Read More >>"> Love Never Ends (Sebelas) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Never Ends
MENU
About Us  

Aku tersenyum senang menatap bungkusan yang kubawa. Satu kotak kecil berisi pukis aneka rasa dan satu kotak lagi berisi kue klepon. Malam ini aku berencana akan bertamu ke rumah Adnan. Katakanlah aku kurang puas melihatnya, padahal tadi pagi kami baru saja berkencan, tetapi memang iya sih. Satu jam itu menurutku sebentar.

"Eh, apaan nih?"

Aku terkejut sampai mulutku melongo menatap dua cowok di depanku. Salah satu dari mereka baru saja merebut bungkusan yang kubawa.

What the hell!

"Dari baunya sedep banget," kata cowok berambut gondrong. "Rejeki nomplok, Coeg!"

"Ih, apaan sih!" Aku merangsek ke depan, mencoba merebut kembali bungkusan milikku. Sialnya, tidak berhasil karena pergerakan si rambut gondrong sangat gesit dengan mengangkat bungkusanku tinggi-tinggi.

"Balikin, nggak?" gertakku garang karena semakin aku mencoba mengapai milikku, dia mempermainkanku dengan cara licik.

"Kalau nggak, mau apa emang?" tantang si rambut gondrong, tersenyum remeh. Wajahnya itu benar-benar membuatku muak.

Sekuat tenaga aku menginjak kakinya, membuat dia mengaduh dan meringis kesakitan. Kemudian, dia memberikan bungkusanku kepada temannya yang dengan santai memakan isinya dengan lahap.

Aku terperangah. Mataku mengedip beberapa kali. Itu cemilan untuk Adnan! Bisa-bisanya dia memakannya tanpa ada rasa berdosa sama sekali. Kurang ajar! Siapa sih mereka? Aku menatap keduanya secara bergantian. Mencoba mengingat. Siapa tahu kami pernah bertemu. Atau berteman. Namun, mana mungkin. Setelah aku pikir lebih dalam, aku tidak mengenal mereka. Kalau tujuan mereka itu meminta, kenapa tidak bicara secara baik-baik saja? Toh, aku akan membaginya walau hanya sebiji dibelah menjadi dua.

Tiba-tiba si rambut gondrong mencekal kerah bajuku dan berseru, "Harus sopan sama yang lebih tua!"

"Situ minta orang lain untuk sopan, tapi lupa sama diri sendiri yang nggak ada sopan-sopannya sama sekali," jawabku berani.

Si rambut gondrong mengetatkan rahang. Ada kemarahan di matanya. Ekspresi si rambut gondrong saat ini benar-benar menyeramkan. Aku memejamkan mata sejenak, menyugesti diri bahwa aku akan baik-baik saja, lalu membuka mata, menatap lurus ke manik mata si rambut gondrong.

"Sudah, sudah," lerai teman si rambut gondrong. Menepuk sekali pundak temannya, membuat cekalan pada kerah bajuku terlepas.

Diam-diam kuhela napas panjang dan melangkah mundur sekali untuk menciptakan jarak.

"Nih, kukembalikan," kata teman si rambut gondrong yang ternyata lumayan baik.

Aku mengulurkan tangan untuk mengambil bungkusanku. Namun, sesuatu yang tidak dapat kuprediksi terjadi. Teman si rambut gondrong meludahi makananku sebelum akhirnya menyodorkan kepadaku. Akan tetapi, seperti tidak niat, dia menjatuhkannya ke bawah.

Mulutku menganga lebar. Kutarik kembali kata-kataku yang mengira dia 'lumayan baik. Mataku menatap bungkusan dan kedua makhluk jadian-jadian yang kini tertawa dan ber-high five secara bergantian dengan gaya yang mengesalkan. Aku menipiskan bibir, menahan geram. Kukepalkan kedua tangan dan menonjok rahang teman si rambut gondrong, membuatnya mundur selangkah sambil mengaduh kesakitan.

"Aing salah naon ka maneh!" bentakku.

"Untung cewek, kalau cowok mah udah habis sia!" kata teman si rambut gondrong menaikkan suaranya beberapa oktaf.

"Apa? Mau berantem? Sini kalau berani!" tantangku nyolot. Sudah basah, mandi sekalian.

"Oke, ayo, siapa takut!" timpal si rambut grondong, dia meremas-remas jari-jarinya sampai bunyi, sementara temannya mengerak-gerakkan kepala.

