Read More >>"> Hunch (BAB 11 Why I Trust You?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hunch
MENU
About Us  

"Uhm… Nona… apa yang sedang kau lakukan dengan berdiri di situ? Ayo, duduklah!" kata Dylan dengan tatapan bingung. Tatapan gadis ini tak seperti biasanya, apa yang ia pikirkan? gumam Dylan.

                "Euh… hmm… aku tak sedang melakukan apa-apa. Baiklah, aku akan duduk di kursi itu," kata Sierra sambil menunjuk kursi yang berada di seberang Dylan.

                Dan mereka pun duduk berhadapan dalam suasana yang canggung…

***

                Seorang pelayan masuk ke ruangan VIP restoran tersebut sambil membawakan daftar menu. Dylan membaca daftar menu tersebut sebentar, kemudian menyebutkan pesanannya.

                "Aku memesan Liang Tea, Tamie Capjay, dan sup hisit," ujar Dylan sambil menyodorkan daftar menu yang dibacanya kepada waiter. Dengan cekatan, waiter tersebut segera mencatat pesanan Dylan.

                "Nona Sierra, kau ingin memesan apa?" tanya Dylan sambil memperhatikan gestur Sierra dengan bingung. Gadis tersebut berkali-kali membaca daftar menu, namun ia tak lekas memesan juga. "Hmm… kau bingung memilih makanan?"

                "Uhm… yeah… sepertinya aku belum pernah makan semua makanan ini. Kalau begitu, aku memesan makanan yang sama denganmu saja," ujar Sierra sambil mengembalikan daftar menunya. "Eh… sepertinya aku akan minum air mineral saja," lanjut Sierra. Maka, pelayan tersebut segera mengganti pesanan Sierra di kertas catatannya, kemudian ia melenggang pergi.

 

                "Hahaha…" tanpa alasan yang jelas dan logis, terdengar suara tawa Dylan, seakan-akan telah terjadi sesuatu yang begitu lucu.

                "Apa kau punya suatu penyakit yang belum terobati?" tanya Sierra bingung. Ia benar-benar tak mengerti mengapa Dylan langsung tertawa ketika waiter telah pergi dan menutup pintu. "Apakah ada yang lucu di sini?"

                "Haha… tidak. Hehe… tanggal berapa ini? Oh… 23 Februari. Yeah… hampir akhir bulan," kata Dylan tak jelas sambil melihat arlojinya.

                "Ada apa dengan akhir bulan?" tanya Sierra semakin bingung. Alisnya yang tipis kecoklatan itu terlihat menyatu ketika ia mengerutkan keningnya.

                "Yeah… tak ada masalah. Aku tadi memesan hisit dengan harga 59 RMB… yeah, sepertinya ini porsi mangkuk besar. Tak masalah. Kemudian Tamie Capjay seharga 62 RMB, baiklah. Hm… ini sepertinya porsi piring besar. Aku bisa membawa pulang untuk anjingku yang ada di apartemen jika aku tak sanggup menghabiskan ini semua. Kemudian Liang Tea tadi seharga 13 RMB, jadi…" bukannya menjawab pertanyaan Sierra dengan jelas, Dylan malah terlihat sibuk bermain dengan calculator di iPhone-nya untuk menghitung biaya yang harus dikeluarkannya untuk membayar pesanannya tadi.

                Dibalik iPhone yang menutupi sebagian wajahnya, Dylan mencuri pandang ke arah Sierra. Dengan perasaan puas, ia melihat ekspresi gadis tersebut antara bingung dan panik. Ia segera menggeledah tasnya dan mengeluarkan iPhone-nya. Ia membuka aplikasi calculator dan mulai menghitung angka-angka yang tadi Dylan sebutkan.

***

59 + 62 = 121… OMG… ini nominal yang begitu besar. 121 RMB?? Eerrggh… kenapa tadi ia tak memperhatikan dengan teliti harga yang tertera di daftar menu? 121 RMB ini bahkan belum termasuk air mineral yang dipesannya. Mengapa dengan begitu mudah ia percaya dengan pesanan Dylan? Ada aura apa pada diri pria tersebut sehingga dengan mudahnya Sierra dikerjai olehnya.

"Huh… menyebalkan," ujar Sierra kesal sambil meletakkan iPhone-nya secara kasar di atas meja, kemudian ia meletakkan kepalanya di atas meja dengan pergelangan tangan sebagai bantalnya.

                "Hahaha… Nona, aku sama sekali tak menipumu, kan? Kau sendiri yang terpengaruhi," kata Dylan ringan sambil menyilangkan kedua tangannya.

                "Ya, memang aku bodoh. Kau tak menipuku, namun aku yang tertipu. Secara tak langsung, kau sengaja membawaku ke restoran yang begitu mewah seperti ini, sehingga aku akan mengeluarkan seluruh isi walletku. Entah apa yang akan aku makan beberapa hari ke depan, namun kuharap kau akan sakit perut setelah memakan semua itu," ujar Sierra ketus.

