Read More >>"> Love Never Ends (Lima) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Never Ends
MENU
About Us  

Aku menggigit kuku jempol seraya menatap ponsel yang tergeletak manis di atas meja makan. Aku ingin menghubungi Adnan untuk memastikan hubungan kami baik-baik saja. Namun, hati kecilku berkata jangan, sementara logikaku mengatakan sebaliknya. Keduanya berperang hebat sampai rasanya kepalaku mau pecah.

Aku mengerang seraya mengacak rambut frustrasi. Kenapa cinta ini membuatku puyeng tujuh keliling?

Kuhela napas panjang lalu berdecak. Detik berikutnya, pandanganku bertemu dengan sorot penuh tanya dari mata Alfa. Segera kupalingkan pandangan menatap tembok untuk menghindarinya. Namun, sesekali mataku melirik ke arah ponsel dengan hati dan logika yang masih bertarung.

"Kenapa?" tanya Alfa penasaran.

Aku hanya menggeleng sebagai jawaban. Kembali kuhela napas panjang. Alfa tidak bertanya lagi. Sepertinya dia sangat menikmati makanan hari ini. Sayup-sayup kudengar suara Mama dari ruang tamu sedang berbicara dengan Pak Amir, supir pribadi, yang habis mengantar Mama belanja sejam yang lalu—entah membeli apa—padahal yang kulihat sejauh ini kulkas masih terisi penuh. Persediaan makanan masih aman.

Mungkin Mama membeli baju gamis yang sedang digandrunginya atau perabotan dapur yang semakin kucermati semakin banyak dan belum terpakai. Contohnya saja, oven yang berada di dekat kulkas. Mama membeli barang itu ketika melihat Mama Fanisa membuat kue dan ingin mencoba membuat sendiri di rumah. Mama pernah bilang, dia akan membuat kue untuk anak-anaknya menggunakan oven tersebut dengan perasaan bahagia dan penuh cinta supaya anak-anaknya dapat merasakan kasih sayangnya yang mengucur deras. Akan tetapi, sampai sekarang apa yang pernah dikatakannya, belum terwujud. Setiap kutagih, Mama selalu beralasan, sedang malas dan menyuruhku untuk membeli kue di tempat langganan.

Yeah, aku tahu shopping alias menghamburkan uang Ayah untuk membeli barang yang belum dibutuhkan adalah hobi Mama yang paling disenangi. Sehingga tak jarang aku melihat Ayah yang pusing akan tingkah Mama. Meski demikian, Ayah tetap menyayangi Mama. Bagi Ayah, apa pun yang Mama lakukan adalah cinta. Menggelikan, tidak?

Aku tersentak kaget begitu ponselku berdering dan bergetar. Dengan segera aku mengambilnya dengan harapan terlalu tinggi seperti Adnan yang tiba-tiba mengajakku bertemu dan hubungan kami baik-baik saja.

Ada satu pesan di sana, membuatku cepat-cepat membukanya. Dalam hati, aku berdoa bahwa pesan itu bukan pesan dari operator.

Aku mendesis sebal saat tahu siapa yang mengirimiku pesan. Alfa.

"Beli sendiri sana!" teriakku kepada Alfa yang sedari tadi duduk di depanku. Sedang makan, tetapi memintaku untuk membelikan rujak buah.

Alfa menatapku, memasang wajah memelas. "Tolonglah. Ya?"

"Nggak mau!" tolakku cepat. Inilah tidak enaknya memiliki kakak. Dia akan selalu memerintah kapan saja tanpa tahu kondisi.

"Nanti Kakak kasih uangnya lebih. Kembaliannya buat kamu semua," bujuk Alfa manis. Dia menatapku dengan puppy eyes.

Sebab aku menyayanginya, maksudku menyayangi uang kembalian, aku mengadahkan tangan. "Mana?"

Alfa tersenyum lebar. Dia merogoh saku celana pendeknya. "Ini," katanya sambil meletakkan uang lima ribuan di telapak tanganku.

Mulutku melongo. Aku memandang uang dan Alfa bergantian. Apa-apaan ini? Yang benar saja!

"Kakak tunggu di kamar. Oke?" kata Alfa lagi seraya beranjak, membiarkan piring dan gelas kotornya begitu saja.

"Kak, ini gimana? Duitnya kurang. Rujak buah harganya tujuh ribu," ucapku nelangsa.

"Pinjem dua ribunya kamu, Dek," jawab Alfa santai tanpa menoleh kepadaku. "Sekalian itu piring sama gelasnya cuciin."