Aku meneguk ludah yang terasa pahit. "Eh, bentar dong, aku telepon Ayahku dulu."

Keduanya tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perut. Aku tahu jawabanku lucu sekali. Akan tetapi, kalau tidak kujawab begitu dan harus melawan dua orang, bisa dipastikan aku kalah telak pada detik ke lima.

"Nurul."

Suara super lembut seorang cewek membuatku menoleh kepadanya.

Eh? Citra? Sedang apa dia di sini?

"Nurul, kan? Bener, kan?" tanyanya, membuatku mengangguk linglung. Tidak menyangka seorang Citra tahu namaku. Ternyata, aku memang seterkenal itu. Ha-ha-ha.

"Mereka ganggu? Mau aku teleponin polisi?" tanyanya lagi, dia menatapku dan dua orang di depanku secara bergantian.

"Nggak usah baper," kata si rambut gondrong. Dia menoleh ke arah temannya dan berkata, "Cabut yuk, Coeg? Udah nggak asyik nih."

"Urusan kita belum selesai," kata teman si rambut gondrong, membuatku bingung. Harusnya, aku yang bicara seperti itu karena dia yang memulai duluan. Dasar bajirut.

Aku berjongkok, menatap nelangsa kepada bungkusan berwarna putih ketika kedua penganggu itu pergi. Bagaimana ini? Semuanya tidak layak untuk dimakan.

"Itu apa?" tanya Citra, ikut berjongkok.

"Pukis sama klepon. Buat Adnan," jawabku merana tanpa menatap Citra.

"Cie ... Nurul," ledek Citra lalu terkekeh. "Tapi, setahuku Adnan nggak suka yang manis-manis."

Aku dan Citra saling memandang satu sama lain untuk beberapa saat.

"Kata siapa?"

"Aku."

Aku mengerutkan kening. Masa?

"Kami sekelas," jawab Citra. "Pas kapan gitu teman sekelas ada yang bawa kue untuk dibagi-bagi karena dia ultah, terus Adnan nggak makan. Katanya, nggak suka manis, bikin enek."

Aku tidak langsung menjawab. Kalau Adnan tidak suka manis, kenapa dia dokoh banget makan lapis legit dan cake rasa strawberry yang katanya buatan ibunya itu di kencan kami tadi pagi?

"Lagian udah nggak bisa dimakan," kataku, mengambil bungkusan itu dan berdiri. "Duluan, ya."

Tanpa menunggu jawaban Citra, aku melenggang pergi. Aku mau menemui Adnan segera. Ketika mendapati tempat sampah, dengan berat hati aku membuang bungkusan itu ke sana.

"Adnan suka yang gurih-gurih, kalau kamu mau tahu. Dia suka kerupuk. Sangat suka!"

Teriakan Citra membuat langkahku terhenti. Aku menoleh, mendapati seulas senyum dari wajah jelitanya. Begitu, ya? Aku baru tahu. Ya, salahkan saja aku yang mempunyai sahabat yang juga merupakan adik pacarku, tetapi aku tidak bertanya ini-itu soal Adnan kepadanya.

 

***

 

"Tatap matamu
bagai busur panah
Yang kau lepaskan
ke jantung hatiku."

Sayup-sayup aku mendengar Adnan sedang bernyanyi dengan diiringi petikan gitar ketika berjalan menaiki tangga bersama Mayang. Yeah, akhirnya aku sampai juga meski tidak membawa apa-apa.

"Meski kau simpan
cintamu masih
Dekap napasmu
wangi hiasi suasana
saat kukecup manis bibirmu."

"Ternyata, suara pacarku boleh juga," komentarku kepada Mayang. Aku cukup terkejut karena Adnan menyanyikan lagu Roman Picisan ini dengan sangat baik dan menjiwai.

Mayang tersenyum dan mengangguk setuju.

"Cintaku tak harus ...
miliki dirimu
Meski perih mengiris ...
iris segala janji."

"Dari sekian banyak lagu, kenapa dia milih lagu ini?" tanyaku.

Mayang mengangkat bahu. "Kurang tahu. Pengin aja kali."

"Harusnya dia itu nyanyi lagu bertema cinta yang menggebu-ngebu, mumpung ada aku di sini nih," kataku mendramatisir akibat kencan tadi siang, membuat Mayang memutar bola matanya.

"Coba gih minta. Kali aja Abangku mau," jawab Mayang."