                "Hahaha… perutku sudah sakit bahkan sebelum aku memakan pesananku. Sepertinya aku terlalu banyak menertawakanmu," kata Dylan sambil tertawa terpingkal-pingkal.

                "Huh… kenapa hari ini begitu buruk? Apa mungkin ini hari sialku?" ujar Sierra ketus. Ia segera mengambil iPhone-nya dan berdiri dengan kasar. Kemudian ia segera berjalan menuju pintu dan hendak menarik handle pintu ketika ada sebuah tangan lain yang menarik pergelangannya dengan terburu-buru.

                "Hei… kau…" Sierra hendak berseru protes. Namun, dengan cepat Dylan meletakkan jari telunjuknya dengan lembut di depan bibir Sierra. Sierra tak mengerti tujuan pria tersebut padanya, namun entah mengapa Sierra merasa jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Ia merasa tegang dan gugup.

                "Kau ingin kabur?" tanya Dylan dengan tatapan matanya yang nakal. Namun, entah kenapa bukannya Sierra takut dengan tatapan seperti itu, ia malah merasa semakin gugup.

                "A… aku… aku hanya…" ucap Sierra terbata.

                "Jangan katakan kau ingin ke toilet untuk kabur dariku," lanjut Dylan.

                "Uhm… yeah… aku benar-benar akan ke toilet. Aku menjamin bahwa aku pasti akan kembali lagi ke sini," ucap Sierra semakin bingung. Genggaman Dylan mulai mengendur, tapi Sierra malah merasa ada sesuatu yang menjadi perekat kuat antara kakinya dengan lantai restoran. Jika Sierra berniat, sesungguhnya ia pasti bisa kabur saat itu juga.

                "Hehe… untuk apa kau membawa tasmu jika hanya ingin ke toilet," sahut Dylan dengan tatapan licik.

                "Euh… hmm… ini… untuk membayar ongkos pembersihan toilet," argument Sierra mulai tak jelas.

                "Hahaha… kau benar-benar menyiksaku. Perutku sudah benar-benar sakit menertawakanmu sedari tadi," tawa Dylan meledak ketika mendengar argumen Sierra yang terakhir.

                Sierra memandangnya dengan tatapan bingung. Tanpa disadarinya, ia tak melarikan diri ketika pria tersebut benar-benar melepaskan pergelangan tangannya.

                "Bukankah kau tidak membawa wallet? Untuk apa kau membawa tas ketika pergi ke toilet? Dan untuk apa kau memusingkan soal membayar makanan di restoran ini? Aku yang mengajakmu ke sini. Jadi, sebagai pria sejati aku akan membayar semuanya," ujar Dylan setelah dapat mengontrol dirinya.

                "Oh… ya, aku melupakan unsur itu. Tapi… sepertinya tidak terlihat baik jika aku kau mentraktirku sepenuhnya. Hmm… baiklah, terima kasih. Aku akan mencicilnya dalam beberapa minggu ke depan, ketika aku mendapatkan honorku kembali," kata Sierra. Ia pun kembali duduk di kursi.

                "Terserah padamu. Aku hanya tidak menyusahkanmu untuk kali ini," ujar Dylan sambil mengedipkan sebelah matanya.

                Tak lama kemudian, seorang waiter datang sambil membawa pesanan Dylan dan Sierra. Setelah semua makanan diletakkan di atas meja yang besar tersebut, waiter itu pun pergi.

***

                Mulut Sierra menganga melihat makanan yang ada di hadapannya. Bagaimana cara menghabiskan semua ini? Mengapa Dylan itu masih menanyakan makanan yang ingin dipesannya jika ia sudah memesan makanan sebanyak ini? Apakah Dylan bermaksud mengerjainya?

                "Uhm… itu… bagaimana kita bisa menghabiskan semua ini?" tanya Sierra bingung, ia mengalihkan perhatiannya dari makanan ke Dylan. Klink… terdengar suara notifikasi yang terdengar dari iPhone Sierra.

                "iPhone-mu…" kata Dylan sambil menunjuk iPhone yang Sierra letakkan di atas meja.

                Sekilas, Sierra melihat layar iPhone-nya. Itu pesan WeChat dari Jeany. Sesaat tadi, rasanya ia benar-benar melupakan masalahnya dengan Jeany. Waktu-waktunya yang dijalaninya bersama Dylan terasa begitu menyenangkan. Maka, tanpa ragu-ragu atau adanya kegelisahan sedikitpun, dengan bersemangat Sierra membuka aplikasi WeChat-nya.

