Read More >>"> Reach Our Time (Chapter XV : Epilog) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Reach Our Time
MENU
About Us  

Jika saja, aku lebih awal melangkah padamu. Akankah kisah diantara kita menjadi berbeda? Penyesalan memang selalu datang di akhir.

Maaf, aku terlalu ragu dan kaku. Karena, kaulah gadis pertama yang menggerakkan hatiku. Sehingga, membuat semuanya seperti ini. 

Bukan, aku sungguh tak menyalahkan dirimu. Hanya saja, itu semua terasa membingungkan. Tentang perasaan hati yang sebenarnya.

 

Dalam rinai hujan malam, lelaki bertubuh tinggi itu merengkuh tubuhnya sendiri pada teduhan payung kelam. Menghalau hawa dingin yang melesak hendak masuk. Langkah kakinya menyentak kubangan air di aspal yang berlubang. Lantaran berlari dengan langkah ceroboh, menuju pintu stasiun.

Setelah melipat payung yang masih berair, lelaki itu langsung berlari kecil ke arah palang masuk peron. Kedua tangannya saling bergantian merogoh saku celana. Akhirnya, ia meraih dompet yang di dalamnya terselip kartu multi trip KRL. Lalu, menempelkan pada mesin sensor pendeteksi.

Sekali lagi, ia juga harus berlari masuk ke dalam gerbong kereta yang penuh dengan orang-orang penuh sesak. Beberapa detik setelah ia berhasil masuk, pintu gerbong menutup otomatis setelahnya.

"Kalau aja sih Farhan nggak ceroboh, mungkin gua bisa pulang lebih cepet dan nggak kehujanan kayak gini!" keluh Adiyasa dalam hati.

Beberapa jam lalu di kantor stasiun tv swasta, sebelum langit berubah menjadi senja. Farhan sengaja meminjam motornya untuk menjemput sang kekasih dari medan liputan. Lantaran, ia malas mengendarai mobil pribadinya. 

"Iya, Gita. Gua lagi usaha pinjem ke si Adi! Lo jangan minta dianterin tukang ojek online dulu!"

"Yaudah, fast response dong!" bentak sang kekasih dalam sambungan di kejauhan sana.

Maka dari itu, tanpa pikir panjang langsung saja ia meminjam pada Adiyasa. Sedang Adi pun mengangguk menyetujui.

Mungkin, saat itu adalah hari tersial bagi keduanya. Farhan yang belum memiliki SIM C, tertangkap razia. Motor Adi terpaksa ditahan. Sementara ia dan kekasihnya akhirnya, kembali ke kantor dengan ojek online. 

"Stasiun berikutnya stasiun Manggarai. Harap mempersiapkan diri, jangan sampai ada yang tertinggal di dalam rangkaian. Terimakasih telah menggunakan jasa kereta api komuter jabodetabek."

Adiyasa menghela nafas, sesaat setelah keluar dari gerbong. Lalu, ia sengaja meregangkan otot tubuhnya yang terasa kaku. Air hujan yang menempel pada payungnya, kini sudah tak menetes lagi. Ia pun mengibas payungnya sebentar. Memastikan tak ada air yang tersisa. Kemudian, ia melipatnya dengan asal. Lalu, memasukkan secara paksa kedalam ranselnya.

Tiba-tiba pada langkahnya, ia merasakan sesuatu yang mengacaukan pikiran kosongnya. Indra penciumannya tergoda dengan wangi roti dari salah satu kedai. Tak salah lagi, roti itu sudah tak asing lagi baginya. Akhirnya, tiga buah roti sudah ada di tangannya.

Entah, kenapa harus tiga buah. Seperti mesin otomatis, yang mengontrol pikirannya. Ia hanya menurut perintah di otak. Yang malah, mengantarkan ia pada deja vu. Bukan, sepertinya ia memang benar pernah merasakannya.

Memori lima tahun lalu, akhirnya terputar pada otak. Saat, pertemuan yang tak disengaja itu datang. Ketika kedua mata itu saling menatap canggung. Menatap ke arah gadis yang dianggapnya misterius. Akhirnya memori itu malah mengantarkan rindu pada gadis misterius pertamanya. 

Tanpa sadar, kini dirinya sudah masuk ke dalam rangkaian kereta. Untungnya, kereta terasa lengang dari penumpang. Ia pun merebahkan dirinya pada tempat duduk yang kosong tak jauh dari pintu masuk.

Memori itu masih berjalan manis dalam otaknya. Tiap sesi kejadian dengan si gadis, bagai terputar di hadapannya. Saat si gadis menarik ranselnya kala itu. Saat mereka saling melempar pendapat di tepian kursi kosong. Hingga, saat dirinya berusaha melindungi sang gadis dari dorongan kerumunan orang dalam kereta yang penuh sesak.

