Read More >>"> Drapetomania (Chapter 10 | Who You Trust?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Drapetomania
MENU
About Us  

Disclaimer.

Warnings.

                                                                                             | Graphic Descriptions of Violence |

 

“Theo, turunkan itu.”

Pria itu tidak bergeming. Tangannya masih di posisi yang sama. Ia melangkah lebih dekat. “Oke, kau berlebihan,” balas Sara tak kalah sengit. “Letakkan pistol itu, Theo, sebelum ada yang terluka, oke?”

 “Jangan perlakukan aku seperti anak kecil.” tangan Theo gemetaran. Suara petir dari kejauhan, namun kilatnya terpancar di sekitar lorong gang. Theo menyadari sikap Sara ada yang berubah.“Aku tak mengerti. Apa sih masalahmu?”

“Kau, merobek isi perutnya dengan pisau bedah yang kecil itu tanpa cacat sekalipun!” Amarah Theo cukup membuat Sara terdorong ke belakang. “Kau melakukannya tanpa merasa bimbang. Aku mengenali keterampilan itu, Jelaskan padaku, bagaimana bisa gadis normal tahu menggunakan senjata? Kau ini apa, Sara?”

Sara menatapnya, tapi juga menghindari kontak mata, “Kau mengira aku ini apa? Katakan!.”

Ini adalah pertengkaran pertama mereka, sejak mereka bertemu di stasiun. Theo menyisir rambutnya dengan gusar. “Oke, Sara, kumohon, ceritakan apa yang sebenarnya terjadi, aku merasakan rongga hitam di sini.”

Sara menutup bibirnya rapat-rapat. Urat-urat yang muncul di dahi Theo membuatnya sedikit takut. “Jangan membuat aku berpikir yang tidak-tidak.”

Sara merasa tersinggung. “aku mulai berpikir kau ini gampang termanipulasi imajinasimu, you’re such an annoying brat.” Sara menunjukkan gestur khas orang italia di tangannya. Theo meletakkan senjatanya, “sekarang kau yang berlebihan.”

Rahang yang kaku, Sara membelalakkan mata tidak percaya, “It’s a beautiful day, where, the blood surround me, I and you nearly get shot in the head and happy to kill him but I saved our life tragicallyso perfect!

Itu saja. Mereka terluka akibat mereka sendiri. Sara pergi karena Theo tidak percaya padanya, membuatnya sakit dan ingin segera melupakan rasa itu. Mereka melangkah mundur, menambah jarak, berujung saling memunggungi.

                                                                                        -------------------------------------

Hingga malam terjadi, Theo duduk bersilang kaki di depan patung, sendirian, menatap kosong orang-orang di sekelilingnya. Dia dulu, sebenarnya, pria muda yang memiliki segalanya. Fans yang mengaguminya, mentor yang menyayanginya, Lev, dan Nikita sudah seperti saudaranya.

Dan dia mencintainya.

Pertama ia tahu ketika Nikita bermain-main di taman. Sangat indah. Terlalu manis untuk menjadi kenyataan. Ia ingat senyumannya semakin lebar dan melebar. Walaupun mereka menyatakan cinta setiap saat di depannya.

Ia mungkin pria kekanakan. Benar. Namun kesabaran cintanya sangatlah arif. Ia tidak pernah berpikir mengambil Nikita dari Lev sekalipun. Ia bahkan mengakui, Nikita dan Lev pasangan terbaik  yang pernah ia jumpa. Theo tidak ingin menghancurkan itu. Never anyone, and anything.

Theo tidak tahu lagi, kemana harus pergi.

Keluar dari kenangan manisnya, Theo sadar dirinya tidak lagi sama seperti dunia mengenalnya. Ia ingin tetap dunia melihatnya tetap sama. Termasuk Sara, dan ia sudah mengacaukannya.

                                                                                        -------------------------------------

She still alone. Still not okay. Still surrender by his word.

Sepatu berwarna coklat moccanya ia pandangi terus, sembari memeluk kakinya. Duduk sendirian di halte, tanpa manusia berlalu-lalang, hanya ditemani rembulan dan berbagai bintang.

Jalanan gelap tidak aman untuknya, tidak untuk siapapun. Lampu jalan pun tidak membantu. Gelap bukan masalahnya, bayangan-bayangan hitam yang menekan dirinya. Tidak disangka mereka mengikutinya sejauh ini.

“Kau menjebak dirimu sendiri,” bisik suara yang membuat Sara seperti kehilangan kekuatannya

Ketegangan yang ia rasakan buat jantungnya berdetak kencang. Sara menahan rasa takutnya untuk menyelamatkan situasi. Sorot matanya terseok-seok mencari cahaya, bayangan hitam itu meraup semua cahaya, “mau lari kemana?”

Percuma Sara menghabisi dua bayangan, jika tumbuh lima. Sia-sia kedua tangannya melindungi kepalanya, nyatanya babak belur juga. Mereka sudah tahu keberadaanya. Insting bertahan hidup menjadi satu-satunya pegangan. Kekuatannya terkuras habis. 

Perkelahian yang sudah jelas siapa yang menang, sekujur badan Sara serasa menggigil. 

