Read More >>"> Catatan 19 September (22 : Persiapan Pergi) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Buat ABG labil mending jangan kebanyakan jatuh cinta nanti patah hati terus nyaho sendiri.

 

***


Jam beker milikku berbunyi dengan sangat nyaring membuat tidurku terganggu, dengan mata yang masih memejam mengantuk aku meraih jam beker yang ada di atas nakas lalu mematikan bunyinya.

 

Aku masih berbaring dengan mata yang memejam untuk mengumpulkan sepenuhnya nyawaku. Setelah merasa baik, aku lalu bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi.

 

Beberapa menit di dalam kamar mandi aku keluar dari kamar dan keluar rumah, duduk di teras sambil bersandar di kursi. Pagi ini aku absen sarapan dulu, entah kenapa nafsu makanku tidak ada untuk hari ini.

 

“Li?! Kamu gak makan?!”

 

Teriakan dari dalam rumah membuatku menoleh ke arah pintu, dan menyahut, “Enggak, Ma! Aku gak lapar.”

 

Merasa tak lagi mendapat jawaban dari Mama, aku berjalan ke halaman rumah. Melihat-lihat tanaman bunga milik Mama yang indah. Mama memang suka berkebun kecil-kecilan di halaman rumah, kebun bunga sih. Setiap pagi Mama rajin menyiraminya kalau sedang tidak di kantor atau ada pekerjaan. Kalau Mama sibuk beliau pasti memanggil tukang kebun komplek untuk merawat tanamannya.

 

Tadi malam aku mengobrol lama dengan Kak Rigel di balkon kamarku. Banyak yang kami bahas malam tadi, termasuk tentang Kak Rigel yang bingung mau memberikan hadiah apa untuk Retna saat ulang tahunnya nanti.

 

Akhir-akhir ini aku tak pernah lagi ke sekolah membawa motor sendiri, entah kenapa Papa menjadi berbalik tidak mengizinkanku untuk itu. Aku juga tidak mengerti. Jadilah Kak Rigel yang mau tidak mau mengantar dan menjemputku ke sekolah, atau jika Kak Rigel sibuk maka dia akan meminta Kak Felix menjadi tebenganku.

 

Aku menghela napas gusar, sekarang baru jam 06.00. Masih pagi sekali. Kak Rigel juga pasti baru sarapan di meja makan sekarang. Aku kembali meninggikan halaman rumah dan duduk kembali ke teras. Membuka ponselku saat ada satu pesan masuk.

 

Kak Felix

Lika, udah berangkat belum?

 

Lika Hirata

Belum, Kak

 

Kak felix

Bareng?

 

Lika Hirata

Enggak, makasih. Kak Rigel nganter aku

 

Kak Felix

Oh, kalo gitu sampai ketemu di sekolah ya

 

Lika Hirata

Sip Kak. Hati-hati dijalan kalo udah berangkat.

 

Kak Felix

Iyaa,, inhaler jangan lupa dibawa ya

 

Lika Hirata

Eh? Makasih udh diingetin 

 

Aku menyimpan ponsel saat sadar Mama berdiri di sampingku duduk sambil mengulurkan kotak bekal. “Kamu bawa bekal hari ini. Gak ada penolakan pokoknya. Siapa suruh gak sarapan dulu. Paling enggak kamu harus sarapan dikit aja, walaupun cuma roti.”

 

Mengucapkan terimakasih, aku menerima kotak bekal yang diberi Mama. “Makasih, Mama Sayang,” ucapku sambil bangkit mengecup pipinya.

 

Mama mengusap rambutku lembut, “Kamu jadi datang ke rumah Gilang hari ini?” tanya Mama.

 

“Jadi, Ma. Mama beneran gak bisa ikut sama aku?”

 

Helaan napas Mama terdengar, dengan pelan Mama berujar, “Maaf, ya, Mama gak bisa ikut. Ada yang gak bisa Mama lakuin sama kamu hari ini.”

 

Keningku berkerut dalam mendengar itu, aku menatap Mama dengan tanya. “Maksudnya Ma?”

