Read More >>"> Catatan 19 September (07 : Definisi Rasa Sakit) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Sia-sia itu saat kita sudah menyuburkan harapan, memelihara cinta dan menjaga rasa namun si dia tetap pada porosnya sebagai orang yang hanya mau dicintai tanpa mencoba belajar untuk menghargai. 

 

***

 

Bel pulang sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu, aku dan Tata pun langsung keluar kelas setelah selesai mencatat ketertinggalan materi yang di sampaikan oleh Pak Gunawan.

 

Tadi, saat istirahat kedua dimulai aku dan Tata diminta oleh wali kelas untuk membantu dia menyalin nilai anak-anak kelas 11 ke dalam catatan permanen nya. Aku juga tidak terlalu paham dengan cara kerja Bu Helmia, yang banyak berperan membantu beliau adalah Tata karena dia lebih mengerti dibandingkan aku.

 

Saat di kantor tadi, Bu Helmia sempat menatapku dengan tatapan bertanya saat Tata sibuk dengan kegiatan membantu nya sementara aku sempat-sempatnya melamun. Separah ini pengaruh Gilang hingga membuatku tak dapat mengendalikan raut wajahku sendiri.

 

Setelah pembicaraan aku dan Gilang yang berlangsung secara singkat pagi tadi, aku tak lagi berani menyapanya. Kami sering sekali bertukar tatap tetapi tidak saling menyapa. Satu di antara kami selalu saja mengalihkan pandang saat merasa sudah bertatapan lama meski dengan jarak jauh.

 

Tentu saja aku yang selalu mengalihkan pandang ke arah lain, rasanya masih begitu sakit saat melihat kilat mata indah yang dimiliki Gilang tetapi aku tak bisa memiliki keindahan itu.

 

Hal yang paling menyakitkan bukanlah saat aku di tolak olehnya, tetapi saat kami saling bersitatap namun tidak bertegur sapa.

 

Mulai hari ini semua yang terukir selama ini seakan berubah dan berputar haluan, Lika dan Gilang bukanlah mereka yang dulu lagi setelah pengakuan mengejutkan dari ku. Tetapi sekarang mereka tepat dikatakan sebagai sepasang manusia yang berupaya saling menarik diri.

 

Aku menarik napas dalam saat Tata menarik tanganku pelan, tanpa tenaga tetapi cukup mengusik. Aku menoleh kepada Tata yang mengusap pelan bahuku. “Ayo, Li,” ajaknya.

 

Kami berjalan ke arah parkiran, Tata memisahkan diri untuk mengambil motornya yang terparkir di bagian parkir arah utara, sementara aku menuju lahan parkir yang lebih luas yang terletak di arah barat. Tak banyak lagi motor yang terlihat di parkiran ini, hanya ada beberapa saja. Di antaranya adalah motorku dan... motor besar berwarna putih.

 

“Bawa motor sendiri?” suara itu, aku menggeram menahan air mataku yang ingin sekali turun dari bendungan kelopak mata. Gilang berdiri tegap di samping motorku yang artinya sekarang aku dan dia saling berhadapan.

 

Aku tak menjawab Gilang, melainkan hanya mengalihkan pandang ke arah lain dan memakai helm ku lalu naik ke atas motor. “Duluan, Lang.” Setelah itu aku melajukan motorku keluar dari area parkir.

 

Untuk bagian ini, bukan Gilang yang menjauh. Tetapi aku yang membuat jarak, ini lebih baik daripada aku terus-terusan dekat dengan Gilang tetapi hati dia tidak menginginkan hubungan yang lebih dari pertemanan.

 

Aku begini bukan berarti aku tidak mau lagi berteman dengan Gilang seperti biasanya, tetapi ini adalah caraku untuk menata hati untuk yang terbaik setelah hal buruk terjadi.

 

***

 

Aku sampai ke rumah setelah 15 menit di perjalanan, pintu pagar tertutup tetapi tidak di gembok. Setelah memasukkan motorku ke garasi, aku langsung masuk ke dalam rumah dan duduk sebentar di ruang tengah bersama dengan Kak Rigel. Sepertinya dia baru saja pulang dari kampus.

 

Kok tumben? Ini kan masih pukul 3.