“Tenangkan dirimu, tsk,” ucap pada dirinya sendiri, mendongakkan kepalanya, menatap langit malam, Aliran darah tubuhnya serasa terhenti. Bernafas normal saja sulit.

“Huft...i–it’s just illusion, Sara...” berbisik pada dirinya sendiri. “i–it’s okay.

Itu nyata.

Perlahan nan lemah, Sara menekan tombol merah. Ia butuh pertolongan.

                                                                                        -------------------------------------

“Apa yang kalian lakukan membuang waktuku saja,” lalu terdengar tembakan yang membahana di seluruh gedung tak berpenghuni ini. Douglas berdiri di depan belasan pria yang bersimbah darah, dan bersiul puas.

 “Sinting, " ucap Darius lalu menyuruh orang-orangnya mengeluarkan microchip di tangan korban, untuk menghapus segala kemungkinan yang menjadi bukti. “Kau tidak seru.” Darius memutar bola matanya, apa yang seru dari membunuh. Orang ini sejatinya memang psikopat. 

Douglas melihatnya ikut mengambil chip itu. Douglas juga mengamati raut wajahnya yang tidak biasa. Ada ekspresi disana, Douglas tersenyum miring, “cih, dokter, Jangan naif,” Darius menoleh, bingung apa maksudnya.

I don’t wanna underestimate you but Darius, seriously? An doctor from asylum, get tender. it’s the same as being weak. It’s bring you to the death, we all know that.

Darius menggeram, “aku tidak tahu apa maksudmu tapi jangan panggil aku dengan sebutan itu.” Yang paling dia benci ketika ada yang memanggilnya seperti yang Douglas katakan.

Darius tidak menembak seperti yang baru saja Douglas lakukan, bukan bertarung seperti Theo. Keahliannya Gideon manfaatkan untuk bereksperimen, tabung organ menjadi pajangan di ruangan Darius.

Budak dipanggil, mereka pergi, kebanyakan tidak kembali. Malang bagi mereka yang terperangkap dan hanya melintasi negara untuk dijadikan barang tukar. Ungkapan mati di tabel operasi kurang tepat, malah mati membiru di tabung atau bahkan terbujur kaku di kasur tipis.

Darius sudah tidak lagi meringis, atau depresi. Ia sudah mati rasa, semakin lancar dan dinginnya ia memperlakukan ‘pasiennya’. Dari situ panggilan yang ia benci tersebut muncul.

“Relaks, dok. Aku tidak ingin kau berakhir seperti mereka, aku tidak ragu untuk melakukan itu sekarang.” Ia menunjuk ke arah kantung mayat. “Ingat kepada siapa kau bicara,” ucap Douglas mematikan. Darius mengumpat ribuan kali dalam kepalanya.

“Kau hanya tangan kanan Caesar kita.” Darius lebih mendekat. “Aku tak keberatan mengobok isi perutmu di mejaku, tanpa obat bius.” Namun Darius merasakan benda tajam di perutnya. Ia menunduk dan itu ternyata pisau kecil.

Back off, doctor.” Aura ketegangan masih ada disana. Douglas menghela napas, “aku juga kesal orang-orang nggak becus ini bisa kalah dari wanita, dan alat kejut listriknya. Aku tahu.” Tatapan Darius sedikit mereda.

Justru itu patut kusyukuri.

“Selama ada aku, semuanya akan berjalan lancar. Wanita itu, terluka ‘kan? Jadi kita hanya mengikuti jejak darahnya saja.” ucap Douglas tanpa melepas senyuman misteriusnya.

                                                                                        -------------------------------------

Pikirannya berkecamuk. Langkah kakinya langsung terhenti saat menemukan sosok di halte. Tanpa ragu Theo berlari untuk menghampiri sosok itu.

Theo langsung mengatupkan wajahnya. Ia memegang erat tali ransel itu, dan gemetaran. Theo melihat botol pil terselip di saku ransel Sara. Bodohnya dia. Bisa-bisanya ia meninggalkan Sara. Inilah akibat menahan egonya. Ia mampu merasakan dinginnya wajah gadis itu, “Sara. . . astaga ya tuhan. . .”

Sara bergumam tak jelas, lebam-lebam biru di pipinya, Theo sejak dulu memang tidak tahan melihat wanita terluka seperti ini. “Mereka . . .” Theo mendekatan telinganya ke mulut Sara, “tahu. . aku bersamamu.”

Theo tidak ingin ini terjadi. Selebihnya Sara menunjuk ponselnya. Sebuah alamat tertampang di layar, dan Theo membawa Sara pergi dari sana, ke alamat tersebut.

                                                                                        -------------------------------------

Lorong kecil yang berasap, sebuah pintu tunggal terbuka dan keluarlah satu wanita berpakaian putih dari atas ke bawah, gulungan rambut serta kartu identitas yang menggantung di lehernya, nampak seperti suster, dengan rokok menyala yang ia genggam.

Signora.” suara entah dari mana membuat sepuntung rokoknya terlepas dari jarinya.

“Siapa itu?!”

