Read More >>"> Catatan 19 September (10 : Berusaha Menata Hati) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Catatan 19 September
MENU
About Us  

Sakit itu saat harus kembali menata hati setelah di hancurkan tetapi tak menemukan alasan bagaimana hati bisa lupa dengan rasa yang kuat dengan caranya ya g tiba-tiba.

 

***


Jam pelajaran pertama dimulai dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, yang mengajar di kelasku kali ini adalah seorang guru berjilbab yang tubuhnya tambun dan berkulit putih. Aku dan teman-teman satu kelasku menjalani waktu selama pelajaran berlangsung dengan keheningan yang hangat tidak mencekam karena Ibu Diah ini termasuk guru yang baik dan pengertian kepada para muridnya. Beliau juga jarang memberikan tugas yang sulit, jikapun ada maka Bu Diah akan membagi kami menjadi beberapa kelompok.

 

Pelajaran Bahasa Indonesia hampir saja selesai, sekarang Bu Diah sudah bangkit dari duduknya lalu merapikan buku-buku ajar beliau. Dia memanggil Gilang dan meminta tolong agar cowok itu membawakan buku paket yang dibagikan untuk sementara kepada kami dan membawanya ke kantor. Aku menolehkan kepala ke arah meja Gilang yang berada tak jauh dari mejaku, cowok itu mengangguk kemudian berdiri dan mengambil satu-persatu buku-buku paket kepada teman-teman sekelasku. Hingga akhirnya Gilang beserta kumpulan buku paket di tangannya sampai ke mejaku dan meja Tata.

 

"Ta, sini bukunya mau dikembaliin," ucap Gilang kepada Tata.

 

Tata berdecak dan melempar agak keras buku paket kepada Gilang, cowok itu tampak menghela napasnya kesal kepada Tata karena ulah cewek itu juga. Kemudian giliran aku yang menaruh buku yang ada padaku di tumpukan buku paket yang lain. Tanganku mulai mengeluarkan keringat dingin saat sadar sejak tadi ternyata Gilang menatapku.

 

Aku balas menatap Gilang, melihat kilatan retinanya yang bodohnya masih mampu dan berhasil membuat detak jantungku berpacu hebat. Dengan cepat aku mengalihkan pandang ke arah lain ke mana saja asal jangan menatap mata yang menjadi kelemahan ku itu.

 

"Ta, temenin ke toilet yuk," pintaku kepada Tata.

 

Tata mengangguk kemudian berdiri di susul olehku. Aku menghela napas lega saat kami sudah sampai di toilet, sebenarnya aku tidak ingin melakukan apa-apa di sini, hanya saja ku pikir aku harus menghindari Gilang untuk sementara waktu.

 

"Cepetan Li," desak Tata yang bersandar tenang pada tembok. Aku menggeleng. "Gak ngapain-ngapain sih sebenernya gue," ucapku.

 

Tata memutar bola matanya lalu menegakkan tubuh, "Ya udah kalo gitu tungguin gue aja gue mau BAK," pinta Tata kemudian masuk ke dalam toilet.

 

Aku memandangi pintu toilet yang ada Tata di dalamnya, sementara pikiranku berkelana memikirkan hal lain. Tentang Gilang juga tentang penolakan nya hari itu, tak lupa dengan rahasia perasaanku yang tak seorang pun tahu kecuali Gilang dan Tata yang melihat langsung apa yang terjadi. Aku menghela napas, aku tidak tahu rahasia ini bisa tersimpan rapat atau mungkin terbongkar lambat laun mengingat Tata yang selalu tahu apa saja yang ada dalam pikiranku. Tata bukan paranormal atau orang yang bisa membaca pikiran, hanya saja dia sudah terlalu hafal dengan perbedaan raut wajahku ketika menyimpan rahasia atau menyembunyikan masalah.

 

Untuk hal ini, aku tidak akan memberitahukannya dengan siapa-siapa lagi, walau dengan Retna sekalipun. Aku tak lagi percaya dengan mulut-mulut ember dan iming-iming dari teman-teman dekatku yang mengatakan akan menjaga rahasia jika saja aku menceritakan semuanya kepada mereka. Ucapan dan janji mereka bertolak belakang saat sebelum dan sesudah aku menceritakan tentang hal yang berpengaruh dengan diriku.

 

Pernah sekali ketika aku SMP dan aku jatuh cinta untuk pertama kalinya kepada Jerry, aku menceritakan perasaanku kepada teman-teman cewek sekelasku. Aku meminta mereka berjanji untuk tidak memberitahukan hal itu kepada siapapun terutama Jerry dan mereka setuju membuat ku percaya bahwa mereka tidak akan membuka rahasia ku kepada orang lain. Tetapi ternyata mereka berkhianat, mereka menemui Jerry dan mengatakan bahwa aku menyukainya. Saat itu aku marah dan mereka membela diri dengan mengatakan ini jalan terbaik buat hubungan dan perasaan kamu kepada Jerry. Mulai dari situ aku tersadar akan satu hal bahwa aku sebodoh ini dan teman kadang sebejad itu.