 

“Tumben pulang nya cepet, Kak,” kataku setelah duduk di sofa dan membuka dasiku.

 

Kak Rigel memindah channel televisi dan memakan kripik singkong di dalam toples. “Bolos,” jawabnya.

 

“Ish... gimana mau pinter kalo bolos terus,” celetukku.

 

Kekehan Kak Rigel terdengar di telingaku, aku tahu sekarang Kak Rigel sedang menatap ke arahku meski kepalaku menunduk untuk melepas sepatu dan kaos kaki. Merasa di perhatikan lebih lama, aku pun mengangkat kepala dan menoleh pada Kak Rigel.

 

“Kenapa mata?”

 

Refleks aku menutup mataku sendiri dengan tangan, aku lupa bahwa mataku sekarang terlihat bengkak karena menangis tadi. Dengan gerakan cepat aku bangkit dari sofa dan menenteng sepatuku lalu berlari naik ke lantai dua menuju kamarku, aku tak ingin Kak Rigel tahu dengan masalah ini.

 

Aku malu.

 

Aku mengganti pakaian sekolah dengan pakaian santai, setelah selesai membersihkan diri aku pun menatap pantulan wajahku di kaca cermin kamar mandi. Mataku tidak terlalu parah, tetapi cukup tak enak untuk dilihat.

 

Menghela napas berat, aku lalu keluar dari kamar mandi. Tidak perlu aku berlarut-larut dengan kesedihan dan kesakitan yang ada, itu tak ada gunanya. Aku menangis maupun tidak keadaan akan tetap saja sama, tak ada yang berubah dan tak ada yang berkurang. Benar kata Tata, ini bukan salah Gilang tetapi salahku.

 

Aku menelan saliva saat melihat Kak Rigel duduk di tepi ranjang dengan satu kaki yang naik dan satu kaki di biarkan menjuntai. Pakaiannya pun sudah berganti dengan pakaian santai.

 

“Ka—Kakak ngapain di sini?” Aku melangkah pelan mendekat ke arahnya. Sementara Kak Rigel memperhatikan aku dengan mata yang tak berkedip sejak tadi.

 

“Udah mandi?” balasnya bertanya. Aku menggeleng, “Cuma ganti baju, capek.”

 

Kemudian hening, baik aku maupun Kak Rigel tak ada yang membuka suara. Yang terdengar hanya suara keran air yang aku nyalakan saat di kamar mandi tadi. Aku melirik Kak Rigel dengan ekor mata, dia sedang asik bermain game di ponselnya.


“Kakak ngapain ke sini? Kalo cuma mau main game di kamar Kakak juga bisa, gak perlu ngungsi,” kataku mulai kesal dengan Kak Rigel yang hanya fokus pada ponselnya. Dia menganggu.

 

“Mau cerita gak?”

 

Aku mengerutkan kening, “Hah?”

 

“Itu kenapa mata? Kok bengkak begitu?” Kak Rigel akhirnya bersuara dan menyimpan ponsel nya di atas nakas. Dia memutar duduknya menghadapku.

 

Aku menyibukkan diri dengan ponselku, aku malas menjawab pertanyaan Kak Rigel yang kepo ini. Hah! Siapa sih yang bisa menghadapi keras kepalanya Kakak ku yang satu ini? Aku saja tidak bisa, buktinya sekarang dia mengambil ponselku dan menyimpan ke nakas di mana ponselnya juga di simpan di sana.

 

“Ayo Li, cerita sama Kakak,” desaknya.

 

Aku mendengus kasar, “Ck! Iya iya,”

 

Aku menceritakan semuanya yang terjadi kepada Kak Rigel tanpa satu bagian pun yang aku lewatkan. Kak Rigel merubah posisinya menjadi berbaring, dia menepuk kasur di sebelahnya mengisyaratkan aku untuk ikut berbaring.

 

“Kamu ingat Kakak bilang apa waktu itu?”

 

Aku mengangguk, “Iya,”

 

Kak Rigel menghela napas kasar, “Kakak bilang begitu Li supaya kamu tahu bahwa gak semua cowok yang baik itu berarti suka,” kata Kak Rigel lembut. Aku diam mendengarkan.