                "Aku baru ingat. Jika masih banyak yang tersisa, aku dapat memberikannya kepada temanku. Jeany sangat suka Chinese food dari restoran-restoran ternama. Tunggu, aku akan memberitahunya," kata Sierra dengan wajah sumringah, kemudian pandangannya segera beralih ke iPhone-nya.

                Sierra membaca chat tersebut dengan seksama, sambil sesekali mengerutkan keningnya. Sierra, aku belum ingin bertemu denganmu untuk beberapa minggu ke depan. Bukannya aku dengan pasti menyalahkanmu. Namun, aku ingin merefleksikan dan menyelidiki semuanya sendiri. Tolong jangan muncul dalam hidupku, kecuali jika kau memang ingin persahabatan kita hancur selamanya. Aku akan pindah ke kelas malam. Jangan tunggu dan jangan cari aku.

Dylan yang sedari tadi memperhatikan Sierra mulai penasaran, jangan-jangan terjadi sesuatu dalam kehidupan gadis ini. Apakah aku dapat membantunya? Pikir Dylan.

                Tiba-tiba, ekspresi Sierra berubah drastis. Matanya membelalak, dan raut wajahnya menunjukkan seakan ia tidak terima dengan semua yang terjadi padanya. Ia menaruh iPhone-nya dengan kasar, kemudian memijat dengan kesal kedua sisi keningnya sambil sesekali memberantakkan rambutnya.

                "Kau… Sierra… uhm… Nona… kau tidak apa-apa?" tanya Dylan dengan bingung.

                "Huft… bisakah kau memanggilku dengan menyebut namaku saja? Kau tahu aku sangat risau dipanggil dengan sebutan 'Nona' seperti itu. Kau benar-benar memperburuk suasana hatiku," ujar Sierra dengan ketus.

                "Apa kau sedang PMS?" tanya Dylan dengan lugunya.

                "Huft… lupakan. Lupakan juga soal bagaimana kita dapat menghabiskan semua ini," Sierra mencoba mengutarakan perasaannya.

                "Kau… apa kau sedang bertengkar dengan temanmu? Mendengar dari kata teman-temanku, persahabatan perempuan memang benar-benar rumit," tebak Dylan.

                "Yeah… kau cukup jenius. Tadi aku sempat melupakan bahwa aku sedang bertengkar dengan Jeany, namun setelah pesan WeChat tadi rasanya aku tak dapat melarikan diri sejenak dari masalah ini," ujar Sierra.

                "Hmm… maafkan aku tadi menyuruhmu membuka pesan teks itu," kata Dylan.

                "Lupakanlah. Bukan salahmu, pada akhirnya aku juga akan tetap membukanya," sahut Sierra. Ia segera mengambil mangkuk kosong dan mengambil hisit dari mangkuk besar. Ia menghabiskannya dengan lesu. Dan setelah itu, suasana menjadi muram karena kesedihan Sierra yang rupanya membuat mood Dylan memburuk.

***

                Sepengamatan Dylan, gadis yang duduk di hadapannya itu sudah menghabiskan delapan mangkuk hisit. Ia tak kunjung berganti makanan, kendatipun ada makanan lain di meja tersebut. Matanya menatap kosong, dan auranya seperti orang yang tak memiliki roh.

                "Sierra… kau sungguh baik-baik saja?" tanya Dylan khawatir. Ia memegang punggung tangan Sierra, dan ia sedikit terkejut ketika tangan seputih porselen itu begitu dingin. "Apa kau sakit? Jika kau sakit, aku bisa mengantarmu pulang. Aku akan menelepon supirku untuk menjemput kita di sini. Jangan membuatku begitu ketakutan, OK?"

                "Huft… aku tidak apa-apa. Ini sudah beberapa kali terjadi dalam hidupku, ketika aku begitu bersedih dan seluruh tubuhku menjadi dingin," kata Sierra. Dylan menghela nafas lega ketika akhirnya ia dapat mendengarkan suara Sierra kembali.

                "Oh… baiklah. Kalau begitu, jangan begitu sedih," kata Dylan akhirnya.

                "Dylan…" panggil Sierra dengan suara lirih. Ini pertama kalinya Dylan mendengar Sierra memanggil namanya, dan entah kenapa hatinya langsung meleleh ketika ia mendengar suara tersebut.

                "Eum… jika aku memesan beberapa botol wine, apakah kau juga akan ikut minum?" tanya Sierra.

How do you feel about this chapter?

