Read More >>"> Drapetomania (Chapter 5 | Desire) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Drapetomania
MENU
About Us  

 

Sara meletakkan botol kecilnya di meja lipat menelan benda kecil itu dan menghabiskan air segelas. Mencoba tenang namun apa daya, ia tidak bisa berpikiran jernih.  “Theo, bukannya aku bermaksud tidak sopan, tapi bisa kau berikan kaleng itu padaku? kau sudah menghabiskan tiga kaleng.” Theo meremas kaleng bir itu dengan emosi, suara kaleng yang dilempar ke tong sampah menjadi perusak keheningan. 

Pria itu memakai tudungnya dan mengumpat frustasi. Sara mengusap wajah hingga ke rambutnya. “Aku sudah memperkirakan kejadian buruk ini namun, mendengar langsung darimu aku tak menyangka rasanya seburuk ini.”

Nafas Theo terdengar berat untuk dilepaskan. “Aku khawatir dengan Darius sekarang. Kalau memang aku sedang diburu, Pastinya ia dipojokkan sekarang.”

“Berdoa saja ia bisa keluar dari kondisi darurat ini.”

“Masalahnya Gideon sedang ada di markas. Baik aku atau Darius tidak mengira ia akan kembali secepat ini. Argh astaga, bisa berantakan rencananya. Apakah ini terlalu mudah bagi Gideon. . . der'mo, ya ne znayu bol'she. “

 Theo gusar mengacak rambutnya. “Oh, rekan kerjamu masih menelepon?” 

Kini giliran Sara yang menghela napas. Ia menatap teks-teks di ponselnya, walaupun ia menjawab tidak usah khawatir tapi ada rasa sedikit ragu bercampur sebal dari nada suaranya.

“Apa kau tidak terlalu santai?” Tanya pria itu. Sara tidak mengerti.

“Apa tidak apa langsung menghilang seperti ini? dan bagiku itu wajar. Kau langsung menghilang wuush. Kau bisa kehilangan sumber nafkahmu.”

Sara memutar badannya ke arah jendela kereta, sukar menatap Theo. ”Haha, tidak perlu memikirkanku begitu, Theo. Lagipula mereka lekas akan menemukan penggantiku. Akupun tidak masalah. Tabunganku juga sudah cukup dan aku masih bisa cari pekerjaan lain. Kau juga tidak perlu khawatir.”

Botol putih itu menjadi objek penasaran Theo. Sara tahu dan memasukkan itu ke dalam tasnya. Sara masih tidak mau membuka pintu hatinya. Memaksa sama saja tidak bersyukur atas bantuan wanita itu. Bisa ganti baju dan mandi saja sudah beryukur. 

“Aku juga punya satu pertanyaan untukmu. Tidak sulit kok.”

“Apa itu?”

“Kalian berdua, kau dan Darius menjadi teman. Mengapa kau tidak pergi bersamanya? Karena kalian dekat pasti Darius jadi sasaran empuk.”

Theo pun menjawab, “Tidak ada yang tahu kita dekat. aku pernah melayangkan tinju ke rahangnya dan itulah yang membuatkan bertahan. Dan lagipula ini salah satu strategi kami.”

Sara tergelak. “Cara kalian berteman cukup aneh juga.” Kantung mata Sara terlihat buruk, jelas sekali sudah tidak fokus dan ia pun terlihat bergumam asal sambil memainkan ponselnya, Theo jadi tidak enak.

Ia menyelimuti Sara dengan jaketnya, wanita itu mengerutkan kening. “Kau yang harusnya tidur seperti bayi.” 

Theo melempar jaket kepadanya dan tersenyum simpul. “Aku mampu berhari-hari tidak tidur. Tidurlah, aku yang berjaga.”

........................

Darius kewalahan hebat. Hanya siluet senja dan udara yang tidak lagi panaslah kenikmatan baginya. Kaus putih yang sudah tidak berbentuk lagi terletak di ujung arena. Tertinggal bekas cakaran, dan bercak darah dari telinganya mengalir ke leher. 