Muncullah seorang pria, berambut coklat, berjaket robek dan perlahan mendekati wanita itu sambil mengangkat kedua tangannya, lalu Theo pun berkata, ”Bila aku mengagetkanmu maaf, tapi aku butuh bantuanmu.”

“Temanku terluka parah, wanita yang bersandar di belakangku ini.” Terserah habis ini suster tersebut memanggil polisi atau agen federal sekalipun, Sara butuh pertolongan. “Aku mohon padamu.”

Mulut wanita itu berkatup rapat, kemudian ia menoleh orang di belakangnya. Orang itu menggangguk padanya.

“Seseorang bilang butuh pertolongan, tidak kukira harus meminjam suster juga.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Melawan Takdir
10      4     0     
Horror
Bukan hanya sebagai mahkota pelengkap penampilan, memiliki rambut panjang yang indah adalah impian setiap orang terutama kaum wanita. Hal itulah yang mendorong Bimo menjadi seorang psikopat yang terobsesi untuk mengoleksi rambut-rambut tersebut. Setelah Laras lulus sekolah, ayahnya mendapat tugas dari atasannya untuk mengawasi kantor barunya yang ada di luar kota. Dan sebagai orang baru di lin...
Popo Radio
80      18     0     
Romance
POPO RADIO jadi salah satu program siaran BHINEKA FM yang wajib didengar. Setidaknya oleh warga SMA Bhineka yang berbeda-beda tetap satu jua. Penyiarnya Poni. Bukan kuda poni atau poni kuda, tapi Poni siswi SMA Bhineka yang pertama kali ngusulin ide eskul siaran radio di sekolahnya.
Ocha's Journey
5      5     0     
Romance
Istirahatlah jika kau lelah. Menangislah jika kau sedih. Tersenyumlah jika kau bahagia. Janganlah terlalu keras terhadap dirimu sendiri.
I Always Be Your Side Forever
68      19     0     
Romance
Lulu Yulia adalah seorang artis yang sedang naik daun,tanpa sengaja bertemu dengan seorang cowok keturunan Korea-Indonesia bernama Park Woojin yang bekerja di kafe,mereka saling jatuh cinta,tanpa memperdulikan status dan pekerjaan yang berbeda,sampai suatu hari Park Woojin mengalami kecelakaan dan koma. Bagaimana kisah cinta mereka berdua selanjutnya.
sHE's brOKen
71      20     0     
Romance
Pertemuan yang tak pernah disangka Tiara, dengan Randi, seorang laki-laki yang ternyata menjadi cinta pertamanya, berakhir pada satu kata yang tak pernah ingin dialaminya kembali. Sebagai perempuan yang baru pertama kali membuka hati, rasa kehilangan dan pengkhianatan yang dialami Tiara benar-benar menyesakkan dada. Bukan hanya itu, Aldi, sahabat laki-laki yang sudah menjadi saksi hidup Tiara yan...
fixing a broken heart
72      23     0     
Romance
"Kala hanya kamu yang mampu menghidupkanku kembali." - R * Risa, ialah kontradiksi. Ia junjung tinggi indepedensi, ia bak robot tanpa simpati. Dalam hidupnya, Risa sama sekali tak menginginkan seorang pun untuk menemani, hingga ia bertemu dengan Rain, seorang lelaki yang pada akhirnya mampu memutarbalikan dunia yang Risa miliki.
AraBella [COMPLETED]
268      33     0     
Mystery
Mengapa hidupku seperti ini, dibenci oleh orang terdekatku sendiri? Ara, seorang gadis berusia 14 tahun yang mengalami kelas akselerasi sebanyak dua kali oleh kedua orangtuanya dan adik kembarnya sendiri, Bella. Entah apa sebabnya, dia tidak tahu. Rasa penasaran selalu mnghampirinya. Suatu hari, saat dia sedang dihukum membersihkan gudang, dia menemukan sebuah hal mengejutkan. Dia dan sahabat...
Late Night Stuffs
10      3     0     
Inspirational
Biar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan matahari yang membiarkan dirinya mati agar bulan berpendar.
Love Dribble
61      19     0     
Romance
"Ketika cinta bersemi di kala ketidakmungkinan". by. @Mella3710 "Jangan tinggalin gue lagi... gue capek ditinggalin terus. Ah, tapi, sama aja ya? Lo juga ninggalin gue ternyata..." -Clairetta. "Maaf, gue gak bisa jaga janji gue. Tapi, lo jangan tinggalin gue ya? Gue butuh lo..." -Gio. Ini kisah tentang cinta yang bertumbuh di tengah kemustahilan untuk mewuj...
Flower With(out) Butterfly
2      2     0     
Romance
Kami adalah bunga, indah, memikat, namun tak dapat dimiliki, jika kau mencabut kami maka perlahan kami akan mati. Walau pada dasarnya suatu saat kami akan layu sendiri. Kisah kehidupan seorang gadis bernama Eun Ji, mengenal cinta, namun tak bisa memiliki. Kisah hidup seorang gisaeng yang harus memilih antara menjalani takdirnya atau memilih melawan takdir dan mengikuti kata hati