3 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (27)
  • aisalsa09

    Biasanya remaja hits now pake latar Korea, tapi ini China. Suka. Smua aku suka sih, yg penting mah baca novel dan nonton drama, wkwk

    Comment on chapter BAB 4 Lost Due to Hurry
  • NinaKim

    Bagus ceritanya, aku suka. Kalimat yang digunakan juga enak untuk dibaca, dan tidak kaku. Semangat ya, semoga menang

    Comment on chapter BAB 2 Meeting With Old Classmate
  • Jpriscilla

    Cool. Gayanya kayak K-Fiction versi C-Drama gituuu... Suka konsepnya. Grammarnya juga matang. Semoga menang, yaaa

    Comment on chapter BAB 1 Everything Start at University
  • Laniwati

    Good job kita lanjut Bab berikut
    Sampai jumpa di bab berikutnya

    Comment on chapter BAB 1 Everything Start at University
  • dsantoso78

    Bagus, ceritanya ringan dan mudah dipahami

    Comment on chapter BAB 1 Everything Start at University
  • rara_el_hasan

    suka.. suka.. masuk list baca

    Comment on chapter BAB 1 Everything Start at University
  • dede_pratiwi

    Dylan jd inget film f4 2018. Xixixixi. Suka latar belakang novelnya. Fighting

    Comment on chapter BAB 1 Everything Start at University
Similar Tags
REDAFFA (you are my new dream, my little girl)
2      2     0     
Fan Fiction
Takdir ini pasti sudah menunggu sejak lama, bahkan sebelum kita saling bertemu. Entah itu takdir baik atau buruk kita sudah ditakdirkan untuk bersama. Kita saling terikat satu-sama lain. Kau adalah diriku dan lebih banyak lagi. Kau adalah mimpiku yang baru, gadis kecilku. Namaku Affa. Cita-citaku adalah menjadi seorang mahasiswa di sebuah universitas ternama. Perjalanan panjangku untuk menung...
Rinai Kesedihan
586      410     1     
Short Story
Suatu hal dapat terjadi tanpa bisa dikontrol, dikendalikan, ataupun dimohon untuk tidak benar-benar terjadi. Semuanya sudah dituliskan. Sudah disusun. Misalnya perihal kesedihan.
29.02
5      5     0     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
The Presidents Savior
77      18     0     
Action
Semua remaja berbahaya! Namun bahaya yang sering mereka hadapi berputar di masalah membuat onar di sekolah, masuk perkumpulan tidak jelas yang sok keren atau berkelahi dengan sesama remaja lainnya demi merebutkan cinta monyet. Bahaya yang Diana hadapi tentu berbeda karena ia bukan sembarang remaja. Karena ia adalah putri tunggal presiden dan Diana akan menjaga nama baik ayahnya, meskipun seten...
Half Moon
9      5     0     
Mystery
Pada saat mata kita terpejam Pada saat cahaya mulai padam Apakah kita masih bisa melihat? Apakah kita masih bisa mengungkapkan misteri-misteri yang terus menghantui? Hantu itu terus mengusikku. Bahkan saat aku tidak mendengar apapun. Aku kambuh dan darah mengucur dari telingaku. Tapi hantu itu tidak mau berhenti menggangguku. Dalam buku paranormal dan film-film horor mereka akan mengatakan ...
Dear Diary
2      2     0     
Short Story
Barangkali jika siang itu aku tidak membongkar isi lemariku yang penuh buku dan tumpukan berkas berdebu, aku tidak akan pernah menemukan buku itu. Dan perjalanan kembali ke masa lalu ini tidak akan pernah terjadi. Dear diary, Aku, Tara Aulia Maharani umur 25 tahun, bersedia melakukan perjalanan lintas waktu ini.
Dear Groom
289      231     5     
Short Story
\"Kadang aku berpikir ingin seperti dulu. Saat kecil, melambaikan tangan adalah hal yang aku sukai. Sambil tertawa aku melambaikan tangan pada pesawat yang lewat. Tapi sekarang, bukan seperti ini yang aku sukai. Melambaikan tangan dengan senyuman terpaksa padanya bersama orang lain.\"
Kenangan Hujan
5      5     0     
Short Story
kisah perjuangan cinta Sandra dengan Andi
The Hidden Kindness
2      2     0     
Fan Fiction
Baru beberapa hari menjadi pustakawan di sebuah sekolah terkenal di pusat kota, Jungyeon sudah mendapat teror dari 'makhluk asing'. Banyak sekali misteri berbuntut panjang yang meneror sekolah itu ternyata sejak ada siswi yang meninggal secara serius. Bagaimana cara Jungyeon harus menghadapi semua hal yang mengganggu kerja di tempat barunya? Apakah ia harus resign atau bertahan?
Breakeven
46      25     0     
Romance
Poin 6 Pihak kedua dilarang memiliki perasaan lebih pada pihak pertama, atau dalam bahasa jelasnya menyukai bahkan mencintai pihak pertama. Apabila hal ini terjadi, maka perjanjian ini selesai dan semua perjanjian tidak lagi berlaku. "Cih! Lo kira gue mau jatuh cinta sama cowok kayak lo?" "Who knows?" jawab Galaksi, mengedikkan bahunya. "Gimana kalo malah lo duluan ...