 

“Tapi kayaknya kamu baru aja paham setelah Tata bilang hal yang sama dengan apa yang Kakak bilang ke kamu. Kakak kira waktu itu kamu udah paham, makanya Kakak gak membahas lebih lanjut lagi.”

 

“Maaf Kak,” ucapku lirih.

 

Tangan kiri Kak Rigel yang bebas mengusap kepalaku lembut, sementara tangan kanannya aku jadikan bantal untuk berbaring. “Kamu salah, tapi gak perlu minta maaf. Sadar dengan kesalahan kamu aja udah syukur, Li,” ucap Kak Rigel dengan sabar.

 

Mataku terasa panas, aku berbalik dan memeluk Kak Rigel. Menelusup kan kepalaku ke dada bidangnya dan menangis di sana, ini memang salah. Salah karena aku terlambat memahami ucapan Kak Rigel waktu itu.

 

“Aku tahu Kak. Tapi kenapa hanya aku yang terjebak dengan lingkaran setan ini sementara Gilang baik-baik aja? Bahkan dia masih bisa ngomong sama aku dengan raut santainya tanpa rasa bersalah sedikitpun karena udah nolak aku,” ujarku.

 

“Kan Kakak bilang bukan salah dia, tapi salah kamu. Kamu yang terlalu terbawa perasaan Li, kamu yang terlalu cepat dan gegabah dengan perasaan kamu, Lika. Kamu terlalu cepat sayang, dek.”

 

“Iya, Kak.”

 

“Sekarang udah sadar kan? Jadi mata bengkak gara-gara ini?”

 

Aku mengusap air mataku dan melepas pelukan ku dengan Kak Rigel kemudian mengangguk pelan atas pertanyaan Kak Rigel.

 

Kak Rigel bangkit dari tidurnya dengan gerakan cepat, dia tersenyum dan memainkan kedua alisnya turun naik. “Jalan-jalan yuk,”

 

Mataku berbinar senang dan aku mengangguk keras, kemudian Kak Rigel menepuk kepala ku pelan dan keluar dari kamarku. Dia menyuruh aku untuk bersiap-siap sementara dia juga bersiap dan mandi.

 

Setelah lima belas menit aku sudah selesai mandi, aku memakai kaos hitam bertulisan ‘Fuck me’ dan celana jeans berwarna senada. Aku memakai sepatu flat berwarna cream, rambut sepinggang ku aku kuncir kuda kemudian aku meraih jaket Hoodie yang tergantung pada paku dekat pintu kamar.

 

Setelah merasa siap dan puas dengan penampilanku, aku lalu keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang tengah. Di sana sudah ada Kak Rigel yang menungguku sambil memainkan ponselnya. Dia memakai kaos putih bertulisan ‘Playboy’ dan celana jeans biru langit di lengkapi dengan sepatu kets. Kulitnya yang memang putih begitu sempurna saat dia memakai jam tangan hitam yang aku tak tahu jenis dan apa merk nya karena aku terlalu butek dengan aksesoris laki-laki. Aku menatapnya kagum dengan penampilan casual Kak Rigel, terlihat santai namun menawan.

 

“Kakak bikin aku minder jalan berdua sama Kakak,” kataku mencebikkan bibir kesal. Ini tak adil, dia terlalu menawan sedangkan aku terlalu santai dengan penampilan seadanya.

 

Kak Rigel tertawa dan mengambil alih Hoodie milikku lalu meletakkan nya di sofa. “Gak usah pakai Hoodie, gitu aja udah bagus kok. Lagian gak panas juga,” kata Kak Rigel.

 

Aku mengangkat bahu pasrah, “Gak pede Kak,”

 

“Gara-gara penampilan Kakak ini?” Sebelah alisnya terangkat, “Santai aja kali, Li. Kayak sama siapa aja, kalo gak pede sama Kakak anggap aja gue pacar lo.”

 

“Ish...”

 

“Yuk, berangkat,”

 

Aku mengangguk, “Timezone ya.”

