Read More >>"> My Sunset (2) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - My Sunset
MENU
About Us  

2

 

 

Kedua orang itu langsung menjauh satu sama lain begitu mendengar seruan sang sutradara, Eric Sanders.

Good job, guys!” Sang sutradara berseru senang sembari berjalan mendekati kedua aktornya dan menyalami mereka. “Kalian bekerja sangat baik. Kita tak perlu mengulang adegan lagi.”

Diam-diam gadis berkulit kuning langsat itu merasa agak kecewa. Ia berharap adegan terakhir diulang dua atau tiga kali—bahkan sepuluh kalau bisa. Ah, mungkin seharusnya tadi ia tertawa, pura-pura lupa adegan, terpeleset, bersendawa, batuk, bersin, atau mengatakan hal konyol, alih-alih melakukan adegan dengan begitu sempurna.

Pria itu, David, bukan, nama sebenarnya adalah James Allen—David hanya nama tokoh yang diperankannya—menyeringai kepada sang sutradara. “Apa itu artinya aku akan dapat bonus karena menghemat waktu dan tenaga?”

“Ha, ha. Lucu sekali Jamie,” balas Eric. “Honormu sudah lebih dari cukup untuk kaubuat bersenang-senang. Terlalu banyak uang akan menghancurkanmu.”

James—Jamie—mengernyit. “Menghancurkanku?”

“Kau tahu. Minuman keras, judi, narkoba, dan yang paling berbahaya, wanita.” Eric menjawab santai sembari berlalu dari hadapan aktornya dan mulai memberi perintah kepada para kru untuk membereskan perlengkapan mereka.

“Wow, berarti kau sudah mendekati kehancuranmu, dude!” celetuk Joshua Pendleton, pemeran Sonny, adik David dalam serial misteri yang mereka bintangi, yang pengambilan gambar terakhirnya baru saja mereka selesaikan.

Kening Jamie semakin berkerut. “Apa maksudmu?”

“Dari keempat faktor kehancuran yang disebutkan Eric tadi, kau sudah memiliki tiga di antaranya,” jelas pria jangkung bertubuh tegap itu.

“Oh ya? Apa saja?”

“Minuman keras,” ia melemparkan sekaleng bir dingin yang langsung ditangkap Jamie, “judi, dan wanita,” lanjutnya. “Untunglah kau tak menyentuh narkoba. Setidaknya belum. Mungkin akan kalau penghasilanmu semakin besar hingga kau bingung mau menghabiskannya untuk apa atau di mana. Seperti aktor besar lainnya.” Ia terkekeh sembari menyerahkan sekaleng jus apel pada gadis di sebelahnya yang langsung dibalas ucapan terima kasih. Ia tahu gadis pemeran Lara Dawson itu tak mengonsumsi minuman keras. Tubuhnya memiliki toleransi yang sangat rendah terhadap alkohol. Ia bisa langsung ambruk hanya dengan satu dua teguk koktail.

“Yang benar saja,” dengus Jamie sambil membuka tutup kaleng birnya. “Aku mengonsumsi minuman keras sebanyak dirimu,” ia meneguk minumannya. “Aku hanya punya satu pacar dan aku tidak berjudi.”

Gadis di sebelah Joshua meneguk minumannya. Mencoba mendinginkan perasaannya yang mendadak panas setelah mendengar pengakuan Jamie. Oh, kau kan tak perlu menegaskan pada semua orang kalau punya pacar cantik berambut pirang dengan dada besar dan kaki panjang yang seksi! batinnya sebal.

Well, mungkin ia berlebihan. Jamie tak mengatakan apa pun tentang rambut pirang, dada besar, dan kaki seksi. Tapi ia beserta semua aktor dan kru yang terlibat dalam serial misteri The Hunters tahu persis seperti apa bentuk pacar Jamie.

“Benarkah?” Mata hazel Joshua—yang serupa dengan milik Jamie—menatap teman yang berperan sebagai kakaknya itu. “Bagaimana dengan Vegas dua minggu yang lalu?”

“Hei, waktu itu kita sedang syuting di sana. Aku hanya bersenang-senang sedikit.” Jamie membela diri.

“Yeah, kau menghabiskan hampir lima ribu dolar.”

