Read More >>"> Amherst Fellows (Saudara Kembar) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Amherst Fellows
MENU
About Us  

“Tadi kamu ke mana, Bara? Kok tiba-tiba menghilang?” tanya Papa sambil menyetir mobil yang mereka sewa khusus selama tinggal di Jakarta. Mereka baru saja pulang dari venue Pilmapres.

“Perut Bara tiba-tiba mules, Pa,” Bara berbohong.

“Kalau mau ke mana-mana izin dulu. Jadi Papa dan Mama nggak nyariin kamu.”

“Iya, maaf, Pa. Bara lihat Papa dan Mama masih sibuk menyalami orang-orang.” Dengan situasi seperti ini, Bara tidak mau bersitegang dengan Papa. Ia mencari jawaban yang paling aman. Dan, minta maaf adalah cara terbaik.

“Berbisik sebentar apa susahnya sih?”

“Sudahlah, Pa,” Mama mencoba menengahi. “Bara kan sudah minta maaf. Yang terpenting kita bisa pulang bersama. Apalagi malam ini Tirta jadi juara Mapresnas. Kita rayakan malam ini dengan suka cita ya. Yang tadi udah dilupakan aja.”

Suasana di mobil hening sejenak sampai Mama memecah suasana.

“Jadi, kita mau mampir ke mana ini?” tanya Mama.

“Kita pulang ke hotel saja, Ma. Tirta capek,” sahut Tirta.

“Beneran nggak mau ke mana-mana?”

“Bener. Kalau mau merayakan, di Surabaya saja kan bisa.”

“Baiklah. Kalau Bara bagaimana? Mau mencari sesuatu, Nak?”

“Tidak.”

“Ya sudah. Kita langsung ke hotel ya.”

Mereka berempat pun langsung meluncur ke hotel. Di hotel, mereka memesan dua kamar. Papa sekamar dengan Mama, sementara Tirta dengan Bara. Sebenarnya Bara ingin kamar terpisah, tapi demi penghematan, mau tidak mau ia harus menerima pilihan orang tuanya.

“Aku tahu, kau tak betah berada di sana,” ucap Tirta usai mereka membereskan kamar dan bersiap untuk berganti baju.

“Apa maksudmu?” tanya Bara ketus.

“Kau tadi tidak pergi ke toilet kan? Kau hanya terlalu lelah untuk berinteraksi dengan orang banyak. Makanya kau menghilang entah ke mana.”

“Kau tidak tahu apapun tentang diriku.”

“Seharusnya kau berterima kasih kepadaku.”

“Kenapa aku harus melakukan itu?”

“Karena aku minta kita langsung balik ke hotel. Aku tahu kau tak ingin berlama-lama di luar sana dan ingin segera mengurung diri di kamar. Telingamu panas kalau mendengar Papa dan Mama membicarakan prestasiku, kan? Sementara kau tidak pernah menjadi topik pembicaraan mereka. Akui saja!”

Secepat kilat Bara berbalik dan mencengkeram kerah Tirta. Ia mendorong saudara kembarnya itu sampai ke tembok. Namun, sebelum terjadi apa-apa, seseorang mengetuk pintu kamar mereka.

“Tirta, Bara, ini Mama!” suara Mama terdengar lirih dari dalam.

Bara spontan melepaskan cengkeramannya. Ia tak peduli dengan Tirta yang terbatuk-batuk. Ia langsung merebahkan diri di kasur tanpa melepas kemeja yang masih dipakainya. Tirta sendiri bergegas menuju pintu setelah membereskan kerah dan dasi yang berantakan.

“Ada apa, Ma?” tanya Tirta begitu membuka pintu.

“Cuma mau memberikan roti ini. Barangkali kalian berdua masih lapar.” Mama menyerahkan sekantung roti bantal isi selai coklat kesukaan Tirta.

“Terima kasih, Ma.”

“Bara sudah tidur?”

“Sudah. Sepertinya dia sangat lelah.”

“Baiklah. Kamu juga segera tidur ya. Biar besok pagi segar kembali. Pagi-pagi benar kita harus berangkat ke bandara, sebelum terjebak macet.”

“Mobilnya bagaimana?”

“Yang punya langsung ambil di bandara. Ya sudah, Mama balik dulu ke kamar.”

“Baik, Ma.”

“Sekali lagi, Mama ucapkan selamat atas prestasinya ya, Nak. Kamu benar-benar membuat Mama dan Papa bangga! Tidak hanya Mama dan Papa saja sebenarnya, tetapi keluarga besar kita juga. Terima kasih sudah menjadi teladan yang baik.”

Tirta tersenyum mendengar pujian dari Mama. “Terima kasih juga atas dukungannya selama ini, Ma. Tanpa Mama, Tirta bukan siapa-siapa,” lirihnya.

Bara yang ada di dalam mencuri dengar pembicaraan itu. Ucapan selamat Mama ke Tirta semakin membuatnya merasa terpinggirkan. Begitu mendengar bunyi pintu kamar ditutup, Bara segera bangkit dari kasur. Ia berpapasan dengan Tirta yang masuk membawa sekantung roti.

“Mama bawain roti,” ucap Tirta santai seolah sudah melupakan peristiwa di antara mereka berdua tadi. “Kalau mau ambil saja.”

“Aku nggak lapar,” jawab Bara cuek. Ia mencari tas ranselnya dan mengambil sesuatu di sana.

“Mau ngapain?” tanya Tirta penasaran.

“Bukan urusanmu.”

“Oke deh. Aku sendiri juga masih banyak urusan. Hmmm... aku mendapat ratusan ucapan selamat atas capaianku malam ini. Aku harus membacanya satu-persatu dan membalas yang penting. Kau tak ingin membantuku, brother?”

