Sabtu pagi, sehari sebelum Asap pentas, di kelas, aku menceritakan rencanaku pada Shena.
"Kacau, lo," kata Shena disela tawa. "Ide lo brilian juga sih, asal...." Shena sengaja menahan apa yang hendak diucapkannya.
"Asal apa?"
Dia masih tertawa dan bersiap-siap menangkupkan telapak tangannya ke mulut. "Asal sesuai dosis," katanya.
Posisi dudukku pun berubah kaku lalu bersehadap dengan posisi Shena yang duduk di sampingku. Aku bersiap dengan mimik wajah serius dan mulai memberitahukan Shena apa rencanaku selanjutnya, satu per satu, detail dan rinci. Shena segera menghentikan tawa dan satu telapak tangannya yang menangkup mulut cepat menyentuh dagu. Sambil bertopang dagu sementara sikunya bertelekan di meja kelasku, wajahnya juga menjadi serius. Kemudian dia menyimak detail rencana yang kujelaskan. Diselingi berbalas sapa dengan teman-teman sekelas yang satu demi satu mulai masuk ke dalam kelas, Shena dan aku kembali serius pada topik yang kujelaskan. Kadang Shena bertanya sekaligus memberiku saran supaya rencanaku itu berhasil.
"Kunci dari rencana lo ada di kunci," Shena berkata setelah aku selesai menjelaskan rencana, "Nah, kunci duplikat itu, ada?"
Aku tersenyum menyeringai dengan perlahan-lahan mengeluarkan kunci jawaban—dari apa yang Shena tanyakan—dari dalam tasku. Mata Shena berbinar melihat barang itu melambai-lambai di depan wajahnya.
"Eh, bungkusan apa itu?" tanya J tiba-tiba. Dia sudah berdiri di sampingku setelah kami berdua lengah karena terlalu serius sehingga tak mengetahui J masuk ke kelas.
Shena cekatan menggeser bungkusan, yang tergeletak di atas meja kelasku, mendekat pada satu tanganku.
Selagi aku menjawab, "Makanan," tanganku pun lincah memasukkan bungkusan hitam itu ke dalam tasku.
Kualihkan pembicaraan dengan meminta J untuk mengambil satu bangku lalu mengajaknya duduk bersama Shena dan aku. Kutanyakan soal kesiapan paskibra kelas,
"Lusa, beres kan? Latihannya, oke?"
"Oke. Semua oke kok. Kan kita latihan." J tersenyum setelah menjawab. "Janji kamu, oke?"
Aku tertawa tipis, lalu mengangguk sementara Shena berkata, "Eh..., sebentar-sebentar..., kayaknya gue ketinggalan infokelastainment, nih." Shena menunjuk aku dan J, bertanya, "Lo berdua—"
Sayangnya, bel sekolah—pertanda pelajaran mulai—berbunyi nyaring dan mengusir pertanyaan Shena dari meja kelasku.(°.°)
Ahhhi gemeeees Uda kepooo
Comment on chapter 6 - Sakit