Read More >>"> Sekretaris Kelas VS Atlet Basket (Laugh In Field) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sekretaris Kelas VS Atlet Basket
MENU
About Us  

Pagi yang cukup terik, di lapangan basket SMA Negeri Hijau menjadi pagi yang melelahkan bagi Amira dan kawan-kawan. Kelas 11 MIPA 5 baru saja melaksanakan tes olahraga. Amira, yang terus mengeluh di awal karena benci bola besar sekarang sudah terkapar lemah di tanah.

“Capeknya....”

Cekrek

“Gilaaang!! Tengil lagi kan lo. Hapus!”

Cowok itu kini sudah sembuh. Sudah sehat lagi tetapi ketengilannya jadi bertambah lima puluh persen. Sekarang bukan hanya di sekolah dia gangguin si Amira, tapi tuh cowok juga sering berkunjung ke rumah Amira hanya untuk menjahilinya.

“Yah... udah ke-save.” Gilang nyengir.

Amira pun mendengus. “Udah deh, nggak usah ledekin gue. Gue emang bego masalah bola besar. Tapi tes gue tadi lumayan kan, nggak buruk-buruk amat?”

“Iya iya, lumayan. Lagian gue tetap akan jadi partner lo kok, tenang...gue akan ngajarin lo lagi sampai pro.” Gilang nyengir. “Yang penting... sekarang kita tetap gini aja.”

Amira mengenyit. “Maksud lo?”

“Kita tetap bertengkar kayak gini. Gue senang berdebat sama lo, gue senang gangguin lo, gue senang lihat lo kesel dan lihat lo marah. Itu buat gue nyaman. Plisss, terus benci gue ya, Mir?”

Amira tak habis pikir dengan otak Gilang. “Absurd banget sih lo. Nggak! Gue nggak mau ngebenci lo.” Amira masih tetap berbaring sambil mengipasi lehernya.

“Yahh, kenapa Bu Sek?”

“Oon banget ya Allah nih cowok.”

Gilang hanya mengumpat lalu menjitak kepala Amira. Gadis itu pun langsung berdiri dan gantian mengulek kepala cowok itu.

Stop stop! Pusing gue, Mir.” Gilang meminta ampun.

“Dengar ya, gue tetap Sekretaris di kelas. Lo nggak boleh ngusik jabatan gue.”

Gilang tersenyum meremehkan. “Gue akan nyalonin diri saat kelas dua belas,” jawabnya yang membuat Amira melotot.

“NGGAK BOLEH, KAMPRET!”

“EMANG KENAPA SIH, KAMPRET?”

“YA KARENA TULISAN TANGAN LO LEBIH BAIK DARI GUE!”

KRIK KRIK

“HAA? Jadi karena itu?”

Amira memukul mulutnya sendiri, ia memaki dalam hati kenapa mulutnya nyerocos terus. “Udah, gue mau ke kelas nyari AC.”

“Hilih, jadi karena itu doang lo takut sama gue? Eh, tapi iya sih tulisan tangan gue lebih rapih dari lo.”

“Diem deh, meski tulisan lo bagus, yang jadi Sekretaris tetap gue.”

OK, gue akan berhenti ngusik jabatan lo. Lo akan terus jadi sekretaris sampai kelas dua belas.” Amira tersenyum senang mendengarnya. “Tapi, gue nggak akan berhenti gangguin lo karena itu udah jadi hobi gue.”

Amira menggeram frustasi lalu hendak menendang kaki Gilang tapi kali ini gagal. Gilang lebih dulu menahan kaki gadis itu.

“WEH BU SEK, KALAH NIH YA?” teriak Aldo lalu tertawa ngakak.

“EH, KALAU MAU TAWURAN DI GOR AJA SANA, LUAS!” saran Fadia.

“Denger tuh. Aldo bilang gue menang karena gue bisa nahan kaki lo hahaha.”

Amira berdiri dengan tegak lalu berkacak pinggang. “Nggak ada kata kalah di kamus hidup gue.”

Gilang mendekat, memperkecil jarak dengan Amira. “Lo udah kalah. Hati lo yang udah kalah. Nih, udah gue rebut. Hati lo ada di tangan gue sekarang,” ucap cowok itu sambil mengepalkan tangannya seolah benaran menggenggam hati Amira.

Gadis itu tergagap dan entah kenapa menyentuh dada kirinya sendiri dengan syok.

“Kok lo makin gila sih?” tanya Amira.

“Iya gue tergila-gila sama pemilik hati ini. Udah ya, buat gue aja hatinya.” Gilang memasukkan tangannya ke saku seragam olahraga di dada kirinya seperti memasukkan hati sungguhan ke dalamnya.

Sedangkan Amira, gadis itu masih membatu di tempat. Bingung, kesal ingin berteriak sekeras-kerasnya.

“Balikin,” suruh Amira datar sambil menengadahkan telapak tangannya.

“BAHAHAHA.” Gilang ngakak hebat. Rupanya Amira sangat polos.