 

Mama tersenyum tipis, mengusap bahuku. “Kamu gak akan ngerti kalaupun Mama kasih tahu. Ya udah, sekarang kamu sama Kakak berangkat. Dia udah selesai sarapan tuh.”

 

Tersenyum terpaksa, kemudian mengangguk aku menyandang ranselku saat Kak Rigel ternyata sudah berdiri di samping Mama. Aku menyalami Mama dan masuk ke dalam mobil yang Kak Rigel gunakan sehari-hari.

 

Satu jam di perjalanan akhirnya mobil Kak Rigel berhenti di depan gerbang sekolahku, aku tersenyum pada Kak Rigel saat dia mengangkat tangannya untuk ber-high five aku membalasnya.

 

Have a nice day, Sayang,” kata Kak Rigel.

 

Aku meringis dengan kata terakhir nya, kemudian tertawa terbahak. “Gayaan Kakak kayak gitu. Berasa apa sama adek sendiri.”

 

“Sana masuk, buruan! Jangan kebanyakan jatuh cinta sama cowok yang jalan sama Seli waktu itu. Nanti patah hati,” ujar Kak Rigel mengerling jahil memandangku.

 

“Ya udah, makasih atas wejangannya Kakakku tersayang,” balasku kemudian melompat keluar dari mobil. Tidak berlangsung lama mobil Kak Rigel sudah meninggalkan area sekolah.

 

Senyumku mengembang saat berjalan di koridor dan tak sengaja bertemu dengan Kak Felix. Cowok itu tidak serapi biasanya hari ini, dasinya yang hampir tidak bersimpul masih berada di lehernya. Dan kemeja yang tidak dimasukkan ke dalam celana membuat Kak Felix seperti anak-anak berandal yang biasanya bikin kacau sekolah.

 

“Selamat pagi,” sapa Kak Felix dengan senyuman saat kami sudah berjalan beriringan.

 

Aku menghentikan langkah, memperhatikan penampilan Kak Rigel dari atas sampai ke bawah. Sekali lagi. “Pagi, Kak. Itu kenapa seragam yang Kakak pakai enggak banget kayak gitu?”

 

Cowok itu hanya tertawa pelan, tangannya terangkat mengacak rambutku. Sudah biasa. “Sori. Ini gara-gara si Feri tadi ngerjain gue. Nelepon pagi-pagi nyeletuk bilang jam udah setengah tujuh. Jadilah gue berangkat buru-buru sampai baju aja gak keurus. Eh, pas sampai tau-taunya gue dikerjain.”

 

Mendengar itu, aku terbahak. Memaklumi saja sebenarnya jika Kak Felix mudah dikerjai seperti itu. Bahkan Kak Rigel juga sering mengerjainya. Kak Felix ini orangnya sefikit ceroboh, kalau ada orang yang menelponnya pagi-pagi mengatakan perihal jam. Maka dia akan langsung terburu-buru tanpa memastikan dulu jam berapa sebenarnya.

 

“Ceroboh itu namanya, Kak. Kenapa juga Kakak langsung percaya gitu sama Feri. Jadinya begini kan? Tanggung sendirilah akibatnya,” ujarku sambil menahan tawa.

 

Kak Felix menatap jengkel ke arahku, “Daripada lo ikut-ikutan bikin gue kesel pagi ini, mending lo bantu gue masang dasi. Ayo!”

 

Aku memutar bola mata jengah, namun tetap membantu Kak Felix menyimpulkan dasinya. Aku hanya fokus dengan objek di hadapanku, menyimpulkan dasi Kak Felix tanpa berani mengangkat kepala menatap walau sekilas wajah cowok itu. Kenyataannya, Kak Felix ini tampan jika dilihat dari dekat begini.

 

Aku tahu Kak Felix memperhatikan aku yang menyimpulkan dasinya sekarang. Oleh karena itu, dengan sedikit ragu aku mengangkat kepala saat selesai dengan pekerjaanku. Kontan Kak Felix tersenyum manis kepadaku, senyuman yang dia berikan benar-benar tulus.