Alfa menghilang di balik tembok. Aku mematung di tempat.

"Dasar bedebah! Goblok banget sih aku," kataku lirih sambil menjambak-jambak rambut frustrasi.

Ponselku bergetar lagi. Kali ini aku tidak akan berharap terlalu tinggi dan berdoa dalam hati bahwa pesan kali ini adalah pesan dari operator. Ada lima pesan di sana. Semuanya ternyata dari Mayang.

Mayang : Uyuuuuung.

Mayang : Yuuuung?

Mayang : Woy!!!!

Mayang : Uyuuung, aku traktir es krim ya.

Mayang : Uyuuuung. Bls. Cuma di R aja. Astaga!

Aku mendengkus. Mulai mengetik pesan balasan untuk Mayang.

Nurul : Sbk.

Pesan itu terkirim.

Aku memejamkan mata sejenak dan memainkan ponsel. Jariku berhenti pada nomor Adnan. Kupandangi nomor itu saksama dan badai kesedihan kembali melanda. Aku tidak suka dalam keadaan seperti ini. Terlihat tidak jelas. Abu-abu.

Setelah menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan, aku meletakkan ponsel begitu saja di atas meja lalu mengambil dompet di kamar dan berjalan keluar rumah dengan gontai untuk membeli rujak buah pesanan Alfa.

Sampai di depan gerbang kompleks, aku kebingungan kenapa menuruti perintah Alfa yang tak manusiawi. Kupandangi uang lima ribuan pemberian Alfa dengan sengit, sebelum akhirnya benar-benar pergi mencari rujak buah untuk manusia tak berperasaan dan tukang bohong itu.

 

***

 

Udara sore ini terasa sejuk. Suasana di sekitarku ramai. Orang-orang berlalu-lalang. Berbicara banyak hal dan saling tumpang tindih, membuatku sedikit pusing. Langit tampak indah dengan warna jingga, tetapi aku tidak bisa menikmatinya lama-lama.

Saat ini, aku terkapar di meja milik tukang mi ayam, kepalaku terkulai di atas serbet kotak-kotak. Aku sudah tidak sabar merasakan mi di mulutku. Aku sudah lapar sampai tubuhku terasa lemas dan tak bertulang. Aku baru merasa demikian setelah berhasil menemukan rujak buah yang sering mangkal di depan Rumah Sakit Linggarjati.

"Hei, kamu beneran laper banget?"

Aku diam. Tidak mau menanggapi omongan Azka yang tidak bermutu. Sempat terheran-heran bisa bertemu Azka di sini. Namun, ketika cowok itu bercerita sedang membantu temannya jualan mi ayam di sini, aku cukup merasa kagum. Di era modern seperti sekarang, jarang kutemui orang macam begitu.

"Sabar, bentar lagi Salim selesai," kata Azka lagi dan aku merasa kepalaku dielus-elus lembut, membuatku seketika bereaksi.

Aku mengangkat kepalaku dan terdengar bunyi benturan. Aku mengerang sakit sambil mengelus cepat bagian kepalaku yang nyut-nyutan.

"Sumpah! Ini sakit banget gila!" seruku melirik ganas kepada Azka yang memegang dagu.

"Maaf," kata Azka, dia ikut mengelus bagian kepalaku yang terasa berdenyut.

"Iiisst! Jangan elus-elus sih, Ka. Bisa-bisa rontok nih rambutku!" Aku menepis tangan Azka, membuatnya cemberut sok dramatis.

Kenapa sih dengan ekspresinya itu? Aku geli. Lagi pula, tidak pantas banget Azka berlaku demikian mengingat cowok itu pernah  bersikap sok dingin kepadaku.

"Rontok?" Azka menarik kursi yang ada di sampingku dan duduk. "Dasar lebay."

Aku menyeringai. "Lebay gini, kamu juga cinta sama aku," kataku teringat perkatakannya tadi pagi, meskipun seratus persen aku meyakini bahwa dia hanya bercanda.

Azka mengangkat bahu cuek. Dia mengalihkan pandangan lalu mengambil kerupuk di atas meja dan memakannya sendirian tanpa menawariku.

"Cie ... yang cintanya sama aku," ledekku. Aku berdecak seraya menggeleng. "Cantik banget sih aku ini, makanya banyak yang kepincut."

Aku tertawa sombong. Azka berhenti memakan kerupuk dan meletakkan sisanya begitu saja.