Pria tak berambut itu lagi, orang paling keras kepala yang pernah ia kenal, selain Theo. Ia masih merasa takjub dan heran darimana ia mendapat rasa kepercayaan dirinya sebesar itu. Otot tangan dan lekuk badan yang seperti badak mungkin menambah rasa keras kepala, menjadi besar kepala untuknya. Terkadang kita merasa tidak pede dan takut keluar dari batasan kita, tapi sepertinya orang ini tidak.

Oh, bukannya tidak, belum saatnya. Dan itu terbukti sekarang.

Luka baret panjang di betisnya, menurut diagnosis Darius dia akan sulit berjalan, pria itu masih bernafas, walau terlihat tidak bergerak sama sekali. Hasil akhir ini tentu terlihat jelas. Darius menang.

Satu tepuk tangan dari Gideon. “Sesuai yang kubilang, lihat, kau hebat! Botak satu ini mudah ditaklukan bagimu–Ah! mana tata kramaku,” Gideon menyematkan tangannya dengan tangan Darius. “Selamat Dokter, mulai sekarang kau sah menjadi pengawal pribadiku.”

Mata Gideon mengacu pada tangan Darius. Tanpa menghalangi rasa sakit dari luka, kepalan tangan sang dokter makin mengeras dan bergetar. Ia menahan luapan emosinya. GIdeon menyeringai.

“Kau terlihat sangat senang, Gideon.” ucap Darius dingin. Atap arena yang terbuka lebar, tangan melindungi matanya dari sinar matahari, kepala seperti berputar-putar, sudah lama ia berkeringat banyak seperti ini jadinya ia kehilangan tenaga banyak juga.

“Aku punya alasan! Dan juga bertanya-tanya. Pagi tadi kau bersikeras menolak kemauanku. Namun barusan, huh, apa yang baru saja terjadi? Kau berubah pikiran lebih cepat dari yang kuduga. Apa tujuanmu?” 

Darius hanya terdiam, tatapannya sedikit buram karena noda darah masuk ke matanya. “Memang kau menyembunyikan sesuatu, akui sajalah.” ucap pria botak itu. Darius menendang bagian betisnya, yang masih mengeluarkan darah, dengan kesal. 

Gideon mengernyitkan kening tidak suka.  ucapnya dengan gaya khasnya, menyuruh dengan dua jari. “Hei! Bawa si botak ini pergi.”  Kemudian dia berpaling ke Darius. Percayalah, suara langkah kakinya itu membuat bulu kuduk Darius merinding, sementara dirinya berjuang keras menahan rasa sakit luka sayatan yang ada dibetisnya.

 “Dia faktanya idiot, rambut saja enggan tumbuh dikepalanya. Tapi aku masih membutuhkan tenaga dia. Dan kau tidak punya berhak memutuskan apapun di sini tanpa persetujuanku.“  Darius masih diam. Matanya terkunci oleh tatapan Gideon yang kosong itu. “Dan juga aku masih butuh kau. Jangan lakukan itu lagi.”

“Aw, so you car about me huh,” ucap Darius sarkastik. “Sudahlah. Kau pergi sana, aku harus menyusul asistenmu itu sekarang. Aku ingin masalah ini cepat selesai.” lanjutnya bersama senyuman mematikan. Gideon terlihat percaya padanya. “Cecunguk itu harus diberi pelajaran, bukan begitu Caesar?”

“Ya,” jawabnya. Tidak ada kalimat lain lagi, hanya itu–membuat alis Darius naik sebelah. “Well, ada lagi yang mau katakan kepadaku, Caesar?” Tanya Darius. Tatapan kosongnya memudar,  Namun langkahnya terhenti sejenak. “Aku selalu mendapatkan apa yang ku inginkan.”

Sang doktor menengadah. “Iya ‘kan, Darius?”