Tak seperti tokoh David yang diperankannya yang sangat pandai berjudi, Jamie benar-benar kebalikannya. Ia sama sekali tak bisa main poker, slot, blackjack, atau apa pun. Lima ribu dolar melayang sia-sia kurang dari satu jam.

“Yang lain malah menghabiskan lebih banyak.” Jamie tetap membela diri. “Lagi pula, aku hanya melakukannya beberapa kali. Jadi, aku tak bisa disebut penjudi.”

“Yeah, tapi kau tampak sangat menikmati berjudi. Kalau kauteruskan, kau akan kecanduan.”

“Aku tidak akan melakukannya.”

Joshua menaikkan alisnya. “Kau yakin?”

“Tentu saja.”

Well, kurasa perdebatan ini tak akan pernah berakhir.” Gadis bertubuh mungil itu melangkah meninggalkan kedua lawan mainnya.

“Hei, mau ke mana, Lara?” seru Jamie.

“James Robert Allen,” gadis itu menghentikan langkahnya dan berbalik, “namaku Ceria, bukan Lara. Berhentilah memanggilku seolah kita masih berada di dalam cerita fiktif.”

“Oke, maaf,” kata Jamie tanpa sedikit pun nada penyesalan. “Aku lebih suka memanggilmu Lara. Dengan begitu aku bisa tetap merasa menjadi kekasihmu.”

Ceria memutar bola matanya dan kembali berbalik meninggalkan kedua pria itu. Dadanya terasa nyeri setiap kali Jamie mengeluarkan kata-kata rayuan kepadanya. Karena ia tahu Jamie tak serius dengan perkataannya. Tak seperti tokoh David yang playboy (meski pada akhirnya takluk pada Lara), Jamie tipe orang yang tak mudah jatuh cinta dan hanya setia pada satu pasangan. Dan model cantik bernama Natasha itulah yang beruntung mendapat cintanya.

*

Setelah menyelesaikan pengambilan gambar terakhir serial The Hunters season 6, seluruh kru memutuskan untuk makan malam dan minum-minum bersama di sebuah bar yang terletak di Main Street, sebelum kembali ke L.A. keesokan harinya. Hitung-hitung sebagai perpisahan kecil-kecilan karena setelah ini, sebagian besar dari mereka mungkin tak akan saling bertemu untuk beberapa bulan hingga syuting season terbaru dimulai. Beberapa orang duduk melingkar pada satu meja besar, sementara yang lainnya ada yang memilih membentuk kelompok kecil atau duduk menghadap bartender di meja bar.

Jamie meneguk minumannya sambil memperhatikan Ceria yang menunduk menekuri ponsel. Sembari mengetik, bibir gadis itu membentuk seulas senyum tipis. “Apakah itu pesan seksi dari pacarmu?”

Gadis itu mengangkat wajah dan menatap mata Jamie yang tengah memperhatikannya—mata hazel terindah yang pernah ia lihat. “Tentu saja bukan,” sahutnya sembari kembali fokus pada ponsel di tangannya.

“Lalu?”

“Ini Theo,” jawab Ceria jujur. Meski tahu Jamie sudah memiliki kekasih, ia tetap tak suka kalau pria itu berpikir ia punya pacar.

“Theo Watson?” Jamie kembali bertanya.

“Yep,” Ceria mengantongi ponselnya setelah mengirim pesan terakhir pada Theo. “Dia sedang ada urusan di dekat sini dan sebentar lagi akan kemari.”

“Kau sangat dekat, ya dengan Theo,” komentar Jamie. Ia ingat pertama kenal Ceria juga karena Theo. Semua orang juga tahu kalau kedua insan itu memang sangat dekat. Tapi hingga kini, Jamie tak tahu status asli hubungan dua orang yang menjadi teman baiknya itu. “Kalian pacaran? Apa kalian tidur bersama?”

“Kan sudah kubilang pesan tadi bukan dari pacarku,” balas Ceria. “Bukankah secara tidak langsung itu menjelaskan kalau Theo bukan pacarku? Lagi pula, aku tak pernah tidur dengan siapa pun. Tidak Theo ataupun pria lain. Dan akan tetap seperti itu sampai aku menikah.”

Jamie membelalak. “Really?” serunya. “Di usia 27 tahun, kau belum pernah tidur dengan siapa pun? Itu artinya kau—”

“Masih virgin?” sela Ceria. “Ya.” Ia mengangguk mantap.

You’ve got be kidding me!” Jamie masih menatap gadis di hadapannya tak percaya. Dua puluh tujuh tahun dan masih virgin? Yang benar saja! Apa dia biarawati?

“Kenapa?” Ceria balas menatap heran. “Ini hidupku. Tubuhku. Dan aku bangga dengan pilihanku.”

“Kau… serius?” Jamie masih sulit percaya. “Kau benar-benar masih virgin?”

“Tentu saja.”

“Kau bukan biarawati, kan?”

“Tentu saja bukan!” tukas Ceria. “Apa, sih yang kaupikirkan? Menurutmu bisa seorang biarawati menjadi aktris dan melakukan adegan ciuman? Yang benar saja!”

“Oh, wow! Aku tak menyangka masih bisa menemukan seorang perawan di zaman sekarang.” Ia menatap Ceria takjub seolah gadis itu adalah barang antik bernilai jutaan dolar.

“Jangan berlebihan,” cibir Ceria. “Aku bukan satu-satunya wanita dewasa berstatus virgin di dunia ini. Apalagi di negara asalku, hal seperti itu sudah sangat biasa dan justru memang seharusnya demikian.”

“Ya, tapi mungkin satu-satunya yang kukenal,” sahut Jamie. “Well, miss virgin, would you marry me?” tanyanya sambil memasang wajah serius.

Dalam kondisi normal, Ceria pasti akan menjawab ‘ya’ dan memeluk Jamie, karena hal itulah yang diimpikannya. Tapi karena ia tahu Jamie tak bersungguh-sungguh dan hanya mengatakan hal itu sebagai candaan atas status virgin-nya, maka ia hanya mendesis, “In your dream!”

“Aww, kau mematahkan hatiku,” ucap Jamie dramatis. “Aku serius.”

Ceria memutar bola mata, lalu mengisap minumannya. Tak mau lagi menghiraukan Jamie.

“Jadi, kau benar-benar menolakku?” tanya Jamie belum menyerah. Ceria tak menggubrisnya. “Sayang sekali,” ia mendesah lelah seolah benar-benar kecewa. “Pasti menyenangkan bisa menikahi perawan.”

“Ya, lalu setelah kaurenggut keperawananku, kau akan mencampakkanku,” sergah Ceria. “Dasar otak mesum!”

“Hei, aku tidak seperti itu!” sangkal Jamie.

Whatever.”

“Ceria, begitu burukkah diriku di matamu?” Jamie menampakkan wajah terluka.

“Ergh… Jamie, berhentilah bercanda!” erang Ceria.

“Aku tidak bercanda.” Jamie masih memainkan perannya, Ceria balas memelototinya, akhirnya tawanya pun pecah. “Oke, oke, kita tak akan membahas itu lagi,” katanya sembari meneguk minumannya. “Back to the topic. Jadi, sebenarnya ada hubungan apa antara kau dan Theo?”

“Kenapa kau sangat ingin tahu?” Joshua yang sedari tadi hanya diam sambil mendengarkan pembicaraan orang-orang di sekitarnya sekonyong-konyong menyeletuk. “Memangnya kenapa kalau mereka punya hubungan khusus? Kau keberatan?”

“Tidak,” sahut Jamie santai. “Aku hanya ingin tahu. Aku tak punya alasan untuk keberatan.”

Yeah, tentu saja, batin Ceria seraya mengisap milkshake cokelatnya. Tidak ada alasan untuk Jamie merasa keberatan dengan hubungan apa pun antara dirinya dan Theo. Jamie sama sekali tak memiliki perasaan khusus untuknya.

“Oh, kupikir kau masih menyimpan perasaan pada Theo.” Bibir tipis Joshua membentuk seringai lebar.

“Ha, ha.” Jamie tertawa garing mendengar candaan Joshua. Theo dan Jamie memang pernah terlibat dalam satu serial bertema superhero. Tapi Joshua mengenal Theo lebih lama dan juga pernah terlibat dalam sebuah film bertema keluarga. Secara terpisah, ketiga pria itu pernah bekerja bersama dan sampai sekarang menjalin pertemanan yang cukup dekat. “Jadi, sebenarnya apa hubunganmu dengan Theo?” Kembali pertanyaan itu Jamie lontarkan—tampak sekali ia begitu penasaran.

Well, bisa dibilang kami saudara,” jawab Ceria.

Kening Jamie berkerut. “Aku belum pernah dengar kalau kalian bersaudara,” katanya. “Kalian tidak mirip. Lagi pula, bukankah kau dari Indonesia? Dan setahuku Theo dari New York. Bagaimana ceritanya kalian bisa jadi saudara?”

“Ehm… ceritanya agak panjang.”

“Apa sepanjang serial kita?” tanya Jamie sambil nyengir. Serial misteri berjudul The Hunters yang mereka bintangi sudah tayang di televisi sepanjang 5 seasons dan rencananya masih akan terus berlanjut. Sebagai pemeran utama, Jamie dan Joshua sudah ada sejak season pertama, sementara Ceria baru bergabung di season 3.

Ceria tertawa kecil. “Tak sepanjang itu, sih.”

“Berarti kau bisa menceritakannya, kan?” Jamie menatap penuh harap. Entah kenapa, ia merasa sangat ingin tahu hubungan di balik kedekatan Ceria dan Theo.

“Ehm…” Hidung Ceria berkerut saat memikirkan sesuatu. “Aku tidak tahu harus memulai dari mana.”

“Dari mana saja boleh,” ujar Jamie cepat.

“Oke, ehem…” Ceria berdehem sebentar sebelum bercerita. “Sebenarnya—”

Evening, guys!” Belum sempat Ceria meneruskan kalimatnya, sebuah suara muncul dibarengi sosok setinggi 186 cm, berwajah tampan dengan rambut hitam berombak setengkuk, mata hijau, hidung mancung, dan bibir berwarna merah dengan belahan.

“Theo!” Ceria berseru senang sembari bangkit dan langsung memeluk sosok yang—karena kesibukan masing-masing—sudah hampir satu bulan tak dijumpainya itu.

“Yeah, aku juga sangat merindukanmu, little fairy.” Theo terkekeh sambil membalas pelukan gadis mungil itu. Little fairy adalah panggilan kesayangannya untuk gadis itu sejak pertama mereka bertemu, karena menurutnya Ceria sangat menggemaskan seperti peri—cantik dan bertubuh mungil.

Sorry,” Ceria melepaskan pelukannya dengan pipi bersemu merah. “Aku kelepasan. Kita sudah lama tak bertemu.”

“Tak masalah,” balas Theo. “Aku senang dipeluk olehmu,” lanjutnya dengan senyum lebar. Lalu mengalihkan perhatiannya pada Jamie dan Joshua. “Hi, fellas! Long time no see.” Ia menyapa sambil saling menempelkan kepalan tangan dengan kedua pria itu secara bergantian.

“Kau sedang ada urusan di dekat sini?” tanya Jamie.

“Begitulah,” Theo mengedikkan bahu. “So, kita pergi sekarang?” ia kembali menatap Ceria. Gadis itu langsung mengangguk tanpa berpikir.

“Kalian mau pergi?” Jamie kembali bertanya. Pandangan matanya jatuh pada lengan Theo yang melingkari pinggang ramping Ceria. “Ke mana?”

“New York,” jawab Theo. “Mengunjungi orang tuaku.”

“Ya,” timpal Ceria. “Dan nanti aku akan langsung pulang bersama Theo.”

“Kau tidak mau duduk dulu?” Joshua bertanya pada Theo. “Kita sudah lama tak minum bersama.”

Sorry, tapi kami harus segera pergi,” balas Theo. “Kami tak mau terlambat.”

“Begitu, ya?” gumam Joshua. “Baiklah, mungkin next time?”

Sure,” sahut Theo langsung. “Pasti menyenangkan.”

Setelah Ceria berpesan pada manajernya untuk membawakan semua barangnya ke apartemennya di L.A., mereka berdua berpamitan, melambaikan tangan pada semua kru, dan berbalik meninggalkan bar.

Pandangan mata Jamie terus mengikuti sampai sosok kedua orang itu tak tampak. “Kau yakin hubungan mereka sebatas saudara?” tanyanya pada Joshua.

Joshua menoleh. “Huh?”

“Kau yakin mereka tidak tidur bersama?”

Joshua mengangkat kedua alisnya. “Kenapa kau begitu peduli?” tanyanya heran. “Kalaupun mereka memang tidur bersama, lalu kenapa? Kau keberatan? Kau cemburu? Apa kau benar-benar telah jatuh cinta pada Lara Dawson dalam kehidupan nyata?”

“Tidak,” bantah Jamie, terdengar tak yakin di telinga Joshua. “Tentu saja tidak.” Ia mengosongkan gelasnya dalam satu tegukan besar. Tentu saja ia tidak jatuh cinta pada Ceria. Ia sudah punya kekasih dan ia mencintai kekasihnya. Yeah, tentu saja begitu. Pasti begitu, kan?

*

“Jamie terus menatap kita,” bisik Theo ketika mereka hampir sampai di pintu keluar. “Jangan menoleh!” desisnya ketika melihat Ceria hendak memutar kepalanya.

Ceria mengurungkan niatnya dan berbisik, “Bagaimana kau tahu? Kau punya mata di belakang kepalamu?”

“Aku bisa merasakannya,” jawab Theo.

 “Itu tidak mungkin.”

I know I’m right,” kata Theo sembari mempererat pelukannya pada pinggang Ceria.

Ceria terkesiap merasakan tubuhnya semakin merapat pada Theo. “Kenapa kau melakukan ini?” tanyanya heran. Biasanya Theo akan memeluknya protektif untuk melindunginya dari wartawan atau pria hidung belang. Tapi di sekitar mereka sama sekali tak tampak wartawan atau pria yang berpotensi melakukan hal yang tak menyenangkan padanya.

“Untuk membuat Jamie cemburu,” ujar Theo santai seraya melangkahkan kakinya keluar dari pintu ganda bar.

“Yang benar saja! Kau tahu dia tak akan cemburu,” kata Ceria sembari memberi jarak tubuhnya dari Theo, namun tetap membiarkan pria 34 tahun itu memeluk pinggangnya.

“Kenapa kau sangat yakin?”

Ceria memutar bola matanya. “Karena sudah ada gadis beruntung yang dicintainya. Kau sudah tahu itu.”

“Aku tahu dia punya pacar. Tapi bukan berarti mereka akan terus bersama, kan?” kata Theo. “Belum tentu juga mereka benar-benar saling mencintai. Kenyataan Jamie punya pacar tak menutup kemungkinan dia memiliki perasaan yang sama padamu.”

“Sudahlah Theo,” Ceria menatap pria itu dengan putus asa. “Jangan memberikan harapan padaku.”

“Bukankah kau memang berharap padanya?”

“Apa?” Ceria menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Theo intens.

“Kenyataan bahwa sampai sekarang kau masih mencintainya membuktikan kau masih berharap bisa mendapatkan cintanya,” ucap Theo. “Kalau tidak, seharusnya kau melanjutkan hidupmu dengan mencintai pria lain.”

“Aku ingin,” balas Ceria. “Tapi aku tak bisa,” lanjutnya putus asa. “Aku tak bisa begitu saja mematikan perasaanku seperti menekan tombol lampu atau televisi. Aku tak bisa mengatur dengan siapa aku akan jatuh cinta.”

“Tapi kalau kau mencintai seseorang tanpa berusaha mendapatkannya, kau hanya akan menyakiti dirimu sendiri.”

“Aku tahu,” balas Ceria. “Aku mencintainya dan jauh di lubuk hatiku, aku juga menginginkan dia merasakan perasaan yang sama padaku. Tapi aku juga tak mau menjadi orang jahat yang berharap hubungannya dengan Natasha berakhir.” Meski harus ia akui, terkadang harapan jahat itu muncul di kepalanya—sering malah. Bagaimanapun ia manusia biasa yang juga punya sisi egois, bukan malaikat berhati suci yang tak pernah merasa iri.

Theo menatap iba. Ia sangat mengerti apa yang dirasakan Ceria, tapi ia tak ingin melihat gadis itu terluka. Ceria terlalu berharga untuk disakiti. “Ya, sudahlah,” katanya akhirnya. “Ayo kita pergi dari sini! Kita masih harus menempuh perjalanan jauh.” Ia kembali melingkarkan lengannya pada tubuh gadis itu dan kembali berjalan menyusuri tempat parkir.

