Read More >>"> Reach Our Time (Chapter XI : Saling Melangkah) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Reach Our Time
MENU
About Us  

Walau waktu tak sengaja mempertemukan. Biarkan kita saling melangkah lebih dekat. Berharap tak ada dinding pembatas yang menghalangi. Hingga tali hati bisa saling terpaut, dan engkau jadi milikku. Karena ku percaya ini semua adalah alasan kita dipertemukan.

 

Sinar mentari pagi mulai menyingsingkan langit dari fajar. Awan kapas pun sudah meluas bebas sedari tadi. Selasa pagi itu, tak ingin Gita lewatkan sia-sia. Libur nasional peringatan salah satu umat beragama di Indonesia, memang benar menguntungkan khususnya bagi mahasiswa seperti Gita. Walau hanya satu hari, setidaknya ia bisa melepas kepenatan.

Rambut panjangnya kini ditarik keatas, ditata sedemikian rupa dalam satu genggaman. Jika dirasa tak ada lagi satu helai rambut yang keluar, barulah ia ikatkan dengan kunciran coklat miliknya.

Padanan kaos biru dan jaket hitam sporty, tak lupa celana training hitam bergaris putih di samping menjadi pilihannya hari ini. Sebenarnya, itupun hanya sekenanya saja. Soal fashion, Gita bukan ahlinya. Yang penting, apa yang dipakai terasa nyaman.

Lapangan kampus yang sering digunakan UKM sepak bola, menjadi titik tur lap baginya. Rencananya, ia akan bertemu dengan teman seperjanjiannya. Sebelum keluar gerbang, ia pun menanyakan kepastian lewat pesan chat. Setelah mendapat konfirmasi positif, barulah ia keluar.

Namun, sudah hampir tiga puluh menit berlalu. Teman itu tak kunjung datang. Kekesalannya kian memuncak, saat si teman membatalkan rencana lantaran hal yang dianggapnya aneh.

"Git, gue mager buat jogging. Soalnya ada temen gue yang lagi nyoba buat spaghetti. Kalau gue pergi, nanti malah kehabisan."

"Eh, kalau lo males kan bisa bilang dari awal. Lihat nih gue udah sampai di tempat!" Gita pun tak lupa mengirim foto posisinya berada.

"Sorry banget Git, gue juga udah siap kok. Nih kalau lo gak percaya!" temannya pun mengirim bukti, agar Gita percaya.

"Ck... dasar tega!"

Setelah itupun, Gita sengaja tak melanjutkan pesan chat tersebut. Yah, mau bagaimana lagi karena sudah terlanjur, niatnya berolahraga tak boleh gagal begitu saja. Ia pun mulai berlari pelan kembali, sambil mendengarkan musik grup negara ginseng kesukaannya.

Angin sepoi-sepoi yang berhambur. Udara segar yang hanya bisa didapatkan pada pagi hari. Senandung nada tiap detiknya. Hingga detak jantungnya yang kini mulai terasa. Perlahan kian pasti, dirinya mulai terbenam pada harmonisasi rasa saat itu. Pikiran penat semasa kuliah, tak ingin dipikirkannya. Sejenak, ia bisa merasa terlepas bebas.

Langkah kakinya, mulai bergerak sesuai ritme dan tempo musik yang didengarnya. Desahan nafasnya kini mulai diatur dengan baik.

"Gitaaa!!!"

Suara itu membuat Gita menoleh ke sumber asal. Tanpa sadar, tali sepatu yang semakin renggang ikatannya saat ia berlari, akhirnya terlepas dan malah menjatuhkan sang pemilik. Farhan yang sedikit terkejut, langsung menghampiri sambil menuntun sepeda dI sampingnya.

"Eh, lo gak apa-apa Git?" ujar Farhan setelah memakirkan sepedanya.