 

Dengan pipi yang terasa panas aku menarik diri. Bersikap biasa seperti semula. “Udah selesai tuh,” aku mengedikkan dagu ke arahnya. “aku duluan ke kelas ya. Bye.”

 

Kemudian aku meninggalkan Kak Felix yang masih terdiam dengan setengah berlari. Huft, kumohon jangan pernah lagi berlama-lama dengannya seperti tadi. Apalagi sampai bertatapan yang akan membuat perasaanku kacau. Cukup saja dengan Gilang. Jangan dengan cowok lain lagi.

 

***

 

Istirahat pertama sudah selesai dan sekarang waktunya jam pelajaran Bahasa Inggris, tetapi sepertinya guru yang mengajar di kelasku hari ini sedikit ada masalah. Makanya beliau terlambat masuk.

 

Dari tempat Gilang duduk aku melihat cowok itu berjalan mendekat ke arahku. Gilang duduk di atas mejaku dan tiba-tiba saja cowok itu menjitak kepalaku dengan cukup keras membuat meringis. Aku memukul tangan cowok itu sebagai balasan.

 

“Sakit, monyet! Dateng-dateng langsung nyambar ke kepala orang. Ngejitak lagi,” omelku kesal.

 

“Cewek gak boleh ngomong kasar kayak gitu,” tegurnya.

 

Aku mengulum senyum, “Maaf.”

 

Gilang menarik kepalaku mendekat padanya membuatku menahan napas. Mata cowok itu meneliti dahiku yang tadi ia jahili. Aku menutupi dahiku dengan tangan.

 

“Lihat dahinya,” pintanya, berusaha menyingkirkan tanganku dari sana.

 

“Gak!”

 

“Ck, cuma lihat. Sebentar doang, takutnya dahi lo merah karena tadi.”

 

“Emang merah. Lo jitaknya keras banget. Sakit,” ujarku, sambil menyingkirkan tangan dari dahiku membiarkan Gilang melihatnya.

 

Cowok itu memperhatikan, dia mengusap dahiku yang menjadi korban kejahilannya itu dengan ibu jari. Usapannya di dahiku begitu lembut membuat lututku serasa lemas. Untungnya aku sedang duduk sekarang.

 

“Merah,” gumamnya. “tapi gue gak akan minta maaf. Semenit lagi juga hilang itu sakitnya.” Gilang menarik tangannya menjauh dari dahiku.

 

“Kok lo ngeselin sih?!”

 

Cowok itu hanya mengedikkan bahunya cuek, membuatku tiba-tiba kesal melihat wajahnya yang tampan itu. Sialnya, sekeras apapun cowok itu membuatku kesal tetap saja aku masih menyukainya.

 

Gilang berujar, “Oh ya, Kak Sandra bilang ketemu lo di supermarket kemarin. Dia udah bilang kan kalo hari ini ada acara di rumah gue?”

 

Aku mengangguk, “Iya, Kak Sandra juga minta gue dateng sama Mama. Tapi kayaknya enggak deh, nyokap gue ada acara jam segitu. Reuni sama temen lamanya.”

 

“Oh ya udah, gak papa. Lo aja yang dateng kalo gitu. Nanti gue jemput deh,” ujar Gilang.

 

Aku menatapnya berbinar, tepat pada matanya untuk mencari keseriusan dari ucapannya barusan. “Beneran kan ini, Lang?”

 

“Iya, nanti gue jemput lo jam lima. Gak keberatan kan bantu-bantu di sana?”

 

“Enggak keberatan sama sekali. Malah gue seneng bisa datang ke rumah lo lagi.”

 

“Kenapa seneng?”

 

“Seneng ketemu sama Kak Sandra. Kita kalo udah ngomong nyambung banget.”

 

“Gak seneng ketemu gue?”

 

Aku mengernyit, “Kan ketemu lo setiap hari.”

 

Gilang tertawa sementara aku terdiam saat Gilang menepuk pelan tanganku kemudian membuat jari kami saling bertautan. Aku terdiam saat Gilang berhenti tertawa.