Hatinya pun mulai berharap akan kehadiran sang gadis. Jika benar dipertemukan, ia hanya ingin sekedar menyapa. Atau setidaknya, sekedar melihat. Ingin tahu kondisinya saat ini. 

Apakah gadis itu dalam keadaan sehat? Apakah masalah yang pernah menghampirinya, kini sudah menghilang? Apakah hatinya kini merasa senang? 

Saat hati mengeluarkan berbagai pertanyaan berisi kekhawatiran. Saat itu pula, ia dipertemukan sang gadis. Mungkin, Tuhan sedang berbaik hati. Karena, ia sudah bersabar menghadapi kesialannya. Atau, itu malah menjadi bumerang bagi hatinya.

Gadis itu melangkah gontai, mendekati dirinya yang masih tercengang dengan kehadirannya. Dengan lemas, akhirnya ia terduduk tepat di sampingnya. Tak beberapa lama kemudian, si gadis sudah terlelap begitu saja.

Adiyasa hanya bisa tersenyum melihat si gadis, benar ada di sebelahnya. Dengan lembut dan perlahan, ia pun menarik kepala si gadis. Hendak meletakkan di bahu kanannya. Agar, sang gadis tidur dengan posisi nyaman.

Senyuman Adiyasa masih saja merekah. Benar-benar suatu kebetulan yang diharapkan. Lalu, ia melirik ke arah gadis yang masih terlelap di pundaknya. Menatapnya dengan tanda tanya kembali.

Apa yang membuatnya kelelahan? Hingga tak sadar akan keberadaannya. Sudahkah ia mengisi perutnya dengan baik? Apakah pundakku nyaman untuknya tidur?

"Stasiun berikutnya stasiun terakhir dari rute pemberhentian Jakarta Kota - Bekasi. Harap mempersiapkan diri, jangan sampai ada yang tertinggal di dalam rangkaian. Terimakasih telah menggunakan jasa kereta api komuter jabodetabek."

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Ia masih belum ingin membangunkannya. Rasanya kelut ketika ingin menyapa. Ia pun menyerah.

Kembali, ia meletakkan kepala si gadis perlahan ke sandaran kursi kereta. Sebelum ia benar pergi, sengaja ia meninggalkan bingkisan roti itu di dekatnya. Berharap, si gadis dapat mengetahui kehadirannya.

Saat ini, ia masih menyalahkan diri. Menyesal pada ketakutan cupunya. Tiada henti ia menggaruk kepalanya. Padahal tak terasa gatal. Sebentar-sebentar menghela nafas kesal. Lalu, berbalik arah. Dan pada akhirnya, ia tak berani untuk kembali menemui si gadis yang tengah dirindukan itu. Bukankah itu kesempatan langka?

Agak gengsi untuk menghampirinya kembali. Jadi, ia memutuskan untuk bertamu ke rumahnya. Semoga, si gadis belum pindah. Tekadnya kini kuat. Tak loyo seperti beberapa waktu lalu.

*******

Sesampainya, ternyata sang gadis belum tiba. Ia bersenda gurau, terlebih dahulu dengan pemilik sah si gadis. Siapa lagi, kalau bukan ayahnya. Namun, setelah sapaan formal sesuai norma adab. Ia memilih untuk menunggunya di depan rumah. Hendak memberi kejutan pada si gadis.

Berhasil. Si gadis tiba dengan wajah tercengang. Setelah itu, mereka pun saling meempar senyuman.

"Hai" sapanya agak canggung. Si gadis makin merekahkan senyumannya.

Mereka pun akhirnya, saling bersenda gurau akan kehidupannya masing-masing. Perbincangan yang biasa dilakukan orang-orang yang lama tak jumpa. Sekedar, ingin memuaskan hasrat informasi dari keduanya.

"Sekarang, lagi kuliah lanjutan di coding bootcamp gitu. Untungnya bareng pacar, jadi nggak terlalu bosen,"

Tanpa sadar, Adi mengigit bibir bawahnya. Lalu tersenyum memaksa, setelah mendengar penjelasannya.

"Pacar? Sama siapa tuh?" ledek Adi, menyembunyikan kecemburuannya.

"Dulu sih temen deket, trus lama kelamaan kita sepakat buat jalin hubungan lebih. Namanya Armandio,"

"Kok lo kasih tahu namanya? Lagian juga gue nggak kenal juga, he...he..he,"

"Kali aja lo mau tau namanya,"
Waktu tak bisa untuk diputar ulang. Sejujurnya, ia ingin kembali ke lima tahun lalu. Saat keduanya berpisah. Lebih tepatnya, Adi yang pertama mengucapkan salam perpisahan padanya. 