"Lo pikir aja sendiri!" sahut Gita kesal. Dilihatnya goresan luka Gita di bagian lutut yang kini mengeluarkan darah segar. Tanpa basa-basi, Farhan langsung menyiramkannya dengan air mineral kemasan yang tak lama dibelinya jauh sebelum pertemuannya dengan Gita.

Gita sedikit meringis kesakitan. "Ish. lo gimana sih kak? Udah tau luka malah disiram pake air?!"

"Ck, emang begitu caranya! Bentar gua cari plester dulu yah. Lo duduk di pinggiran aja dulu!"

Setelah memapah Gita ke tempat aman, Farhan pun langsung berlari mencari plester luka.

"Fiuh..Fiuh!" Farhan berusaha meniup luka tersebut, sebelum memasangkan plester pada lukanya.

Kini perasaan kalut memenuhi hatinya. Mulai dari rasa risih dan sakitnya menahan luka yang bercampur dengan hangatnya perlakuan Farhan yang tiba-tiba menjadi manis itu. Bagai scene drama korea romantis yang sering ditontonnya bersama teman satu kos.

"Ck, lo gimana sih? Makanya lari tuh lihat-lihat jalan!"

"He! Kan lo tadi manggil gue?! Jadi siapa sekarang yang salah?!"

"Makanya sebelum lari iket tali sepatunya biar gak kendor!" ucap Farhan sambil menalikan tali sepatu sesuai caranya.

"Nih, biar gak lepas-lepas lo ikat aja sampai dua kali! Kan lo jadi gak ngerepotin gue!"

"Kalau lo gak ikhlas, gak usah nolongin gua!" ketus Gita kesal. Ia pun beranjak dari tempatnya, hendak pergi meninggalkan Farhan disana.

"Bilang makasih dulu kek!"

"Makasih!" ujar Gita agak acuh.

Melihat gerak langkah Gita yang tertatih, membuat Farhan khawatir. Ia pun tanpa sadar mengikutinya dari belakang. Kini hampir sepuluh meter mereka berjalan. Gita kembali risih dengan keberadaan Farhan dibelakangnya.

"Jangan ikutin gue!" ucapnya sambil berbalik badan ke arah Farhan.

"Kan, arah jalan pulang kita sama!" ujar Farhan mencari alasan. Gita sedikit kikuk dengan situasi tersebut. Mau tak mau Gita pun tetap melanjutkan langkahnya. Begitupun dengan Farhan yang turut mengiringi di belakang.

"Mau gue bonceng gak?" tanya Farhan tiba-tiba.

"Dimana? Sepeda lo kan begitu. Gua gak mau duduk di depan, deket-deket sama lo kak. Gue gak bisa ketipu sama akal-akalan lo!"

"Siapa yang suruh duduk di depan. Lo berdiri di belakang gue. Ada pijakan kaki di sepeda gue!"

Akhirnya, Gita pun menurut. Dengan ragu, ia pun terpaksa memegang pundak Farhan.

"Inget yah kak, jangan suka sama gue! Hati gue udah sepenuhnya buat kak Adi!"

"Harusnya gue yang bilang gitu! Hati-hati nanti malah lo lagi yang suka sama gue!" ledek Farhan yang membuat Gita makin kikuk dibuatnya.

*****

"Oke, saya akan menyiapkan persiapan operasi segera mungkin. Jadwalnya, dua minggu dari sekarang. Bagaimana pak?"

Mendengar pertanyaan yang diajukan dokter, dengan ragu Wahyu mau tak mau mengangguk mengiyakan. Pasalnya, ini operasi pertama dalam hidupnya. Tangan Raisha dengan lembut menggenggam tangan Wahyu, berusaha menenangkan.

Konsultasi pun akhirnya selesai. Dengan segera, Raisha langsung mengurusi segala administrasi yang dibutuhkan. Sedang, Wahyu menunggu di ruang tunggu bagi para pasien dan keluarga.