"Nurul, kamu itu benar-benar bahaya," kata Azka kemudian sambil menatap kepadaku.

Tawaku terhenti. Aku menatap Azka dengan kening mengernyit bingung. Maksudnya bahaya itu apa? Memangnya sekarang aku membawa golok dan akan membunuhnya? Jangan gila! Aku belum sesadis itu.

Azka tersenyum miring yang terlihat sangat menyebalkan di mataku sampai rasanya ingin memukul kepalanya menggunakan sendok. Namun, sebelum kutahu apa yang akan terjadi, dengan gerakan cepat cowok itu mendekatkan wajahnya kepadaku dan bibirnya tanpa permisi mencium bibirku.

Mataku mengedip. Untuk beberapa detik, aku merasa bumi tidak berputar pada porosnya. Untuk beberapa detik juga, detak jantungku seakan berhenti.

"Mi ayamnya sudah ... ya, Allah!"

Aku mendengar suara Salim disusul dengan suara mangkuk diletakkan di atas meja. Azka menarik diri, memberi jarak kepada kami, kemudian dengan santainya cowok itu tersenyum lebar seraya menatapku dengan pandangan yang tak biasa seperti ... lembut?

"Bocah edan! Gemblung! Nggak waras!" maki Salim sambil memukul Azka menggunakan sapu, membuat cowok itu mengaduh kesakitan dan berteriak tak terima, mengancam Salim dengan dirinya yang tidak akan membantunya jualan kalau Salim terus memukulinya.

Sementara aku, ketika sadar apa yang telah dilakukan oleh Azka, wajahku memanas karena marah. Hatiku mendidih karena emosi.

"Mamaaaaaaaa! Mamaaaaaa! Mamaaaaaaa!" Aku berteriak sekuat tenaga, berharap dengan begitu Mama tiba-tiba muncul di depanku lalu memberi pelajaran kepada Azka karena sudah mencuri salah satu hal yang berharga dari anaknya.

"Oh, astaga!" Azka melompat setelah berhasil menghindari pukulan Salim lalu membekap mulutku. "Kenapa berteriak?"

"Aendabeliangkeynepa?" kataku, menatap garang Azka.

Aku berontak. Azka melepas bekapan tangannya saat aku menendang tulang keringnya. Cowok itu mengaduh kesakitan lagi seraya membungkuk-bungkukan badan. Dia mengelus-elus cepat kakinya seraya menatapku tak percaya.

"Kurang ajar!" Aku memukul wajah Azka tanpa ampun, membuat cowok itu terjungkal ke belakang, menabrak kursi plastik.

Azka mengumpat. Dia menjauh dariku. Salim tertawa terbahak-bahak seraya meledek Azka habis-habisan. Azka sendiri tidak mengubris. Dia sibuk dengan mengelus pipi kirinya yang bisa jadi terasa sakit luar biasa. Rasakan! Memangnya enak?

Aku mengambil gelas kosong, membuat Azka menatapku sambil menggeleng. Dia membuka mulutnya untuk berkata sesuatu dan aku siap melempar gelas ke arahnya, menyerbu serta menampar pipinya seraya mengeluarkan sumpah serapah begitu tiba-tiba Salim berada di antara kami.

"Mi ayamnya nanti melar. Tolong dimakan dulu," kata Salim dengan wajah meminta pengertianku.

Aku mendengkus.

"Makan, Nurul," kata Azka dengan sikapnya yang biasa saja seolah-olah tidak ada sesuatu yang mahapenting terjadi di antara kami.

Aku menatap sekilas mi ayam yang tersaji di atas meja, kemudian menatap sengit Azka yang sudah duduk. Apa cowok itu tidak merasa bersalah sedikit pun setelah menciumku? Gosh! Padahal aku bermimpi ciuman pertamaku itu Adnan. Itu pun bila cowok itu menginginkannya. Kalau tidak, apa boleh buat? Aku akan memaksa.

"Nurul, apa ngeliatin aku jauh lebih mengasyikkan daripada makan mi ayam, hm?" Azka menompang dagu dengan satu tangannya sambil menatapku dengan tatapan yang benar-benar menyebalkan.

Ugh! Rasanya aku ingin melemparkan mi ayam milikku ke wajah Azka. Dan, memang itulah yang kulakukan. Selanjutnya, aku membayar mi ayam dan melengang pergi, mengabaikan teriakan Azka yang menggelegar.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • rara_el_hasan

    Indonesia latarnya eiy.. Keruen..... Jarang lho...

