnya dalam.

            “Berjanjilah untuk selalu baik-baik saja,” katanya.

            “Kalau ada kamu, ku rasa aku tak perlu risau perihal itu,” sahutku tersipu.

            Matanya berbinar, “Akan ku pastikan begitu.”

***

           

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Akhir SMA ( Cerita, Cinta, Cita-Cita )
50      31     0     
Romance
Akhir SMA yang tidak pernah terbayangkan dalam pikiran seorang cewek bernama Shevia Andriana. Di saat masa-masa terakhirnya, dia baru mendapatkan peristiwa yang dapat mengubah hidupnya. Ada banyak cerita terukir indah di ingatan. Ada satu cinta yang memenuhi hatinya. Dan tidak luput jika, cita-cita yang selama ini menjadi tujuannya..
The watchers other world
38      22     0     
Fantasy
6 orang pelajar SMA terseret sebuah lingkarang sihir pemanggil ke dunia lain, 5 dari 6 orang pelajar itu memiliki tittle Hero dalam status mereka, namun 1 orang pelajar yang tersisa mendapatkan gelar lain yaitu observer (pengamat). 1 pelajar yang tersisih itu bernama rendi orang yang suka menyendiri dan senang belajar banyak hal. dia memutuskan untuk meninggalkan 5 orang teman sekelasnya yang ber...
Cinta dan Benci
152      73     0     
Romance
Benci dan cinta itu beda tipis. Bencilah sekedarnya dan cintailah seperlunya. Karena kita tidak akan pernah tau kapan benci itu jadi cinta atau sebaliknya kapan cinta itu jadi benci. "Bagaimana ini bisa terjadi padaku, apakah ini hanya mimpi? Apakah aku harus kabur? Atau aku pura-pura sakit? Semuanya terasa tidak masuk akal"
A - Z
38      20     0     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
CATCH MY HEART
40      28     0     
Humor
Warning! Cerita ini bisa menyebabkan kalian mesem-mesem bahkan ngakak so hard. Genre romance komedi yang bakal bikin kalian susah move on. Nikmati kekonyolan dan over percaya dirinya Cemcem. Jadilah bagian dari anggota cemcemisme! :v Cemcemisme semakin berjaya di ranah nusantara. Efek samping nyengir-nyengir dan susah move on dari cemcem, tanggung sendiri :v ---------------------------------...
Enigma
137      85     0     
Romance
enigma noun a person or thing that is mysterious, puzzling, or difficult to understand. Athena egois, kasar dan tidak pernah berpikir sebelum berbicara. Baginya Elang itu soulmate-nya saat di kelas karena Athena menganggap semua siswi di kelasnya aneh. Tapi Elang menganggap Athena lebih dari sekedar teman bahkan saat Elang tahu teman baiknya suka pada Athena saat pertama kali melihat Athena ...
Melawan Takdir
21      12     0     
Horror
Bukan hanya sebagai mahkota pelengkap penampilan, memiliki rambut panjang yang indah adalah impian setiap orang terutama kaum wanita. Hal itulah yang mendorong Bimo menjadi seorang psikopat yang terobsesi untuk mengoleksi rambut-rambut tersebut. Setelah Laras lulus sekolah, ayahnya mendapat tugas dari atasannya untuk mengawasi kantor barunya yang ada di luar kota. Dan sebagai orang baru di lin...
Shades Of Nuance
32      23     0     
Romance
"seandainya kita diciptakan untuk menjadi satu, pasti suatu saat kita akan bertemu – Putri Zein" "aku selalu teringat tentang pertama kali aku bertemu dengan mu, kau hanya menatapku datar bukan tatapan memuja. Seorang siswi pindahan yang selalu membuatku muak, dengan kelakuan nya yang selalu ikut campur urusan orang lain. – Choi Min Ho" "mata kami saling bertemu, m...
Love Finds
200      105     0     
Romance
Devlin Roland adalah polisi intel di Jakarta yang telah lama jatuh cinta pada Jean Garner--kekasih Mike Mayer, rekannya--bahkan jauh sebelum Jean berpacaran dengan Mike dan akhirnya menikah. Pada peristiwa ledakan di salah satu area bisnis di Jakarta--yang dilakukan oleh sekelompok teroris--Mike gugur dalam tugas. Sifat kaku Devlin dan kesedihan Jean merubah persahabatan mereka menjadi dingin...
Survival Instinct
5      5     0     
Romance
Berbekal mobil sewaan dan sebuah peta, Wendy nekat melakukan road trip menyusuri dataran Amerika. Sekonyong-konyong ia mendapatkan ide untuk menawarkan tumpangan gratis bagi siapapun yang ingin ikut bersamanya. Dan tanpa Wendy sangka ide dadakannya bersambut. Adalah Lisa, Jeremy dan Orion yang tertarik ketika menemui penawaran Wendy dibuat pada salah satu forum di Tripadvisor. Dimulailah perja...