Sembari menunggu, Wahyu mulai menjalin pembicaraan dengan seorang gadis yang juga sedang menunggu di sampingnya. Usianya sebaya dengan Raisha, namun nasibnya sedikit berbeda. Dia juga mengalami patah tulang di bagian paha. Namun, dia tak seberuntung Wahyu.

"Lutut saya gak bisa ditekuk pak. Gara-gara hampir 5 bulan di pengobatan alternatif. Kaki saya dibungkus sampai lutut. Buat gerak sekarang jadi susah." Wahyu mulai sadar setelah melihat kaki gadis tersebut yang hanya berselonjor lurus. Awalnya, Wahyu sedikit jengkel dengannya karena menghalangi orang jalan. Namun, sekarang ia mengerti.

"Karena saya perempuan, buat melakukan kegiatan sehari-hari pun jadi susah pak! Rasanya tuh saya kayak hina banget, gara-gara terus ngerepotin orang tua. Semuanya diurus mereka, jadi kayak bayi lagi." Wahyu sedikit mengerti dengan kondisinya, karena ia juga turut merasakan. Rasa sungkan disaat orang lain bahkan anaknya sendiri yang merawatnya.

"Kuliah atau kerja dek?"

"Hmm... sebenernya saya kuliah. Tapi sengaja liburin diri tanpa cuti. Belum sempat buat urus pak! Ayah saya sibuk kerja, buat cutI dari tempat kerjanya juga agak susah, maklum pegawai toko sepatu. Ibu saya juga sibuk urus adik. Lagipula, tempat kuliah saya harus sebrang laut dulu. Karena dulu pas tes dapetnya disana."

"Yah, sayang dong! Sebenarnya saya juga ngerasa sungkan sama anak saya, karena saya belum bisa dagang ayam lagi di pasar, pemasukan pun jadi terhambat padahal penguluaran makin banyak. Yah, untungnya anak saya dapet bidikmisi. Kadang saya juga jadi sedih, kalau lihat anak saya. Nasibnya malah jadi buruk karena bapaknya."

"Saya turut perihatin pak."

"Yang bisa saya katakan, kita hanya bisa bersabar dan berusaha. Karena saya percaya, dibalik musibah pasti ada hikmahnya." Gadis itupun mengangguk membenarkan perkataan Wahyu.

"Terima kasih pak sudah mendengarkan curahan hati saya. Sedikit lega rasanya." Wahyu pun tersenyum menananggapi.

Tak lama kemudian, Raisha kembali menemui Wahyu. Di saat bersamaan, gadis itu pun juga sudah dijemput keluarganya. Sedikit banyak, Wahyu pun menceritakan kisah sI gadis pada Raisha sembari menunggu driver mobil online yang sudah dipesan.

******

"Assalammualaikum, permisi!"

Suara itu sudah tak terasa asing lagi bagi Raisha. Siapa lagi kalau bukan Adiyasa. Malah, Raisha merasa sedikit senang dengan kehadiran suara itu. Wahyu saat itu sedang menunaikan ibadah fardhu, jadi mau tak mau Raisha yang menyambutnya.

"Sebentar gua ambil laptop lo!"

"Eh, nanti aja! Habis ambil laptop lo ke tempat service, baru gua ambil laptopnya!" Yah, itu memang akal-akalan Adi, agar bisa berlama-lama dengannya. Raisha pun menurut.

Akhirnya setelah seminggu, laptop itu kembali ke tangan Raisha. Begitupun dengan uang hasil tabungan Adi selama lima hari dan hasil palaknya terhadap Putra lima jam sebelumnya, akhirnya juga kandas demi tanggung jawab atas kerusakan laptop tersebut. Setelah transaksi, akhirnya mereka pun langsung kembali ke rumah Raisha.

"Kok berhenti disini?" tanya Raisha sedikit sungkan. Lantaran, Adi sengaja memberhentikannya di dekat kedai martabak.

"Gua beli ini bukan untuk lo kok. Nyokap gua nitip beliin martabak." ledek Adi.