 

Satu lagi yang baru saja ku ketahui dan percayai, bahwa setiap orang yang kepo dan selalu ingin tahu hanya ada satu persen orang yang perduli dari seratus persen, sementara sembilan puluh sembilan persen orang hanya ingin tahu namun enggan perduli.

 

Tetapi dengan Tata aku bisa percaya bahwa semua rahasia ku akan aman di tangannya. Lagian juga, aku tak bisa lagi menutupi hal ini kepada Tata mengingat dia yang melihat langsung saat aku mengungkapkan perasaanku kepada Gilang saat itu.

 

Aku mengangkat kepala saat Tata berdiri di hadapanku sambil merapikan baju seragamnya, Tata menatapku dengan tatapan mengintimidasi.

 

"Ada masalah apa, Li?" tanya langsung.

 

Aku menggeleng, "Gak ada," jawabku.

 

Tata mengangguk kemudian menarik tanganku keluar dari toilet, bel ternyata sudah berbunyi dan kami langsung berbelok menuju gedung kantin. Kantin belum terlalu ramai karena bel baru saja berbunyi, aku dan Tata lebih leluasa memilih meja yang nyaman untuk di tempati. Dan pilihan kami jatuh pada meja yang berada tak jauh dari pintu perbatasan antara gedung kantin dengan koridor gudang.

 

"Lo yang pesen ya, Ta. Gue tunggu di sini aja," ucapku tersenyum lebar.

 

Tata berdecak, "Iya. Tunggu sini jangan ke mana-mana." kemudian dia pergi memesan makanan untuk kami.

 

Aku membuka ponselku yang bergetar menandakan pesan masuk dengan notifikasi khusus, nama Gilang tertera pada chat yang di sematkan di aplikasi chat WhatsApp ku.

 

Arkan Gilang

Li

 

Lika Hirata

Apa?

 

Arkan Gilang

Lo dimana?

 

Lika hirata

Gue dikantin. Kenapa ada perlu?

 

Arkan Gilang

Lagi sama Retna gak? Kalau lagi bilangin gue nunggu di perpus.

 

Aku menghela napas, kemudian kembali mengetikkan pesan balasan dengan kalimat senormal mungkin.

 

Lika Hirata

Gue dikantin sama Tata. Gak tahu Retna lagi di mana lo tanya aja sama Yani.

 

Arkan Gilang

Lah... gue kira lo sama Retna. Abisnya dia bilang mau ada urusan dulu tadi.

 

Lika Hirata

Enggak Lang. Mau ngapain emang sama Retna?

 

Arkan Gilang

Omingin hal penting yang cuma gue sama Retna yang boleh tahu.

 

Lika Hirata

Gue enggak?

 

Arkan Gilang

Enggak. Ngapain juga ngasih tahu lo.

 

Dadaku bergemuruh saat membaca pesan balasan yang terakhir dikirimkan oleh Gilang, rasanya hatiku seperti ditikam dengan benda tajam yang jumlahnya lebih dari sepuluh buah. Rasa sakit dan tajam menusuk membuatku merasakan sesak yang berlebihan hanya karena balasan chat dari seorang Arkan Gilang Samudra. Hanya gabungan huruf alfabet yang dibuat menjadi bentuk kalimat dan berhasil membuat aku merasakan sensasi lain hanya karena hal sepele.

 

Sekali lagi aku tekankan bahwa hal apa saja yang menyangkut Gilang selalu bermakna lebih terhadapku. Baik itu hal kecil sekalipun.

 

Tata datang dengan nampan yang terdapat dua mangkuk mie ayam dan dua gelas air putih lalu meletakkan nya di atas meja.

 

"Wahh... mantep gue mendadak laper banget pas nyium bau nya," seruku bersemangat sambil mengambil alih mangkuk milikku. Aku memasukkan saus tomat, kecap, perasan jeruk dan sedikit saus sambal ke dalam mangkuk mie ayamku. Semua komplit dengan rasa yang nikmat mampu menggoyangkan lidah, aku meneguk air putih sebagai pemula sebelum makan. Ini merupakan kebiasaan ku yang di ajarkan oleh Mama bahwa setiap hendak memulai makan maka baiknya dimulai dengan meminum air putih terlebih dahulu.

 

Aku mengaduk mie ayam agar campuran bumbunya semakin rata, kemudian melititkan mie nya pada garpu dan siap menyantap mie ayam nikmat saat kalimat Tata membuat gerakanku sontak terhenti.

 

"Patah ya Li, saat orang yang lo yakini punya perasaan yang sama dengan lo ternyata suka sama sahabat lo sendiri."

 

Garpu dan sendok yang tadi ku pegang kini terlepas dan menimbulkan bunyi dentingan pada mangkuk. Aku menatap kosong pada hidangan yang tersaji di atas meja di hadapanku. Jadi benar ya Gilang menyukai Retna?

 

Lelaki memang susah sekali ditebak, perhatiannya di sini, manis nya di sini eh serius nya di sana.