Kali ini Bara tidak terpengaruh. Ia mencoba bersikap dingin. Ia tahu kalau Tirta hanya ingin menyulut amarahnya. Kalau ia merespons, Tirta yang menang. Ia memilih duduk di kursi menghadap ke meja kamar dan membuka buku catatan hariannya. Setelah hatinya sedikit tenang, ia mulai menulis perasaannya malam itu.

Sejak SMA, Bara memang rajin menggoreskan pena di buku catatan hariannya. Ia terinspirasi dari Anne Frank, seorang gadis Yahudi yang dikenal dunia berkat buku catatannya yang melegenda, The Diary of A Young Girl. Ia juga ingin ‘dikenal dunia’ lewat tulisannya, meskipun ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya dan kapan hal itu bisa terwujud. Namun yang pasti, lewat buku harian lah ia bisa mengungkapkan segala keluh kesahnya selama ini, terutama tentang hubungannya dengan Tirta yang sangat kompleks.

. . .

Aku ingin membuat pengakuan. Meskipun Tirta begitu menyebalkan, seharusnya aku tak mencengkeramnya tadi. Aku bisa melihat wajahnya yang begitu ketakutan, meskipun rasa sombong membuatnya tak mau mengakui hal itu. Untung Mama datang sebelum aku melakukan sesuatu. Aku jadi merasa bersalah kepada Mama, karena saat kecil aku telah berjanji kepadanya untuk selalu menjaga dan melindungi Tirta. Bagaimanapun dia adalah adikku. Dan, seorang kakak yang baik tidak boleh menyakiti adiknya, apapun alasannya.

. . .

Sekitar pukul sebelas malam Bara menutup buku catatannya. Ia menghabiskan sekitar tiga lembar untuk menumpahkan unek-uneknya hari itu. Padahal biasanya dua lembar sudah maksimal. Setelah membereskan meja, ia beranjak ke kasurnya. Ternyata Tirta sudah tidur dengan ponsel masih di tangan. Anak itu memang suka tidur sembarangan. Bara mengambil selimut yang jatuh dan menutupkannya ke badan Tirta yang meringkuk kedinginan. Ia sendiri langung mematikan lampu, mengecilkan AC, lalu merebahkan diri ke kasur. Setengah jam kemudian ia baru bisa tertidur lelap. []

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dieb der Demokratie
0      0     0     
Action
"Keadilan dan kebebasan, merupakan panji-panji dari para rakyat dalam menuntut keadilan. Kaum Monarki elit yang semakin berkuasa kian menginjak-injak rakyat, membuat rakyat melawan kaum monarki dengan berbagai cara, mulai dari pergerakkan massa, hingga pembangunan partai oposisi. Kisah ini, dimulai dari suara tuntutan hati rakyat, yang dibalas dengan tangan dingin dari monarki. Aku tak tahu...
Peringatan!!!
22      12     0     
Horror
Jangan pernah abaikan setiap peringatan yang ada di dekatmu...
Dua Sisi
23      6     0     
Romance
Terkadang melihat dari segala sisi itu penting, karena jika hanya melihat dari satu sisi bisa saja timbul salah paham. Seperti mereka. Mereka memilih saling menyakiti satu sama lain. -Dua Sisi- "Ketika cinta dilihat dari dua sisi berbeda"
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
122      26     0     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.
Late Night Stuffs
10      3     0     
Inspirational
Biar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan matahari yang membiarkan dirinya mati agar bulan berpendar.
Taarufku Berujung sakinah
91      21     0     
Romance
keikhlasan Aida untuk menerima perjodohan dengan laki-laki pilihan kedua orang tuanya membuat hidupnya berubah, kebahagiaan yang ia rasakan terus dan terus bertambah. hingga semua berubah ketika ia kembai dipertemukan dengan sahabat lamanya. bagaimanakah kisah perjuangan cinta Aida menuju sakinah dimata Allah, akankah ia kembali dengan sahabatnya atau bertahan degan laki-laki yang kini menjadi im...
Returned Flawed
5      5     0     
Romance
Discover a world in the perspective of a brokenhearted girl, whose world turned gray and took a turn for the worst, as she battles her heart and her will to end things. Will life prevails, or death wins the match.
Move on
0      0     0     
Romance
Satu kelas dengan mantan. Bahkan tetanggan. Aku tak pernah membayangkan hal itu dan realistisnya aku mengalami semuanya sekarang. Apalagi Kenan mantan pertamaku. Yang kata orang susah dilupakan. Sering bertemu membuat benteng pertahananku goyang. Bahkan kurasa hatiku kembali mengukir namanya. Tapi aku tetap harus tahu diri karena aku hanya mantannya dan pacar Kenan sekarang adalah sahabatku. ...
Ignis Fatuus
13      9     0     
Fantasy
Keenan and Lucille are different, at least from every other people within a million hectare. The kind of difference that, even though the opposite of each other, makes them inseparable... Or that's what Keenan thought, until middle school is over and all of the sudden, came Greyson--Lucille's umpteenth prince charming (from the same bloodline, to boot!). All of the sudden, Lucille is no longer t...
My Brother Falling in Love
306      53     0     
Fan Fiction
Pernah terlintas berjuang untuk pura-pura tidak mengenal orang yang kita suka? Drama. Sis Kae berani ambil peran demi menyenangkan orang yang disukainya. Menjadi pihak yang selalu mengalah dalam diam dan tak berani mengungkapkan. Gadis yang selalu ceria mendadak merubah banyak warna dihidupnya setelah pindah ke Seoul dan bertemu kembali dengan Xiumin, penuh dengan kasus teror disekolah dan te...