"Kenapa gak nanti aja? Bukannya jadi cepet dingin kalau beli sekarang?" ujar Raisha mengalihkan suasana akibat tebakannya yang salah terka. Adi sedikit tersenyum melihat tingkah laku Raisha.

"Lo mau asin atau manis? Soalnya kata nyokap gue, nanti martabaknya buat keluarga lo di rumah!"

"Lo, tuh ngeledek gue yah?!"

"Ternyata lo gampang kena prank juga yah!"

"Ck.. apaan sih."

"Jadi, lo mau apa?"

"Keju."

Mereka pun menunggu di tempat yang memang sudah disediakan. Akhirnya, Adi memesan 2 porsi martabak manis rasa keju dan cokelat. Satunya lagi, memang benar titipan sang ibu dan Putra.

"Di keluarga gue, martabak coklat udah jadi makanan favorit! Jadi paling nggak seminggu sekali kita bakal beli. Sebenarnya virus itu dari almarhum bokap. Eh, malah jadi kebiasaan sampai sekarang."

Raisha sedikit terkejut mendengar kata almarhum ketika Adi menyebut bapaknya.

"Sorry, bapak lo udah meninggal?"

"Gak usah bilang maaf. Hm... mungkin udah hampir sepuluh tahun lebih, beliau meninggalkan gue dan keluarga."

"Hmm... Gue salut sama nyokap lo, karena sudah membesarkan dua putranya. Pasti gak mudah bagi seorang istri yang ditinggal suami." Adi sedikit tersenyum mendengar pujian untuk ibunya. Ia menyetujui perkataan tersebut.

"Nyokap gue juga meninggal disaat gue baru masuk sekolah dasar. Huh, bodohnya penyebabnya itu gara-gara gue sendiri. Coba aja kalau pagi itu gue jalan sendiri, mungkin nyokap gue masih ada."

"Gua gak perlu tahu alasan lo sampai harus menyalahkan diri sendiri. Karena kematian nyokap lo pasti udah ada yang ngatur. Lo gak perlu menyesal atau menyalahkan dirI, karena kita gak akan pernah bisa kembali buat perbaiki apa yang emang sudah ditakdirkan. Sia-sia." Raisha tertegun dengan perkataan Adi. Namun, mungkin butuh waktu bagi dirinya agar tak menyesali keadaan.

Pesanan mereka pun akhirnya selesai. Setelah transaksi, mereka langsung menghampiri motor matic biru yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berada.

"Nih, laptop lo!"

"Sip!"

"Hmm... bentar ada yang mau gue bilang sama lo," langkah Adi terhenti sejenak.

"Kenapa?"

"Hm... soal siang dan malam," Adi sedikit terkejut dengan ucapan Raisha.

"Lo baca?" Raisha pun mengangguk. Mau bagaimana lagi, Adi juga sudah memprediksi.

"Siang gak perlu iri sama malam, karena akan sia-sia. Mending siang bersyukur karena ada matahari dan awan yang menemani. Itu kan yang lo bilang ke gua tadi?"

Garis lengkung senang mengulas pada wajah Adi. Menatap manik hitam Raisha dengan tulus. Raisha pun membalas tatapan hangat Adi dengan sebuah senyuman. Saling mengerti perasaan satu sama lain, karena memiliki nasib yang sama.

