2
Esoknya, tidak usah tunggu saat istirahat ataupun jam pulang. Pagi-pagi sekali anak basket yang dikomandoi Ivan sudah mengendap-ngendap di ruang atribut anak cheers.
“Diam, jangan ada yang bicara” perintah Ivan setengah berbisik
“Berapa jumlah kita?” tanya Putra
“Lima belas, Kak” jawab Bimo yang berada di belakang Ivan
“Suruh diam semuanya”
Bimo hanya mengangguk dan memberitahu yang lain pelan-pelan dan kembali ke belakang Ivan setelahnya.
“Atribut mereka udah lo sembunyiin kan?” tanya Ivan
“Beres kak”
Ivan mengangguk, lalu anak cheers mulai memasuki ruangan.
“Gue hitung sampai tiga ya” ucap Ivan pelan
Bimo mengkode teman-teman yang lain.
Telunjuk
Jari tengah
Jari manis
Lampu menyala.
“SERAAAANGG” intrupsi Putra tegas dan keras
Byuurr… byurrr...byurrr
Slime berwarna hijau taik kerbau sudah mengenai anak-anak cheers dan mengotori seragam mereka.
Byurr…
Ember terakhir, genap sepuluh ember slime tumpah dan membuat anak-anak cheers tidak bisa dibedakan satu sama lain.
“Aaarrgghhhh!”
Itu sepertinya teriakan ketua mereka
“Lari!” perintah Putra ke yang lain
“Mangkanya jangan ngelakuin pelecehan, woooo” teriak Ivan sebelum pergi
Pelecehan yang dimaksud Ivan adalah saat dia dipeluk beramai-ramai. Ini adalah pembalasannya. Dia sangat sumringah meski larinya juga sangat kencang karena takut jika sampai ketangkap Ivan akan dilecehkan lagi.
Sama seperti Ivan, anak basket yang lain juga melarikan diri. Bedanya adalah semua berhamburan tidak ada yang lari ke tempat yang sama.
Ivan langsung duduk di kursi panjang dekat lapangan bulutangkis dimana Kirania juga telah duduk di sisi satunya. Napasnya memburu dan membuat Kirania bingung.
“Kenapa?”
“Abis menguji adrenalin, Yang, udah lama?” Tanya Ivan masih tersengal-sengal
“Baru mau mulai, tumben ya anak cheers nggk keliatan. Biasanya setiap mulai tanding apa aja pasti ada” ketus Kirania memandang kesekitar seperti mencari-cari
Ivan langsung diam. Napasnya seperti terhenti. Mati.
“Kamu nggak liat, Yang?” tanya Kirania
“Emm.. Enggak” jawab Ivan cepat “Eh mulai, tuh, Yang”
Kirania berhasil teralihkan dan fokus menonton pertandingan bulutangkis yang sudah di mulai.
Di tempat lain, tepatnya di ruang BK, ketua cheers tengah mendapat teguran keras.
“Ini semua ulah anak baket, Buk.” jelas ketua cheers
“Disti! Bukannya saya sudah bilang kan ke kamu, kalo selama O2SN berlangsung, sekolah menyediakan ruangan untuk tiap cabang olahraga termasuk cheers dan itu jadi tanggung jawab siapa?”
“Ketua, Buk, tapi..”
“Dan jika sesuatu terjadi maka itu salah siapa?”
“Ketua, Buk” suara Disti memelan
“Sekarang bersihkan semuanya dan bersihkan juga badanmu, lalu ganti seragam cheers yang kotor itu dengan seragam sekolah. Bilang ke anggotamu.”
Disti hanya menunduk dan Buk siti keluar ruangan lebih dulu. Ini adalah hal paling memalukan bagi Disti sejak dia menginjakkan kaki di sekolah ini.
***
“Kirania liea!” Disti meneriakan nama itu di kamar mandi wanita
Tidak ada sahutan karena Kirania sedang berada di koridor bersama Ayu.
Mendapati kamar mandi kosong. Disti lansung keluar dan berjalan setengah berlari. Kemarahan itu memuncak ketika dia melihat Kirania sedang tertawa karena guyonan Ayu.
“Kirania Liea!” suara Disti hampir memekik
Mendengar namanya disebut Kirania langsung spontan menoleh, bukan hanya si pemilik nama, koridor yang dipenuhi banyak siswapun juga jadi menoleh kearah Disti.
“Lo bakalan kena masalah, nih, Kiran. Gue cabut duluan ya?” bisik Ayu mundur perlahan
Sep… Kirania menangkap tangan Ayu dan menguncinya erat.
“Kalo lo punya pacar bisa dijaga nggak, sih?” tanya Disti yang sudah berdiri di depan Kirania dan Ayu
“Kalo lo punya mulut bisa dijaga nggak, sih? Tanya Ayu yang terpancing emosi
“Jangan ikut campur lo, gue ngomong sama dia” Disti menunjuk tepat di wajah Kirania
“Jangan tunjuk-tunjuk” Kirania menepis tangan Disti dari wajahnya
“Lo itu aih…” geram Disti memuncak
“Kenapa bikin keributan di sini? Mau bikin malu sekolah? Lupa kalo kita sedang dalam event penting?” tegur Friska, kakak kelas mereka
“Bukan gitu, Kak, dia ini, nih” Disti menunjuk Kirania lagi
“Berani ngejawab! Baru kelas dua aja berani ya lo, oh, elo ketua cheers? Jadi karena lo ketua berani nentang senior?
“Enggak, Kak”
“Sekarang bubar, sekali lo buat keributan lagi, gue bakal ajuin pergantian ketua cheers ke Pak Suseno”
Disti langsung mengangguk pelan dan meninggalkan koridor sambil menunduk malu. Kirania dan Ayu juga demikian, pergi ke arah yang berlainan dari Disti, sama-sama menjauhi Kak Friska.
“Hey?” sapa Ivan yang baru turun dari tangga
“Duluan ya Kiran, Kak” Kata Ayu permisi pergi
“Kenapa Kirania?”
Kirania hanya menunduk.
“Yang….”
Belum sempat Ivan bertanya lagi, tiba-tiba Friska lewat dengan wajah penuh emosi.
“Baru ditegur dikit aja udah ngadu pacar, ya?” sindirnya
“Apaan si Fris? Orang pacar gue belum ngomong apa-apa kali” tegas Ivan “Lo apain dia ha?”
“Gue? Bukan gue kali, tadi si Disti ngamuk teriak-teriak nama dia, untung ada gue. Udahlah Kiran jangan lemas gitu, gue cuman acting kalii” kata Friska menepuk bahu Kirania
Kirania langsung tersenyum “Iya, Kak, makasih. Tapi lain kali biar aku aja yang ngadapin Disti, aku nggak takut sama dia”
“Hahah.. Gue tahu, tapi kan nggak lucu kalian berantem pas lagi event gini” nasehat Friska
Ivan merasa takjub dengan kemandirian Kirania menghadapi masalah, dia sampai geleng-geleng dengan senyum yang tak bisa disembunyikan.
“Van, duluan ya. Jagain tuh calon penerus gue.” Friska pergi meninggalkan Ivan dan Kirania dengan hati senang, akhirnya dia menemui siswi yang bisa diharapkannya untuk menjaga keadilan sekolah.
***
ceritanya lucu juga, di save ah, lumayan buat bacaan sebelum tidur :D
Comment on chapter Keputusan terberat