11
Seharusnya Kirania merasa tenang dengan kehidupan yang dimilikinya. Mungkin ini semua karena kedua orang tuanya mengabdikan hidup pada masalah dunia dan dunia seolah jadi mengabdikan diri pada Kirania.
Tapi, Kirania tetap merasa gusar juga senang jika benar Ivan masih menyukainya. Meski begitu, Kirania malah jadi semakin dekat ke Pito.
“Lo dekat sama Pito ya?” todong Sela
“Nggak kok” Kirania selalu bilang begitu
Ya, Kirania merasa jika Pito itu manis juga baik beda dengan Ivan yang dekat dengan banyak perempuan. Tapi entah kenapa Kirania tidak bisa mengatakan seberapa dekat dia dengan Pito, Pito juga tak pernah bilang langsung jika Pito mempunyai perasaan ke Kirania. Jadi Kirania selalu menyangkal kedekatannya dengan Pito.
Apalagi akhir-akhir ini Pito terlihat sibuk dengan akan diadakannya pentas seni sekolah. Menghendel dekorasi, penyewaan gedung, makan, kursi dan sebagainya.
Dari yang Kirania dengar, saat Pentas seni nanti akan lumayan megah. Akan ada atraksi basket oleh Ivan dkk, band, tari dll. Oh, katanya Fadil juga tampil jadi pemain gitar akustik.
Dan oleh karena banyaknya yang harus di persiapan, Pito tidak terlihat batang hidungnya sama sekali.
Kirania sedang duduk sendiri di dekat pohon depan kelasnya. Entah kenapa terkadang dia menoleh ke kanan dan ke kiri, seperti menunggu, padahal tidak ada janji dengan siapapun. Sedangkan Ayu dan Sela sedang izin keluar sekolah untuk mengambil uang kas karena ada teman sekelas yang akan di jenguk perangkat kelas karena sakit.
“Hey…” sapa Pito yang terlihat ngos-ngosan
“Tumben nggak teriak”
“Capek” mulut Pito mengeja kata itu sedangkan suaranya sudah tidak keluar lagi
“Hahaha… minum dulu” Kirania memberikan jus jeruk yang tadi dibelinya untuk diminum tapi sekarang malah dikasih ke Pito
“Wahh … Makasih” kata Pito setelah menyirup hampir setengah gelas
“Habisin, jeruk mengandung vitamin C. Bisa buat badan jadi segar. Eh?” tiba-tiba Kirania jadi merasa mirip dengan Akbar
“Kenapa?”
“Nggak papa”
“Aku habisin ya?” Pito menggoyang-goyangkan gelas plastik yang isinya tinggal separuh itu.
“Kalo capek, istirahat aja dulu. Minta gantiin wakil KETOS, jangan terlalu dipaksain”
“Ya gimana? Semuanya sudah pada sibuk” kata Pito melempar gelas plastik yang isinya sudah raib itu ke tong sampah
“Gimana Kalo aku temani kamu ke ruang OSIS? Bantuin ngerjain dekor gitu, jadi kan kamu bisa duduk-duduk dulu.”
“Boleh, asal duduknya sama kamu”
“Serius nih, aku juga lagi nggak ngapa-ngapain”
“Bohongg, kamu kan lagi mikirin aku”
“Nggak ah”
“Hehe, iya aja”
“Enggak” Kirania menggeleng
“Iya dong” Pito mulai membujuk
“Enggak ih”
“Iya lah, iya kan?”
“Nggak”
“Hahah, biarin deh sekarang nggak, nanti-nanti bakalan iya”
“Kita kan nggak tahu masa depan”
“Kamu yang nggak tahu”
“Kamu juga!”
“Aku yakin pasti nanti iya”
“Belum tentu”
“Ya kamu sih masih mikirin Kak Ivan. Jadi nggak ada ruang buat aku” keluh Pito
“Nggak ah”
“Iya deh, ayo ke ruang OSIS sekarang sebelum kita dirazia” ajak Pito menunjuk guru BK yang sedang keliling.
“Aku nggak mikirin Kak Ivan”
“Jadi siapa yang ada dipikiranmu?”
Kirania diam, Pito senyum. Mereka berjalan dalam senyap menuju ruang OSIS yang sibuk.
***
Hari pegelaran pentas seni SMA Bangsa.
Kalimat itu bisa dibaca oleh siapapun karena digantung tinggi di depan gedung pinggir jalan.
Meskipun acara diadakan di luar sekolah, semua murid diwajibkan tetap memakai seragam, kecuali, pengisi acara dan juga panitia.
Kirania datang cukup cepat karena Pak Akinom menjemputnya seperti jam berangkat sekolah padahal acara baru di mulai pukul 08.30 pagi..
Alhasil Kirania duduk di tangga depan gedung sendirian. Sekali-kali Pito dan panitia yang lain lewat di depannya, Pito akan tersenyum atau berkedip ke Kirania tapi hanya sebatas itu karena dia begitu sibuk.
“Kamu datang cepat banget,” tegur Ivan yang mengambil posisi duduk di samping Kirania meski agak jauh.