"Kalau kita nanti ketemu, jangan anggap gue sebagai orang asing yah! Karena lo bukan gadis asing lagi di mata gue!" Raisha mengangguk tanda mengerti. Saling berharap hubungan itu tak cepat berlalu, walau pertemuan mereka tergolong kebetulan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Sisi Lain Tentang Cinta
2      2     0     
Mystery
Jika, bagian terindah dari tidur adalah mimpi, maka bagian terindah dari hidup adalah mati.
Love Rain
100      4     0     
Romance
Selama menjadi karyawati di toko CD sekitar Myeong-dong, hanya ada satu hal yang tak Han Yuna suka: bila sedang hujan. Berkat hujan, pekerjaannya yang bisa dilakukan hanya sekejap saja, dapat menjadi berkali-kali lipat. Seperti menyusun kembali CD yang telah diletak ke sembarang tempat oleh para pengunjung dadakan, atau mengepel lantai setiap kali jejak basah itu muncul dalam waktu berdekatan. ...
Kamu!
7      5     0     
Romance
Anna jatuh cinta pada pandangan pertama pada Sony. Tapi perasaan cintanya berubah menjadi benci, karena Sony tak seperti yang ia bayangkan. Sony sering mengganggu dan mengejeknya sampai rasanya ia ingin mencekik Sony sampai kehabisan nafas. Benarkah cintanya menjadi benci? Atau malah menjadikannya benar-benar cinta??
No, not love but because of love
16      7     0     
Romance
"No, not love but because of love" said a girl, the young man in front of the girl was confused "You don't understand huh?" asked the girl. the young man nodded slowly The girl sighed roughly "Never mind, goodbye" said the girl then left "Wait!" prevent the young man while pulling the girl's hand "Sorry .." said the girl brushed aside the you...
Sejauh Matahari
4      4     0     
Fan Fiction
Kesedihannya seperti tak pernah berujung. Setelah ayahnya meninggal dunia, teman dekatnya yang tiba-tiba menjauh, dan keinginan untuk masuk universitas impiannya tak kunjung terwujud. Akankah Rima menemukan kebahagiaannya setelah melalui proses hidup yang tak mudah ini? Happy Reading! :)
Can You Love Me? Please!!
26      10     0     
Romance
KIsah seorang Gadis bernama Mysha yang berusaha menaklukkan hati guru prifatnya yang super tampan ditambah masih muda. Namun dengan sifat dingin, cuek dan lagi tak pernah meperdulikan Mysha yang selalu melakukan hal-hal konyol demi mendapatkan cintanya. Membuat Mysha harus berusaha lebih keras.
Azzash
3      3     0     
Fantasy
Bagaimana jika sudah bertahun-tahun lamanya kau dipertemukan kembali dengan cinta sejatimu, pasangan jiwamu, belahan hati murnimu dengan hal yang tidak terduga? Kau sangat bahagia. Namun, dia... cintamu, pasangan jiwamu, belahan hatimu yang sudah kau tunggu bertahun-tahun lamanya lupa dengan segala ingatan, kenangan, dan apa yang telah kalian lewati bersama. Dan... Sialnya, dia juga s...
PALETTE
3      3     0     
Fantasy
Sinting, gila, gesrek adalah definisi yang tepat untuk kelas 11 IPA A. Rasa-rasanya mereka emang cuma punya satu brain-cell yang dipake bareng-bareng. Gak masalah, toh Moana juga cuek dan ga pedulian orangnya. Lantas bagaimana kalau sebenarnya mereka adalah sekumpulan penyihir yang hobinya ikutan misi bunuh diri? Gak masalah, toh Moana ga akan terlibat dalam setiap misi bodoh itu. Iya...
Loneliness
224      6     0     
Romance
Sebuah Reuni megah yang diadakan di Bali, menjadi penuh tanda tanya karena ketidakhadiran Silvi. Hanya dia seorang yang tidak hadir. Menghilang tanpa jejak setelah wisuda. Bahkan, teman terdekatnya juga tidak mengetahui keberadaanya. Dia memang tidak setenar Seina, si gadis pujaan kampus. Bukan pula dikenal karena kecerdasannya ataupun kecakapannya dalam berorganisasi. Silvi hanya...
Flower
3      3     0     
Fantasy
Hana, remaja tujuh belas tahun yang terjebak dalam terowongan waktu. Gelap dan dalam keadaan ketakutan dia bertemu dengan Azra, lelaki misterius yang tampan. Pertemuannya dengan Azra ternyata membawanya pada sebuah petualangan yang mempertaruhkan kehidupan manusia bumi di masa depan.