Aku tersenyum lebar menanggapi usulan Mayang. Dalam pikiran, sudah berderet berbagai judul lagu tentang cinta yang mendayu-dayu.

"Aku berdansa di ujung gelisah
Diiringi syahdu lembut lakumu
Kau sebar benih
Anggun jiwamu
Namun, kau tiada
menuai buah cintaku
Yang ada hanya sekuntum rindu."

Suara Adnan tidak terdengar lagi. Aku mempercepat langkahku. Sampai di depan kamar Adnan yang terbuka lebar, aku melongok. Terlihat Adnan sedang duduk di tepi ranjang menghadap balkon.

"Kok nyanyinya berhenti," kataku saat sudah berdiri di depan Adnan yang melebarkan mata.

Aku berdecak, beralih duduk di sampingnya dan merangkul pundaknya. "Lanjutin dong. Aku suka suara kamu. Suka orangnya juga. Suka sekali."

"Sakit," jawab Adnan singkat. Suaranya terdengar nelangsa.

Sakit? Siapa yang sakit? Apakah Adnan sedang sakit? Sakit apa? Apakah parah? Oh, tidak!

"Apanya yang sakit?" tanyaku mulai panik.

"Sakit," ulang Adnan.

"Di mana?" tanyaku lagi, masih panik.

Adnan menunduk, menepuk-nepuk dadanya. "Di sini."

Eh? Emang ada hubungannya bernyanyi dengan sakit yang dia tunjuk? Jangan-jangan Adnan mempunyai riwayat sakit jantung. Tidak, tidak, tidak boleh!

Aku kelabakan sendiri. Bingung mau berbuat apa. Memangnya aku harus berbuat apa pada orang yang berkemungkinan jantungnya sakit?

Adnan menoleh, menatapku dengan mata memerah. Satu tangannya terulur, menyentuh pipiku dan mengelusnya lembut. Tubuhku terdiam beku. Duh, melihat Adnan yang seperti ini membuat rasa khawatirku berlipat ganda.

Aku bergerak lagi, menoleh ke arah pintu. Mayang ke mana sih? Masa dari tadi tidak sampai-sampai ke sini? Memangnya, dia putri keraton yang kalau jalan seperti siput? Alon-alon-anggun-memesona.

"Sakit banget, ya?" kataku cemas, menggenggam tangan Adnan dan meremasnya. "Tahan bentar bisa? Aku ambilin obat."

Aku berdiri dan melepaskan genggamanku. Namun, Adnan kembali menggenggam tanganku, menarikku untuk kembali duduk. Aku mengerutkan kening heran dan menatapnya penuh tanda tanya.

Adnan mengedipkan mata. Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Kemudian, dia mencubit satu pipiku keras, membuatku berteriak heboh. Apa-apaan sih Adnan ini?

"Ada apa? Ada apa?" tanya Mayang, datang tergopoh-gopoh, dia membawa tiga softdrink dan satu bungkus keripik pedas. "Tadi aku balik ke bawah dulu buat ambil cemilan. Nggak asik kalau ngumpul tanpa mulut mengunyah."

Oh! Memang benar apa kata Mayang. Makanya aku sempat membeli makanan ringan untuk menemani obrolan kami. Sayangnya, makanan itu sudah beristirahat dengan tenang di tong sampah. Pedih.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Adnan kepadaku, ekspresinya menyiratkan seperti dia baru menyadari keberadaanku.

"Kok tanyanya gitu sih?" gerutuku agak sebal. Bersamaan dengan Mayang yang berkata, "Maenlah."

"Oh," jawab Adnan singkat, lalu lebih memilih mengotak-atik gitar dan memetiknya sesekali. Mengabaikanku.

Mayang menyodorkan satu softdrink kepadaku yang segera menerimanya. Kemudian, dia merangkak ke ranjang dan sebelum tiduran di sana, kulihat Mayang mengambil ponsel Adnan yang tergeletak di atas nakas.

Aku menatap wajah Adnan. "Masih sakit?"

"Siapa yang sakit?" sambar Mayang, dia terduduk, menatapku.

"Pac—"

"Nggak ada yang sakit," sela Adnan cepat.

"Tadi bukannya kamu bilang sakit?" tanyaku, menatap bingung kepada Adnan.

"Salah denger kali," jawab Adnan datar.

"Tapi, tadi kamu bilang sakit," kataku ngotot.

Adnan berdecak lalu berujar, "Mau aku ajari main gitar nggak?"

"Mau," jawabku cepat, melupakan perdebatan kecil kami.