Tenggorakan Darius serasa kering. Ia mengelap noda darah di pelipis matanya, “. . sesuai keinginanmu, Caesar. Selalu.” Kemudian pria tua itu berjalan meninggalkannya arena tersebut.

Kini tinggallah Darius sendirian. Seketika dia langsung ambruk, kakinya tidak kuat lagi menopang tubuhnya, dadanya bergerak naik turun dengan cepat. Bekas luka tadi pagi di wajahnya terasa perih terkena keringat. Kemudian ia mengambil baju bersih yang sudah dipersiapkan. 

Terimakasih untuk sang Caesar yang terhormat, Gideon, rencana mereka harus diubah secepatnya. Darius enggan berpikir keras namun ia terpaksa. Dia harus lebih berhati-hati karena tingkah Gideon patut dicurigai. Gideon mudah sekali percaya padanya kali ini. Ia memiliki firasat tidak menyukai ini.

Darius harus segera menyusul Theo.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Warna Rasa
172      38     0     
Romance
Novel remaja
Transformers
3      3     0     
Romance
Berubah untuk menjadi yang terbaik di mata orang tercinta, atau menjadi yang selamat dari berbagai masalah?
Why Joe
4      4     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
Belum Tuntas
28      7     0     
Romance
Tidak selamanya seorang Penyair nyaman dengan profesinya. Ada saatnya Ia beranikan diri untuk keluar dari sesuatu yang telah melekat dalam dirinya sendiri demi seorang wanita yang dicintai. Tidak selamanya seorang Penyair pintar bersembunyi di balik kata-kata bijaknya, manisnya bahkan kata-kata yang membuat oranglain terpesona. Ada saatnya kata-kata tersebut menjadi kata kosong yang hilang arti. ...
Flying Without Wings
10      5     0     
Inspirational
Pengalaman hidup yang membuatku tersadar bahwa hidup bukanlah hanya sekedar kata berjuang. Hidup bukan hanya sekedar perjuangan seperti kata orang-orang pada umumnya. Itu jelas bukan hanya sekedar perjuangan.
Trainmate
28      12     0     
Romance
Di dalam sebuah kereta yang sedang melaju kencang, seorang gadis duduk termangu memandangi pemandangan di luar sana. Takut, gelisah, bahagia, bebas, semua perasaan yang membuncah dari dalam dirinya saling bercampur menjadi satu, mendorong seorang Zoella Adisty untuk menemukan tempat hidupnya yang baru, dimana ia tidak akan merasakan lagi apa itu perasaan sedih dan ditinggalkan. Di dalam kereta in...
PROMISES [RE-WRITE]
28      12     0     
Fantasy
Aku kehilangan segalanya, bertepatan dengan padamnya lilin ulang tahunku, kehidupan baruku dimulai saat aku membuat perjanjian dengan dirinya,
SEPATU BUTUT KERAMAT "Antara Kebenaran & Kebetulan"
35      11     0     
Humor
Bukan sesuatu yang mudah memang ketika dalam hidup berhadapan dengan hal yang membingungkan, antara kebenaran dan kebetulan. Inilah yang dirasakan oleh Youga dan Hendi saat memiliki sebuah Sepatu Butut Keramat....
Kama Labda
4      4     0     
Romance
Kirana tak pernah menyangka bahwa ia bisa berada di jaman dimana Majapahit masih menguasai Nusantara. Semua berawal saat gadis gothic di bsekolahnya yang mengatakan bahwa ia akan bertemu dengan seseorang dari masa lalu. Dan entah bagaimana, semua ramalan yang dikatakannya menjadi kenyataan! Kirana dipertemukan dengan seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah raja. Akankah Kirana kemba...
High School Second Story
33      8     0     
Romance
Pekrjaan konyol yang membuat gadis berparas cantik ini kembali mengingat masa lalunya yang kelam. Apakah dia mampu menyelesaikan tugasnya? Dan memperbaiki masa lalunya? *bayangkan gadis itu adalah dirimu