 

“Tangan lo kok dingin?”

 

Aku menelan saliva saat tertangkap basah oleh Gilang, entah kenapa bukannya menarik tanganku dari genggaman cowok itu aku malah mengeratkan genggamanku. “Tangan lo kali yang dingin.”

 

“Gue suka lo yang malu-malu kayak gini. Gue juga suka lo yang jujur. Lo salting kan sama gue? Gak apa-apa, santai aja. Apapun yang ganggu perasaan lo jangan ragu buat ngasih tahu gue,” bisiknya di telingaku.

 

“Maksudnya?” aku bertanya polos.

 

“Jujur aja sama perasaan lo.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • YourEx

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
KAFE IN LOVE
15      3     0     
Romance
Ini adalah cerita mengenai Aura dan segudang konfliknya bersama sahabatnya Sri. Menceritakan Kisah dan polemik masa-masa remajanya yang dia sendiri sulit mengerti. belum lagi, kronik tentang datangnya cinta yang tidak ia duga-duga. Lalu bagaimanakah Aura menyelesaikan konflik-konflik ini? Dan bagaimanakah akhir kisah dari cinta yang tak diduga?
Sherwin
4      3     1     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
Regrets
11      7     0     
Romance
Penyesalan emang datengnya pasti belakangan. Tapi masih adakah kesempatan untuk memperbaikinya?
Rasa yang Membisu?
4      2     0     
Romance
Menceritakan 4 orang sahabatnya yang memiliki karakter yang beda. Kisah cerita mereka terus terukir di dalam benak mereka walaupun mereka mengalami permasalahan satu sama lain. Terutama kisah cerita dimana salah satu dari mereka memiliki perasaan terhadap temannya yang membuat dirinya menjadi lebih baik dan bangga menjadi dirinya sendiri. Pertemanan menjadikan alasan Ayu untuk ragu apakah pera...
Dear Vienna
4      4     0     
Romance
Hidup Chris, pelajar kelas 1 SMA yang tadinya biasa-biasa saja sekarang jadi super repot karena masuk SMA Vienna dan bertemu dengan Rena, cewek aneh dari jurusan Bahasa. Ditambah, Rena punya satu permintaan aneh yang rasanya sulit untuk dikabulkan.
Sampai Nanti
4      4     0     
Short Story
Ada dua alasan insan dipertemukan, membersamai atau hanya memberikan materi
Mahar Seribu Nadhom
37      11     0     
Fantasy
Sinopsis: Jea Ayuningtyas berusaha menemukan ayahnya yang dikabarkan hilang di hutan banawasa. Ketikdak percayaannya akan berita tersebut, membuat gadis itu memilih meninggalkan pesantren. Dia melakukan perjalanan antar dimensi demi menemukan jejak sang ayah. Namun, rasa tidak keyakin Jea justru membawanya membuka kisah kelam. Tentang masalalunya, dan tentang rahasia orang-orang yang selama in...
Love Warning
9      6     0     
Romance
Dinda adalah remaja perempuan yang duduk di kelas 3 SMA dengan sifat yang pendiam. Ada remaja pria bernama Rico di satu kelasnya yang sudah mencintai dia sejak kelas 1 SMA. Namun pria tersebut begitu lama untuk mengungkapkan cinta kepada Dinda. Hingga akhirnya Dinda bertemu seorang pria bernama Joshua yang tidak lain adalah tetangganya sendiri dan dia sudah terlanjur suka. Namun ada satu rintanga...
Attention Whore
2      2     0     
Romance
Kelas dua belas SMA, Arumi Kinanti duduk sebangku dengan Dirgan Askara. Arumi selalu menyulitkan Dirgan ketika sedang ada latihan, ulangan, PR, bahkan ujian. Wajar Arumi tidak mengerti pelajaran, nyatanya memperhatikan wajah tampan di sampingnya jauh lebih menyenangkan.
ENAM MATA, TAPI DELAPAN
2      2     0     
Romance
Ini adalah kisah cinta sekolah, pacar-pacaran, dan cemburu-cemburuan