 

“Kayak anak-anak aja.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • YourEx

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Dear, My Brother
0      0     0     
Romance
Nadya Septiani, seorang anak pindahan yang telah kehilangan kakak kandungnya sejak dia masih bayi dan dia terlibat dalam masalah urusan keluarga maupun cinta. Dalam kesehariannya menulis buku diary tentang kakaknya yang belum ia pernah temui. Dan berangan - angan bahwa kakaknya masih hidup. Akankah berakhir happy ending?
Be My Girlfriend?
155      46     0     
Fan Fiction
DO KYUNGSOO FANFICTION Untuk kamu, Walaupun kita hidup di dunia yang berbeda, Walaupun kita tinggal di negara yang berbeda, Walaupun kau hanya seorang fans dan aku idolamu, Aku akan tetap mencintaimu. - DKS "Two people don't have to be together right now, In a month, Or in a year. If those two people are meant to be, Then they will be together, Somehow at sometime in life&q...
Tepian Rasa
10      5     0     
Fan Fiction
Mencintai seseorang yang salah itu sakit!! Namun, bisa apa aku yang sudah tenggelam oleh dunia dan perhatiannya? Jika engkau menyukai dia, mengapa engkau memberikan perhatian lebih padaku? Bisakah aku berhenti merasakan sakit yang begitu dalam? Jika mencintaimu sesakit ini. Ingin aku memutar waktu agar aku tak pernah memulainya bahkan mengenalmu pun tak perlu..
Ruang, Waktu Dan Cinta
40      4     0     
Romance
Piya Laluna, Gadis yang riang itu berubah kala ia ditinggal ayahnya untuk selama-lamanya. Ia kehilangan semangat, bahkan ia juga jarang aktif dalam komunitas sosialnya. Selang beberapa waktu, ia bertemu dengan sosok laki-laki yang ia temui di beberapa tempat , seperti toku buku, halte, toko kue, dan kedai kopi. Dan di ruang waktu itulah yang memunculkan rasa cinta diantara keduanya. Piya yang sed...
The Last Cedess
8      4     0     
Fantasy
Alam bukanlah tatanan kehidupan makroskopis yang dipenuhi dengan makhluk hidup semata. Ia jauh lebih kompleks dan rumit. Penuh dengan misteri yang tak sanggup dijangkau akal. Micko, seorang putra pekebun berusia empat belas tahun, tidak pernah menyangka bahwa dirinya adalah bagian dari misteri alam. Semua bermula dari munculnya dua orang asing secara tiba-tiba di hadapan Micko. Mereka meminta t...
The Journey is Love
9      4     0     
Romance
Cinta tak selalu berakhir indah, kadang kala tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Mencintai tak mesti memiliki, begitulah banyak orang mengungkapkan nya. Tapi, tidak bagiku rasa cinta ini terus mengejolak dalam dada. Perasaan ini tak mendukung keadaan ku saat ini, keadaan dimana ku harus melepaskan cincin emas ke dasar lautan biru di ujung laut sana.
SarangHaerang
20      11     0     
Romance
(Sudah Terbit, sebentar lagi ada di toko buku dekat rumahmu) Kecelakaan yang menimpa saudara kembarnya membuat Hae-rang harus menyamar menjadi cewek. Awalnya dia hanya ingin memastikan Sa-rang menerima beasiswanya, akan tetapi buku harian milik Sa-rang serta teror bunga yang terjadi memberikan petunjuk lain kalau apa yang menimpa adiknya bukan kecelakaan. Kecurigaan mengarah pada Da-ra. Berb...
Apakah kehidupan SMA-ku akan hancur hanya karena RomCom? [Volume 2]
11      4     0     
Romance
Di jilid dua kali ini, Kisaragi Yuuichi kembali dibuat repot oleh Sakuraba Aika, yaitu ia disuruh untuk bergabung dengan klub relawan yang selama ini ia anggap, bahwa melakukan hal seperti itu tidak ada untungnya. Karena godaan dan paksaan dari Sakuraba Aika terus menghantui pikirannya. Akhirnya ia pun terpaksa bergabung. Seiring ia menjadi anggota klub relawan. Masalah-masalah merepotkan pun d...
Namaste Cinta
97      25     0     
Romance
Cinta... Satu kata yang tak pernah habisnya menghadirkan sebuah kisah...
Teman
13      7     0     
Romance
Cinta itu tidak bisa ditebak kepada siapa dia akan datang, kapan dan dimana. Lalu mungkinkah cinta itu juga bisa datang dalam sebuah pertemanan?? Lalu apa yang akan terjadi jika teman berubah menjadi cinta?