 

"Gue sih gak mau bilang ini ke elo Li, tapi gue cuma gak mau lo makin berharap sama Gilang," tutur Tata. Aku mengangguk pelan, meraih gelas di atas meja lalu meneguk setengah dari airnya. Aku ingin makan, tetapi tiba-tiba saja perutku terasa kenyang dan nafsu makanku tiba-tiba saja hilang.

 

Aku mendorong mangkuk dengan mie ayam yang belum ku sentuh itu ke arah Tata. Sebelah alisnya terangkat menatapku, aku menggeleng.

 

"Makan Li, lo gak makan nanti itu maag kambuh lagi," perintah Tata. Aku tetap menggeleng tak menurutinya, tidak bisa aku makan dengan suasana hati yang kacau seperti ini.

 

Aku melihat Tata menghela napas lalu mengambil selembar tisu dari tempatnya. "Gini ya Li, sayang sama orang boleh. Patah hati boleh, tapi jangan mau dibodohin sama perasaan lo sendiri. Jangan mau menyiksa diri lo kayak gini cuma karena kata-kata gue tadi. Gue tanya ya sama lo, lo begini apa bisa bikin Gilang berpaling jadi suka sama lo?"

 

Telak. Ucapan Tata menusuk tepat pada tempatnya. Tapi ucapan Tata tak sepenuhnya salah, dia benar. Tidak ada gunanya aku terpuruk seperti ini. Keadaan tidak akan berubah sekuat apapun aku menyiksa diri sendiri hanya karena ditipu oleh Gilang.

 

"Gue bukan nyiksa diri gue, Ta, gue cuma perlu waktu buat memulihkan hati gue yang patah ini. Semua gak bisa cepat kayak yang lo pikirin, semua punya proses nya sendiri," ucapku.

 

"Iya, gue ngerti. Ya udah, terserah lo aja. Yang penting sekarang lo makan aja dulu, gue tahu lo laper. Ayo makan," suruh Tata lagi. Kali ini aku menurut dan mulai menyantap mie ayamku yang sempat tertunda aku makan.

 

Tata benar, aku tidak perlu menyiksa diri hanya karena masalah hati yang sebenarnya sepele ini. Aku tidak perlu membesar-besarkan masalah yang sebenarnya kecil, di sini aku harus lebih dewasa menghadapi semuanya. Aku harus lebih kuat jika saja nanti apa yang di katakan oleh Tata tadi benar, tentang Gilang yang menyukai Retna dan aku harus terima kenyataan bahwa memang hanya aku yang berjuang sendirian dengan perasaan yang dalam. Sementara dia sedikitpun tidak punya perasaan yang sama.

Tenang, aku akan baik-baik saja walau aku sendiri tidak tahu kapan perasaan ini bisa enyah.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 1
Submit A Comment
Comments (4)
  • Cemplonkisya

    @penakertas_ paham kok wehehe

    Comment on chapter Prolog
  • YourEx

    @Lightcemplon
    Sulit dimengerti prolog nya ????

    Comment on chapter Prolog
  • Cemplonkisya

    awal yang dalem:(

    Comment on chapter Prolog
  • Alfreed98

    Wow

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
simbiosis Mutualisme seri 2
4      4     0     
Humor
Hari-hari Deni kembali ceria setelah mengetahui bahwa Dokter Meyda belum menikah, tetapi berita pernikahan yang sempat membuat Deni patah hati itu adalah pernikahan adik Dokter Meyda. Hingga Deni berkenalan dengan Kak Fifi, teman Dokter Meyda yang membuat kegiatan Bagi-bagi ilmu gratis di setiap libur panjang bersama ketiga temannya yang masih kuliah. Akhirnya Deni menawarkan diri membantu dalam ...
Late Night Stuffs
10      3     0     
Inspirational
Biar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan matahari yang membiarkan dirinya mati agar bulan berpendar.
Peringatan!!!
22      12     0     
Horror
Jangan pernah abaikan setiap peringatan yang ada di dekatmu...
Kisah yang Kita Tahu
12      10     0     
Romance
Dia selalu duduk di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, begitu diam seperti patung, sampai-sampai awalnya kupikir dia cuma dekorasi kolam di pojok taman itu. Tapi hari itu angin kencang, rambutnya yang panjang berkibar-kibar ditiup angin, dan poninya yang selalu merumbai ke depan wajahnya, tersibak saat itu, sehingga aku bisa melihatnya dari samping. Sebuah senyuman. * Selama lima...
Switched A Live
11      10     0     
Fantasy
Kehidupanku ini tidak di inginkan oleh dunia. Lalu kenapa aku harus lahir dan hidup di dunia ini? apa alasannya hingga aku yang hidup ini menjalani kehidupan yang tidak ada satu orang pun membenarkan jika aku hidup. Malam itu, dimana aku mendapatkan kekerasan fisik dari ayah kandungku dan juga mendapatkan hinaan yang begitu menyakitkan dari ibu tiriku. