Read More >>"> Man in a Green Hoodie (CHAPTER 4 : Ada Apa Dengan Dirga?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Man in a Green Hoodie
MENU
About Us  

Enam hari sudah berlalu sejak pertemuan pertamaku dengan Dirga. Hari ini temanku pulang ke rumah, sehingga aku sudah tidak akan bisa lagi bertemu dengan Dirga di taman rumah sakit ini. Aku sudah membulatkan tekad, hari ini aku harus mendapatkan nomor ponselnya, agar kami bisa berjanji untuk bertemu di tempat lain setelah ini.

Walau temanku sudah pulang sejak siang tadi, tapi aku tetap datang ke rumah sakit ini di sore hari. Tujuanku hanya satu, bertemu dengan Dirga.

Pukul 16:00 WIB, waktu biasa kami bertemu di taman ini. Aku melangkahkan kaki dengan riang menuju bangku taman yang selalu kami duduki. Namun hanya kehampaan yang menyambutku disana.

Tidak ada sesosok pria berhoodie hijau tua, yang biasanya langsung menoleh dan memberi senyum terindah saat ia mendengar langkah kakiku.

Dirga belum datang. Batinku sambil menghela nafas panjang.

Aku pun langsung merebahkan tubuh di atas bangku kayu tersebut, menunggu kehadiran sosok pria yang selama enam hari terakhir selalu menemani sore hariku. Aku bergidik ketika telapak tanganku menyentuh kayu yang agak lembab dan dingin. Hujan deras tadi malam masih meninggalkan sedikit jejaknya di bangku ini.

Lima menit berlalu. Aku melipat kedua tangan di dada, berusaha menghalau hembusan angin agar dinginnya terasa tak terlalu menusuk. Sebersit rasa sesal karena tidak membawa jaket langsung menghampiri. Penyesalan memang selalu datang terlambat!

Sepuluh menit berlalu, dan masih belum ada tanda kedatangan seorang Dirga. Padahal biasanya, dia selalu sudah berada di bangku ini sebelum aku datang. Keadaan taman yang biasanya ramai, hari ini pun tampak sepi. Mungkin karena pengaruh kondisi cuaca yang mendung dan agak berangin, membuat sore ini bukan waktu ideal untuk bersantai di taman.

"Apa hari ini dia tidak datang kesini ya?" aku mulai gelisah sambil melirik jam tangan yang melingkar manis di tangan kiriku. Langit senja semakin gelap oleh awan mendung, seiring hatiku yang turut menjadi kelabu karena penantian yang tidak pasti.

Lima belas menit telah berlalu. "Ah, seharusnya dari kemarin nanya nomor hapenya. Kalau gini kan jadi kehilangan jejak. Masa harus datang kesini tiap hari buat nungguin dia? Kalau orang yang dibesuknya udah gak dirawat, kan pasti dia juga udah gak datang lagi. Jadi percuma aja walau nungguin disini terus. Aaaah!! Kirana bego!!!" aku merutuki kebodohanku.

"Siapa yang bego?" sebuah suara yang sudah tidak asing lagi sekonyong-konyong memenuhi gendang telingaku. Membuatku langsung menolehkan kepala menyongsong suara yang sedari tadi sudah ku nanti kehadirannyaa.

Dirga sedang berdiri di belakang bangku taman yang kududuki, badannya dicondongkan ke depan, dengan kedua tangannya bertumpu di senderan bangku. Kepalanya ditolehkan sehingga kedua mata indahnya langsung menatapku tajam. Senyuman yang tersungging di wajahnya seketika melenyapkan rasa gelisah yang sejak tadi menghampiriku.

"Dirga! Aku pikir kamu hari ini gak datang." Binar kebahagiaan dan rasa lega tak bisa kusembunyikan dari mataku. Lagipula, aku juga tak berkeinginan untuk menyembunyikannya. Aku ingin dia tahu, kalau aku senang atas kehadirannya.

"Maaf yaa, aku telat. Kamu udah lama nunggu ya?" Dirga berjalan dan langsung mengisi tempat kosong di sisi kananku.

"Gak papa kok, lagian kamu juga udah datang."

Dirga tersenyum mendengar jawabanku, dan ku lihat ada sedikit hal berbeda dari dia yang biasanya. Dia terlihat agak pucat dan lemas, tidak seceria biasanya.

"Ga? Kamu lagi gak enak badan ya?" tanyaku khawatir.

"Hmm? Aku gak apa-apa kok. Hari ini kita mau ngapain nih? Ngobrol aja, atau ngobrol sambil gambar?" Dirga menjawab dengan menatapku sekilas, dan langsung menyibukan diri dengan menyiapkan peralatan gambarnya.

"Terserah kamu aja." sahutku sambil terus memperhatikan sosok pria yang berada disampingku. Beberapa kali terdengar batukan kecil keluar dari mulutnya.

"Teman kamu hari ini pulang kan?" Dirga bertanya tanpa menoleh menatapku. Ia terlihat mulai sibuk mencoret buku sketsanya. Sepertinya dia sudah menemukan objek gambarnya hari ini.

"Iya, tadi siang pulangnya."

"Tadi siang?" Dirga menghentikan kegiatannya menggambar dan memandangku. "Berarti kamu kesini sore ini bukan untuk menjenguk temanmu?"

"Iya, sore ini aku datang hanya untuk ketemu kamu." Pipiku terasa panas saat aku mengatakannya. Pasti wajahku saat ini sudah merah seperti kepiting rebus!

"Boleh minta nomor ponsel kamu? Biar kedepannya kita masih bisa tetap berhubungan. Mungkin bertemu di tempat lain atau hanya sekedar saling sharing via chat." Aku tak berani memandangnya saat mengucapkan kalimat-kalimat itu. Aku hanya bisa menunduk sambil menatap tanah yang diinjak sepatuku.

Aaah, seorang Kirana yang biasa penuh rasa percaya diri kenapa mendadak jadi ciut gini sih??

Tiba-tiba sebuah tangan terulur di depan mataku. Dengan bingung aku menoleh Dirga dan mendapatinya sedang tersenyum. "Sini hape kamu, biar aku bisa simpankan nomorku. Tapi janji nanti harus chat ya."

Setelah pertukaran nomor ponsel yang berlangsung lancar, suasana kembali cair seperti biasa. Kami mengobrol santai, dengan Dirga yang sambil berkutat dengan buku sketsanya. Aku juga sudah tidak terlalu memperhatikan beberapa batuk kecil yang keluar dari mulutnya. Mungkin karena efek bahagia sudah mendapatkan nomor ponselnya, hingga beberapa hal luput dari perhatianku.

Ditengah-tengah obrolan, batuk Dirga tiba-tiba mulai tak terkendali. Buku sketsa dan pulpennya sudah terjatuh ke tanah, tangan kirinya menutup mulut berusaha meredam sang batuk, sementara tangan kanannya mencengkram dada dan sesekali menepuk-nepuknya. Tubuh yang tadinya bersandar di bangku, sudah membungkuk seiring batuk yang tak kunjung berhenti.

Aku panik! Aku hanya bisa mengusap-usap punggungnya, berharap hal itu bisa meredakan batuknya, sambil menanyakan keadaanya. Tidak ada jawaban terucap dari bibirnya, sementara bisa ku lihat keringat dingin mulai bermunculan di wajahnya yang semakin pucat.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • rara_el_hasan

    si Dirga ,,,hehehe

    Comment on chapter CHAPTER 1 : Di Sudut Taman
Similar Tags
A Man behind the Whistle
8      5     0     
Action
Apa harga yang harus kau tukarkan untuk sebuah kebenaran? Bagi Hans, kepercayaan merupakan satu-satunya jalan untuk menemukannya. Broadway telah mendidiknya menjadi the great shadow executant, tentu dengan nyanyian merdu nan membisik dari para Whistles. Organisasi sekaligus keluarga yang harus Hans habisi. Ia akan menghentak masa lalu, ia akan menemukan jati dirinya!
The Friends of Romeo and Juliet
305      42     0     
Romance
Freya dan Dilar bukan Romeo dan Juliet. Tapi hidup mereka serasa seperti kedua sejoli tragis dari masa lalu itu. Mereka tetanggaan, satu SMP, dan sekarang setelah masuk SMA, mereka akhirnya pacaran. Keluarga mereka akur, akur banget malah. Yang musuhan itu justru....sahabat mereka! Yuki tidak suka sikap semena-mena Hamka si Ketua OSIS. dan Hamka tidak suka Yuki yang dianggapnya sombong dan tid...
PROMISES [RE-WRITE]
28      12     0     
Fantasy
Aku kehilangan segalanya, bertepatan dengan padamnya lilin ulang tahunku, kehidupan baruku dimulai saat aku membuat perjanjian dengan dirinya,
Dear Vienna
4      4     0     
Romance
Hidup Chris, pelajar kelas 1 SMA yang tadinya biasa-biasa saja sekarang jadi super repot karena masuk SMA Vienna dan bertemu dengan Rena, cewek aneh dari jurusan Bahasa. Ditambah, Rena punya satu permintaan aneh yang rasanya sulit untuk dikabulkan.
Broken Promises
579      426     5     
Short Story
Janji-janji yang terus diingkari Adam membuat Ava kecewa. Tapi ada satu janji Adam yang tak akan pernah ia ingkari; meninggalkan Ava. Namun saat takdir berkata lain, mampukah ia tetap berpegang pada janjinya?
Cinta dibalik Kebohongan
4      4     0     
Short Story
Ketika waktu itu akan datang, saat itu kita akan tau bahwa perpisahan terjadi karena adanya sebuah pertemuan. Masa lalu bagian dari kita ,awal dari sebuah kisah, awal sebuah impian. Kisahku dan dirinya dimulai karena takdir ataukah kebohongan? Semua bermula di hari itu.
Thantophobia
17      8     0     
Romance
Semua orang tidak suka kata perpisahan. Semua orang tidak suka kata kehilangan. Apalagi kehilangan orang yang disayangi. Begitu banyak orang-orang berharga yang ditakdirkan untuk berperan dalam kehidupan Seraphine. Semakin berpengaruh orang-orang itu, semakin ia merasa takut kehilangan mereka. Keluarga, kerabat, bahkan musuh telah memberi pelajaran hidup yang berarti bagi Seraphine.
Triangle of feeling
264      209     0     
Short Story
Triangle of feeling sebuah cerpen yang berisi tentangperjuangan Rheac untuk mrwujudkan mimpinya.
Puisi, Untuk...
11940      2210     10     
Romance
Ini untuk siapa saja yang merasakan hal serupa. Merasakan hal yang tidak bisa diucapkan hanya bisa ditulis.
Kenangan Hujan
5      5     0     
Short Story
kisah perjuangan cinta Sandra dengan Andi