“Kenapa ketawa lo?”

Gilang mendekat lagi, kini merangkul bahu gadis itu dari samping dan menggeretnya ke dekat ring basket. “Bercanda kok, kalau lo baper sih gue mau aja tanggung jawab.”

“Sialan.”

“Haha, btw...kado dari gue udah lo buka kan?” tanya Gilang lalu mengambil bola basket dari tangan Elvan yang sedang mendribel.

“Lah.”

“Pinjam dulu, Kapten.” Cowok itu menghampiri Amira lagi.

“Udah gue buka. Lo ngasih gue novel berjudul Write And Do It. Makasih.”

“Sama-sama. Ada lagi, yang kecil gue bungkus kain flanel,” ucap Gilang membuat Amira paham.

“Ohh, ini?” tanya Amira menunjukkan gantungan bolpoin berbandul bola basket dari saku celana olahraganya.

“Aduh, sip banget kalau lo sekarang bawa. Iya yang ini, pinjam bentar.” Gilang merogoh saku celananya dan mengambil bolpoin warna abu-abu yang dulu ia begal dari Amira. Cowok itu lalu memasangkan gantungan tersebut ke bolpoinnya.

“‘Write’ buat lo, karena lo sekretaris. ‘Do it’ buat gue, karena gue atlet basketnya. Nih, pegang.” Gilang menyerahkan bolpoin itu pada Amira lalu mendribel bola basket yang tadi ia pinjam dari Elvan. Selanjutnya ia melompat dan memasukkan bola itu ke ring.

“WIHH MASKOT KITA EMANG KEREN!”

Good job Lang!” sahut anak-anak lainnya.

Amira bertepuk tangan singkat melihat Gilang memasukkan bola itu ke ring basket.

Namun, beberapa detik kemudian Gilang terkesiap, ia menangkap bola kasti yang melayang ke arahnya dengan cepat. “Buset, Niko! Untung nggak kena jidat gue!”

Di dekat lapangan voli, Niko hanya ngakak bersama komplotan nggak jelasnya.

“Mir, Ini namanya bola kasti.” Gilang mulai mengoceh.

Amira memutar bola matanya, “Tau!”

“Bola kecil ini, lo suka kan?”

“Heem.”

Gilang ber-oh ria kemudian melempar bola itu ke atas dan menangkapnya. “Kalau gue... lo suka nggak?”

Andai saja ini bukan tempat umum dan andai saja Pak Rico sedang tidak sibuk di lapangan ini, maka Amira akan merebut bola yang ada di tangan Gilang itu dan melemparnya dengan keras ke jidat cowok itu.

“Tanya aja sama Pak Rico. Bye, gue mau ke kelas!”

“Eh eh, gue belum selesai ngomong.” Gilang menarik lengan Amira.

“Apaan lagi?”

“Nih, bolanya. Balikin ke Niko. Bye!”

Amira melongo begitu saja. Ia melempar bola itu dengan keras dan yes! Kena punggung Gilang.

“Amira! sakit bego! Lo nggak pernah diajarin ya... kalau nyerang musuh itu jangan dari belakang! Cemen!” teriak Gilang meringis mengelus punggungnya.

“Heh, lo nggak pernah belajar juga ya... kalau deket musuh itu harus waspada karena dia siap kapan aja buat nyerang lo!” Amira balas mengejek.

“Anoa sialan.” Gilang berlari mengejar Amira membuat gadis itu melotot kaget.

“LO KENAPA NGEJAR GUE OGEB?”

“SINI LO! MINTA MAAF KARENA UDAH MENGGORES PUNGGUNG GUE DENGAN BOLA KASTI!”

“IDIIHH, LEBAY LO!” Amira masih berlari menghindari kejaran Gilang.

“Amira! Gue sayang sama lo!”

Seisi lapangan senyap seketika. Bahkan tubuh Amira ikut berhenti dengan mata melotot. Perlahan ia menoleh ke belakang.

“HAA! KENA!”

“Lo barusan ngomong sayang sama gue?” tanya Amira berusaha melepaskan tangan Gilang.

“Elah, salah denger lo. Iya kan Pak Rico?”

Pak Rico hanya tertawa singkat kemudian lanjut melakukan penilaian pada Niko and the genk.

“Lepasin woy! Gue mau dengar lagi, tadi lo ngomong sayang?”

“Kan hati lo udah sama gue, nggak akan gue balikin. Tapi lo harus tetap dihukum, ayo.” Gilang menyeret Amira paksa menuju Pak Rico yang tertawa dan gadis itu terus berontak, walaupun hatinya melambung tinggi karena perkataan Gilang barusan.

Ya, pertengkaran Amira dan Gilang masih berlanjut. Sepertinya kata game over tidak akan pernah ditemukan. Entah bendera putih dari tim mana yang akan berkibar duluan.

Intinya, Amira dan Gilang masih belum menyerah untuk saling menjahili. Kehidupan mereka tetaplah sama, penuh dengan usil dan umpatan. Tetapi itulah yang membuat mereka semakin dekat, membuat keduanya kian sulit untuk dipisahkan.