Andai, ketika si gadis menyatakan perasaan cinta padanya kala itu tak dianggap remeh olehnya. Andai ia dengan berani juga mengatakan sebaliknya. Bahwa, ia pun menyukainya saat itu.

Sayang, kisahnya tak terjalin seperti pengandaian yang kini menjadi sesal. Ia harus menghargai perasaan si gadis. Karena, lima tahun itu bukan waktu yang lama. Sang gadis pun tak bisa terus berharap pada lelaki yang tak memberi kepastian.

Setidaknya, kini ia tahu bahwa si gadis sudah mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Apalagi, sudah ada penjaga yang setia untuk selalu berada di sisinya. Walau, agak sulit untuk melepaskan perasaan itu.

Namun, ia harus segera menepisnya. Lagipula, hubungan diantara keduanya terjerat benang merah. Bukankah, lebih baik menjaga dan merekatkan kembali tali hubungan itu. 

Biarlah takdir dan waktu yang menjawab. Bukankah perihal jodoh sudah tergaris sejak lama, sebelum dalam buaian. Jika memang jodoh, pasti tak ada yang bisa menepis.

 

 

-----------TAMAT----------

 

AKHIR KATA DARI "REACH OUR TIME", 

 

Bekasi, 7 Desember 2018

Terima kasih,

penulis.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Melankolis
55      45     0     
Romance
"Aku lelah, aku menyerah. Biarkan semua berjalan seperti seharusnya, tanpa hembusan angin pengharapan." Faradillah. "Jalan ini masih terasa berat, terasa panjang. Tenangkan nafsu. Masalah akan berlalu, jalan perjuangan ini tak henti hentinya melelahkan, Percayalah, kan selalu ada kesejukan di saat gemuruh air hujan Jangan menyerah. Tekadmu kan mengubah kekhawatiranmu." ...
Heartbeat
7      7     0     
Romance
Jika kau kembali bertemu dengan seseorang setelah lima tahun berpisah, bukankah itu pertanda? Bagi Jian, perjumpaan dengan Aksa setelah lima tahun adalah sebuah isyarat. Tanda bahwa gadis itu berhak memperjuangkan kembali cintanya. Meyakinkan Aksa sekali lagi, bahwa detakan manis yang selalu ia rasakan adalah benar sebuah rasa yang nyata. Lantas, berhasilkah Jian kali ini? Atau sama seper...
Tinta Buku Tebal Riri
8      8     0     
Short Story
Cerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan kejadian, nama dan tempat hanyalah kebetulan semata. NB : picture from Pixabay.com
Unthinkable
308      164     0     
Romance
Cinta yang tidak diketahui keberadaannya, namun selalu mengawasi di dekat kita
I'M
251      162     0     
Romance
"Namanya aja anak semata wayang, pasti gampanglah dapat sesuatu." "Enak banget ya jadi anak satu-satunya, nggak perlu mikirin apa-apa. Tinggal terima beres." "Emang lo bisa? Kan lo biasa manja." "Siapa bilang jadi anak semata wayang selamanya manja?! Nggak, bakal gue buktiin kalau anak semata wayang itu nggak manja!" Adhisti berkeyakinan kuat untuk m...
Melodi Sendu di Malam Kelabu
10      10     0     
Inspirational
Malam pernah merebutmu dariku Ketika aku tak hentinya menunggumu Dengan kekhawatiranku yang mengganggu Kamu tetap saja pergi berlalu Hujan pernah menghadirkanmu kepadaku Melindungiku dengan nada yang tak sendu Menari-nari diiringi tarian syahdu Dipenuhi sejuta rindu yang beradu
KETIKA SENYUM BERBUAH PERTEMANAN
323      251     3     
Short Story
Pertemanan ini bermula saat kampus membuka penerimaan mahasiswa baru dan mereka bertemu dari sebuah senyum Karin yang membuat Nestria mengagumi senyum manis itu.
Surat Terakhir untuk Kapten
371      303     2     
Short Story
Kapten...sebelum tanganku berhenti menulis, sebelum mataku berhenti membayangkan ekspresi wajahmu yang datar dan sebelum napasku berhenti, ada hal yang ingin kusampaikan padamu. Kuharap semua pesanku bisa tersampaikan padamu.
Wannable's Dream
1198      392     0     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Our Son
10      10     0     
Short Story
Oliver atau sekarang sedang berusaha menjadi Olivia, harus dipertemukan dengan temanmasa kecilnya, Samantha. "Tolong aku, Oliver. Tolong aku temukan Vernon." "Kenapa?" "Karena dia anak kita." Anak dari donor spermanya kala itu. Pic Source: https://unsplash.com/@kj2018 Edited with Photoshop CS2