“Kak Ivan? Oh iya, tadi diantarin Pak Akinom kepagian”
“Oh..” Ivan melempar-lempar bola basket di tangannya dengan pelan ke atas
“Nanti tampil ya?”
“Iya, moga nggak ada kesalahan ya?”
“Aamiin”
“Aku suka banget basket, bukan cuman sekedar hobi. Kayaknya sesudah tamat nanti aku pengen gabung deh dengan tim. Kalo bisa pengen banget masuk tim nasional”
“Pasti bisa… Kak Ivan kan jago banget main basket”
“Aku bahkan nembak orang yang kusayang di gedung olahraga” kata Ivan tersenyum tipis. Kirania tahu ini maksudnya adalah dia.
“Iya ya? Putusnya juga di gedung olahraga”
“Hahaha”
“Hahahahahaha”
Pito lewat di depan Kirania lagi tapi Kirania tak sadar karena asik tertawa dengan Ivan. Senyum Pito tetap mengembang meski tak ada balasan.
“Mau ini?” tawar Ivan memberikan bola basket di tangannya
“Nggak ah, Kakak kan nanti mau tampil”
“Kalo disuruh milih basket sama kamu. Aku pasti bakalan pilih kamu”
“Kakak” suara Kirania memelan
Ivan tersenyum sendu, bisa terbaca jika ada penyesalan di sana. Tapi tidak tahu seberapa besar, karena hati hanya bisa dirasa pemiliknya.
***
Semua murid sudah memasuki gedung, ada yang langsung duduk di kursi yang disediakan panitia dan ada juga yang iseng ke belakang panggung untuk melihat persiapan pengisi acara.
Kirania duduk diapit Ayu dan Sela dengan cemilan yang banyak sekali mereka bawa. Takut-takut jika pertunjukkan nanti terasa membosankan.
“Aku yakin nanti bakalan ada tuh insiden tembak-tembakan” tebak Ayu
“Nggak mungkin, orang susunan acaranya kan udah jelas dan nggak ada yang bakal nampilin aksi militer” jelas Sela
Entah darimana Sela tahu susunan acara, padahal itu hanya diketahui panitia. Nyatanya Sela mungkin hanya menebak-nebak juga.
“Tembak jadian gitu loleng, bukan tembak mati. Kan ini acara terakhir yang boleh diisi dengan anak kelas 3, pasti tuh momentum bagus buat cari pacar supaya foto perpisahan nanti nggak sendiri. Gue tahu nanti ada tuh yang mau nembak gue” jelas
“Ngarep aja lo, ya kan Kirania?” ejek Sela mencari koalisi
“Wah lo kayaknya demam deh, Yu, hahah”
“Kurang ajar lo pada” Ayu ngambek
MC sudah memasuki panggung dan itu berarti acara bakalan dimulai. Dan seperti biasanya tari penyambutan menjadi pembuka pentas seni SMA Bangsa.
Ayu kadang memperagakan gerakkan lentik para penari, tapi ya namanya tak berbakat dan tak belajar jadi Ayu malah terlihat seakan dance robot.
“Udah, deh, Yu. Jangan berusaha terlalu keras….” ejek Sela
“Udah Sel nanti Ayu nangis tuh, hahah”
“Lo mau belain gue atau nginjek gue?” tanya Ayu ke Kirania
“Ya gimana? Gue nggak bisa milih siapa-siapa diantara kalian” Kirania merangkul Ayu dan Sela gemes
“Ihhhh” Sela bergidik
“Jijik” Ayu mengumpat
“Hahaha” Kirania tertawa lepas.
“Dan sekarang kita akan menampilkan band tamu” suara MC 1
“Emang ada?” tanya Kirania
Sela menggeleng
“Nggak tahu juga” jawab Ayu
“THE KEYYYY!” suara MC 2
Suara histeris para siswi langsung melengking ketika anak band memasuki panggung. Kenapa tidak? Toh yang masuk cowok-cowok yang kelihatannya bisa dipamerin di media sosial. Dan lagi ini adalah band SMA lain, masih anak sekolah juga bukan abang-abang tua.
‘Reza?’ Kirania mengenali vokalisnya dan mendapat senyum karena sudah memerhatikan sebegitunya.
“Eh kayaknya aku satu komplek deh dengan vokalisnya” Sela yakin betul
“Sorry, bukan tipe gue” Ayu jujur
“Sok kecantikan banget lo, belum tentu dia mau juga sama lo” sindir Sela
Ayu mengangkat bahu seolah tak peduli. Kirania masih memandangi Reza yang sedang mengatur stand mic dengan teliti.
“Lagu ini, buat, kamu…” kata Reza yang dibalas jeritan histeris para siswi.
Drum dipukul dan satu lagu resiko orang cantik-blackout dimainkan.
“Buat kamu tuh Kirania” ledek Ayu
Kirania langsung salah tingkah.