Bagai nasi yang sudah menjadi bubur, Gilang sudah terlanjur mengenal Amira. Dan cowok itu telah memutuskan kalau Amira adalah penikmat buburnya. Biarlah rasa sayangnya hanya menjadi milik Amira.

Entah Amira pura-pura budek atau nggak dengar.. hmm pokoknya gue udah ngomong sayang sama dia. Ma! Gilang udah berani ngomong nih! Gilang beneran jatuh cinta sama musuh sendiri!”

Amira hanya bisa diam. Kehidupannya masih sama, penuh dengan kedramatisan Gilang, keonaran Gilang dan ketengilannya. Amira tak pernah menyangka jalan cerita hidupnya akan seperti ini. Bertemu Gilang? Ia sama sekali tidak kepikiran. Namun, ia harus mengakui satu hal. Kalau ia bahagia bisa bertemu Gilang.

Seperti lelucon Gilang yang mengambil hatinya dan membuatnya baper serta kege’eran, seperti judul novel yang Gilang berikan ‘Write and Do it’ membuatnya terus semangat untuk mempertahankan jabatan sekretarisnya. Intinya, Amira senang karena Gilang hadir dalam hidupnya.

Emang sih dia ngeselin parah. Tapi kalau nggak ada dia, hidup gue suram. Nggak bisa warna-warni lagi kayak rainbow cake traktiran Mitha waktu itu. Jadi, gue butuh dia. Gue selalu butuh Gilang.”

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Black Envelope
2      2     0     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.
Warna Untuk Pelangi
80      20     0     
Romance
Sebut saja Rain, cowok pecinta novel yang dinginnya beda dari yang lain. Ia merupakan penggemar berat Pelangi Putih, penulis best seller yang misterius. Kenyataan bahwa tidak seorang pun tahu identitas penulis tersebut, membuat Rain bahagia bukan main ketika ia bisa dekat dengan idolanya. Namun, semua ini bukan tentang cowok itu dan sang penulis, melainkan tentang Rain dan Revi. Revi tidak ...
Arini
7      3     0     
Romance
Arini, gadis biasa yang hanya merindukan sesosok yang bisa membuatnya melupakan kesalahannya dan mampu mengobati lukanya dimasa lalu yang menyakitkan cover pict by pinterest
Azzash
3      3     0     
Fantasy
Bagaimana jika sudah bertahun-tahun lamanya kau dipertemukan kembali dengan cinta sejatimu, pasangan jiwamu, belahan hati murnimu dengan hal yang tidak terduga? Kau sangat bahagia. Namun, dia... cintamu, pasangan jiwamu, belahan hatimu yang sudah kau tunggu bertahun-tahun lamanya lupa dengan segala ingatan, kenangan, dan apa yang telah kalian lewati bersama. Dan... Sialnya, dia juga s...
Innocence
44      3     0     
Romance
Cinta selalu punya jalannya sendiri untuk menetap pada hati sebagai rumah terakhirnya. Innocence. Tak ada yang salah dalam cinta.
When Heartbreak
27      10     0     
Romance
Sebuah rasa dariku. Yang tak pernah hilang untukmu. Menyatu dengan jiwa dan imajinasiku. Ah, imajinasi. Aku menyukainya. Karenanya aku akan selalu bisa bersamamu kapanpun aku mau. Teruntukmu sahabat kecilku. Yang aku harap menjadi sahabat hidupku.
Ocha's Journey
5      5     0     
Romance
Istirahatlah jika kau lelah. Menangislah jika kau sedih. Tersenyumlah jika kau bahagia. Janganlah terlalu keras terhadap dirimu sendiri.
Werewolf Game
1      1     0     
Mystery
Saling menuduh, mencurigai, dan membunuh. Semua itu bisa terjadi di Werewolf Game. Setiap orang punya peran yang harus disembunyikan. Memang seru, tapi, apa jadinya jika permainan ini menjadi nyata? Cassie, Callahan, dan 197 orang lainnya terjebak di dalam permainan itu dan tidak ada jalan keluar selain menemukan Werewolf dan Serial Killer yang asli. Bukan hanya itu, permainan ini juga menguak k...
Mawar pun Akan Layu
9      5     0     
Romance
Semua yang tumbuh, pasti akan gugur. Semua yang hidup pasti akan mati. Apa cintamu untukku pun begitu?
SURAT.
2      2     0     
Romance
Surat. Banyak rasa akan datang bersamanya. Bacalah dengan bisikan pelan. Sebutir demi sebutir perasaan akan mengalir bersama kata yang terangkai. Perlahan, keping rasa itu akan lengkap dan jatuh tepat di sebuah gubuk penampungan rasa di lubuk hati. Setelah berhasil diterjemahkan, barangkali tubuh akan kegirangan. Atau bibir akan tersenyum, mungkin tertawa. Atau mata taklagi sanggup membendung der...