Adnan mengulurkan gitar kepadaku dan mulai mengajariku pelan-pelan. Mayang berdecak sebal tiga kali sebelum akhirnya menjatuhkan diri lagi ke ranjang. Kali ini dengan posisi tengkurap. Kemudian, dia membuka bungkusan keripik dan memakannya sendiri sambil memainkan ponsel Adnan.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • rara_el_hasan

    Indonesia latarnya eiy.. Keruen..... Jarang lho...

    Comment on chapter Satu
  • dede_pratiwi

    nice story, settingnya di kota Kuningan ya? storytellingnya asik dan luwes. udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu

    Comment on chapter Satu
Similar Tags
Time Travel : Majapahit Empire
336      50     0     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
Kamu&Dia
5      5     0     
Short Story
Ku kira judul kisahnya adalah aku dan kamu, tapi nyatanya adalah kamu dan dia.
Sampai Nanti
4      4     0     
Short Story
Ada dua alasan insan dipertemukan, membersamai atau hanya memberikan materi
Si Mungil I Love You
1      1     0     
Humor
Decha gadis mungil yang terlahir sebagai anak tunggal. Ia selalu bermain dengan kakak beradik, tetangganya-Kak Chaka dan Choki-yang memiliki dua perbedaan, pertama, usia Kak Chaka terpaut tujuh tahun dengan Decha, sementara Choki sebayanya; kedua, dari cara memperlakukan Decha, Kak Chaka sangat baik, sementara Choki, entah kenapa lelaki itu selalu menyebalkan. "Impianku sangat sederhana, ...
Deepest
6      4     0     
Romance
Jika Ririn adalah orang yang santai di kelasnya, maka Ravin adalah sebaliknya. Ririn hanya mengikuti eskul jurnalistik sedangkan Ravin adalah kapten futsal. Ravin dan Ririn bertemu disaat yang tak terduga. Dimana pertemuan pertama itu Ravin mengetahui sesuatu yang membuat hatinya meringis.
Cintaku cinta orang lain
5      5     0     
Romance
"Andai waktu bisa diulang kembali ,maka aku gak akan mau merasakan apa itu cinta" ucap Diani putri dengan posisi duduk lemah dibawah pohon belakang rumahnya yang telah menerima takdir dialaminya saat merasakan cinta pertama nya yang salah bersama Agus Syaputra yang dikenalnya baik, perhatian, jujur dan setia namun ternyata dibalik semua itu hanyalah pelarian cintanya saja dan aku yang m...
Special
21      8     0     
Romance
Setiap orang pasti punya orang-orang yang dispesialkan. Mungkin itu sahabat, keluarga, atau bahkan kekasih. Namun, bagaimana jika orang yang dispesialkan tidak mampu kita miliki? Bertahan atau menyerah adalah pilihan. Tentang hati yang masih saja bertahan pada cinta pertama walaupun kenyataan pahit selalu menerpa. Hingga lupa bahwa ada yang lebih pantas dispesialkan.
Antara Jarak Dan Waktu
86      5     0     
Romance
Meski antara jarak dan waktu yang telah memisahkan kita namun hati ini selalu menyatu.Kekuatan cinta mampu mengalahkan segalanya.Miyomi bersyukur selamat dari maut atas pembunuhan sang mantan yang gila.Meskipun Zea dan Miyomi 8 tahun menghilang terpisah namun kekuatan cinta sejati yang akan mempertemukan dan mempersatukan mereka kembali.Antara Jarak Dan Waktu biarkan bicara dalam bisu.
November Night
2      2     0     
Fantasy
Aku ingin hidup seperti manusia biasa. Aku sudah berjuang sampai di titik ini. Aku bahkan menjauh darimu, dan semua yang kusayangi, hanya demi mencapai impianku yang sangat tidak mungkin ini. Tapi, mengapa? Sepertinya tuhan tidak mengijinkanku untuk hidup seperti ini.
Reason
4      4     0     
Romance
Febriani Alana Putri, Perempuan ceria yang penuh semangat. Banyak orang yang ingin dekat dengannya karena sikapnya itu, apalagi dengan wajah cantik yang dimilikinya menjadikannya salah satu Perempuan paling diincar seantero SMA Angkasa. Dia bukanlah perempuan polos yang belum pernah pacaran, tetapi sampai saat ini ia masih belum pernah menemukan seseorang yang berhasil membuatnya tertantang. Hing...