“Tidak akan terlalu jauh kalau kau mau naik pesawat,” gerutu Ceria.

“Jangan mulai!”

Ceria hanya tertawa kecil sambil balas melingkarkan lengannya pada pinggang Theo. Ia masih tak habis pikir, bagaimana bisa pria segagah itu, seorang aktor yang terkenal dengan tokoh superhero yang diperankannya, memiliki ketakutan untuk terbang?

 Theo hanya akan naik pesawat jika benar-benar terpaksa. Seperti saat keadaan sangat mendesak dan ia harus sampai ke tempat tujuan secepatnya atau tempat yang ia tuju tak bisa atau sulit dilalui dengan kendaraan darat. Dalam kondisi normal, ia lebih suka mengemudi ratusan mil ke seluruh negara bagian Amerika daripada harus naik pesawat.

Ah, dunia nyata dan fiksi memang berbeda.

Seperti hubungan Ceria dengan Jamie yang berbanding terbalik dengan hubungan David dan Lara, tokoh yang mereka perankan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags
Dia yang Terlewatkan
6      6     0     
Short Story
Ini tentang dia dan rasanya yang terlewat begitu saja. Tentang masa lalunya. Dan, dia adalah Haura.
Kisah Alya
5      5     0     
Romance
Cinta itu ada. Cinta itu rasa. Di antara kita semua, pasti pernah jatuh cinta. Mencintai tak berarti romansa dalam pernikahan semata. Mencintai juga berarti kasih sayang pada orang tua, saudara, guru, bahkan sahabat. Adalah Alya, yang mencintai sahabatnya, Tya, karena Allah. Meski Tya tampak belum menerima akan perasaannya itu, juga konflik yang membuat mereka renggang. Sebab di dunia sekaran...
Time Travel : Majapahit Empire
577      219     0     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
Dua Sisi
75      48     0     
Romance
Terkadang melihat dari segala sisi itu penting, karena jika hanya melihat dari satu sisi bisa saja timbul salah paham. Seperti mereka. Mereka memilih saling menyakiti satu sama lain. -Dua Sisi- "Ketika cinta dilihat dari dua sisi berbeda"
Serpihan Hati
174      65     0     
Romance
"Jika cinta tidak ada yang tahu kapan datangnya, apa cinta juga tahu kapan ia harus pergi?" Aku tidak pernah memulainya, namun mengapa aku seolah tidak bisa mengakhirinya. Sekuat tenaga aku berusaha untuk melenyapkan tentangnya tapi tidak kunjung hialng dari memoriku. Sampai aku tersadar jika aku hanya membuang waktu, karena cinta dan cita yang menjadi penyesalan terindah dan keba...
The Diary : You Are My Activist
186      74     0     
Romance
Kisah tentang kehidupan cintaku bersama seorang aktivis kampus..
Kala Saka Menyapa
182      74     0     
Romance
Dan biarlah kenangan terulang memberi ruang untuk dikenang. Sekali pun pahit. Kara memang pemilik masalah yang sungguh terlalu drama. Muda beranak begitulah tetangganya bilang. Belum lagi ayahnya yang selalu menekan, kakaknya yang berwasiat pernikahan, sampai Samella si gadis kecil yang kadang merepotkan. Kara butuh kebebasan, ingin melepas semua dramanya. Tapi semesta mempertemukannya lag...
#SedikitCemasBanyakRindunya
69      33     2     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
Tentang Kita
29      11     0     
Romance
Semula aku tak akan perna menduga bermimpi pun tidak jika aku akan bertunangan dengan Ari dika peratama sang artis terkenal yang kini wara-wiri di layar kaca.
Telat Peka
16      11     0     
Humor
"Mungkin butuh gue pergi dulu, baru lo bisa PEKA!" . . . * * * . Bukan salahnya mencintai seseorang yang terlambat menerima kode dan berakhir dengan pukulan bertubi pada tulang kering orang tersebut. . Ada cara menyayangi yang sederhana . Namun, ada juga cara menyakiti yang amat lebih sederhana . Bagi Kara, Azkar adalah Buminya. Seseorang yang ingin dia jaga dan berikan keha...