    Comment on chapter Satu
  • dede_pratiwi

    nice story, settingnya di kota Kuningan ya? storytellingnya asik dan luwes. udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu

    Comment on chapter Satu
Similar Tags
Pembuktian Cahaya
2      2     0     
Short Story
Aku percaya, aku bisa. Aku akan membuktikan bahwa matematika bukanlah tolak ukur kecerdasan semua orang, atau mendapat peringkat kelas adalah sesuatu yang patut diagung-agung \'kan. Aku percaya, aku bisa. Aku bisa menjadi bermanfaat. Karena namaku Cahaya. Aku akan menjadi penerang keluargaku, dan orang-orang di sekitarku
Intuisi
29      11     0     
Romance
Yang dirindukan itu ternyata dekat, dekat seperti nadi, namun rasanya timbul tenggelam. Seakan mati suri. Hendak merasa, namun tak kuasa untuk digapai. Terlalu jauh. Hendak memiliki, namun sekejap sirna. Bak ditelan ombak besar yang menelan pantai yang tenang. Bingung, resah, gelisah, rindu, bercampur menjadi satu. Adakah yang mampu mendeskripsikan rasaku ini?
Teman
13      7     0     
Romance
Cinta itu tidak bisa ditebak kepada siapa dia akan datang, kapan dan dimana. Lalu mungkinkah cinta itu juga bisa datang dalam sebuah pertemanan?? Lalu apa yang akan terjadi jika teman berubah menjadi cinta?
Jalan-jalan ke Majapahit
28      11     0     
Fantasy
Shinta berusaha belajar Sejarah Majapahit untuk ulangan minggu depan. Dia yang merasa dirinya pikun, berusaha melakukan berbagai macam cara untuk mempelajari buku sejarahnya, tapi hasilnya nihil. Hingga akhirnya dia menemukan sebuah website KUNJUNGAN KE MAJAPAHIT yang malah membawanya menyebrangi dimensi waktu ke masa awal mula berdirinya Kerajaan Majapahit. Apa yang akan terjadi pada Shinta? ...
Mutiara -BOOK 1 OF MUTIARA TRILOGY [PUBLISHING]
116      26     0     
Science Fiction
Have you ever imagined living in the future where your countries have been sunk under water? In the year 2518, humanity has almost been wiped off the face of the Earth. Indonesia sent 10 ships when the first "apocalypse" hit in the year 2150. As for today, only 3 ships representing the New Kingdom of Indonesia remain sailing the ocean.
Secret Room
255      207     4     
Short Story
Siapa yang gak risik kalau kamu selalu diikutin sama orang asing? Pasti risihkan. Bagaimana kalau kamu menemukan sebuah ruang rahasia dan didalam ruang itu ada buku yang berisi tentang orang asing itu?
Survival Instinct
3      3     0     
Romance
Berbekal mobil sewaan dan sebuah peta, Wendy nekat melakukan road trip menyusuri dataran Amerika. Sekonyong-konyong ia mendapatkan ide untuk menawarkan tumpangan gratis bagi siapapun yang ingin ikut bersamanya. Dan tanpa Wendy sangka ide dadakannya bersambut. Adalah Lisa, Jeremy dan Orion yang tertarik ketika menemui penawaran Wendy dibuat pada salah satu forum di Tripadvisor. Dimulailah perja...
Annyeong Jimin
228      27     0     
Fan Fiction
Aku menyukaimu Jimin, bukan Jungkook... Bisakah kita bersama... Bisakah kau tinggal lebih lama... Bagaimana nanti jika kau pergi? Jimin...Pikirkan aku. cerita tentang rahasia cinta dan rahasia kehidupan seorang Jimin Annyeong Jimin and Good Bye Jimin
For Cello
14      9     0     
Romance
Adiba jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangannya sanggup untuk menggapainya. "Cello, nggak usah bimbang. Cukup kamu terus bersama dia, dan biarkan aku tetap seperti ini. Di sampingmu!&qu...
Cheossarang (Complete)
77      15     0     
Romance
Cinta pertama... Saat kau merasakannya kau tak kan mampu mempercayai degupan jantungmu yang berdegup keras di atas suara peluit kereta api yang memekikkan telinga Kau tak akan mempercayai desiran aliran darahmu yang tiba-tiba berpacu melebihi kecepatan cahaya Kau tak akan mempercayai duniamu yang penuh dengan sesak orang, karena yang terlihat dalam pandanganmu di sana hanyalah dirinya ...