“Dari Kak Putra, hihihi” lanjut Sela
Kirania memandang sinis teman-temannya. Memang dulu sebelum Kirania memilih Ivan jadi pacarnya, ada rumor yang mengatakan jika Putra, sahabat Ivan juga menyukai Kirania.
Hal ini sempat di katakan Putra langsung ke Kirania, tapi seiring Kirania pacaran dengan Ivan. Putra bisa menerima dengan baik, malah Putra tetap bersahabat dengan Ivan dan tidak pernah mendekati Kirania lagi.
***
Acara pentas seni sudah berakhir dan Pak Akinom sepertinya tidak akan menjemput Kirania. Dikarenakan ponsel Kirania yang mati, tidak ada cara untuk memberi tahu Pak Akinom bila dia sudah harus dijemput.
Jika pinjam ponsel orang, tentu tidak akan diangkat Pak Akinom. Pak Akinom takut jika istrinya akan cemburu jika Pak Akinom mau menjawab telpon dari nomor yang tidak dikenal apalagi istrinya baru melahirkan, emosinya tak labil.
Mau minta antarin Pito, tapi Pito sibuk membereskan gedung dengan panitia yang lain. Mau nebeng dengan Ayu ataupun Sela, mereka sudah pulang duluan sebelum Kirania sadar ponselnya mati.
Tadi Fadil nawarin bareng, sih, tapi Kirania nggak enak jika dibonceng adik kelas, entah kenapa.
Naik taksi? Uang bulanan pas-pasan kalo punya orangtua yang disiplin tingkat dinosaurus pasti nggak bakal ditambahin sebelum tanggalnya.
“Ya allah, coba Akbar lewat…” kata Kirania bicara sendiri.
Mobil Ivan melintas di depan Kirania, meski kacanya hanya terbuka separuh, Kirania bisa melihat jika Putri ada di sebelah Ivan. Kirania menatap langit yang cerah.
“Nggak pas banget..” keluhnya sendiri.
“Pas dong” sahut Reza
“Eh?”
“Kamu nunggu siapa?”
“Nggak ada, kamu?”
“Nunggu kamu, heheh, ini berarti yang ketiga kali ya kita ketemu selain di sekolah kamu”
“Oh?”
“Iya satu di dekat komplek rumah aku, satu di dalam gedung, satu di sini”
“Curang”
“Kamu kan bilang tiga tempat bukan tiga waktu, mana nomornya?”
“Ini” Kirania menyodorkan ponselnya dan langsung diambil Reza. Saat nomor Kirania memanggil nomor Reza, terdengar lagu resiko orang cantik-blackout yang jadi nada deringnya. Kirania mengernyit.
“Bareng yok? Biar aku anterin kamu pulang”
“A-aku... gimana ya?”
“Ya ampun, kamu takut sama aku? Serius aku nggak ada niat buruk”
“Trus kenapa kamu pakek mobil? Biasanya kamu pakek motor” todong Kirania blak-blakan
“Hahah… kan aku ngeband Kirania, peralatan band mau kukemanain kalo aku naik motor?”
“Trus teman-teman kamu mana?” Kirania mulai menyelidiki
“Pada cabut lah, mereka bawa kendaraan sendiri supaya bisa gebet siswi-siswi SMA Bangsa”
Kirania diam sebentar, berpikir, mengangguk, tanda jika alasan itu masuk akal.
“Kalo kamu anterin aku, kamu langsung anter balik kan? Nggak kemana-mana?”
“Iya… lagian aku juga harus balikin alat-alat ke studio”
“Kalo kamu tahu rumah aku, kamu nggak akan kan neror-neror atau semacamnya?”
“Hahaha iya, ya ampun aku cuma pengen kamu selamat sampai rumah biar aku tenang, nggak ada yang lain.”
“Oke”
Kirania masuk mobil dan minta izin kacanya harus dibuka, Reza bilang terserah. Lalu Kirania menunjukkan jalan ke rumahnya, disela-sela itu mereka saling mengobrol obrolan ringan untuk lebih saling mengenal.
Reza menghentikan mobilnya perlahan di depan rumah Kirania.
“Makasih”
“Iya sama-sama, nanti kalo aku chat balas ya?”
“Siap” Kirania berlari memasuki terasnya yang diikuti mata Reza.
Senyum Reza memudar mendapati seorang pria sudah duduk di tangga teras Kirania. Lelaki yang waktu itu dipilih Kirania untuk mengantar Kirania pulang, Akbar.
“Nih, Mama ngasih kamu coklat, dia dapat dari muridnya” kata Akbar menyodorkan sekotak coklat yang tidak mau dilihatnya.
“Kamu nggak dibagi?” tanya Kirania spontan
“Mama lebih peduli sama kamu daripada aku, dia nggak mikirin aku juga mau makan coklat” Akbar geleng-geleng
“Yaudah ayo kita makan bareng aja”
Akbar mengangguk meski dengan wajah cemberut.
Reza memutar mobilnya dan melesing menjauh dari rumah Kirania.
***
ceritanya lucu juga, di save ah, lumayan buat bacaan sebelum tidur :D
Comment on chapter Keputusan terberat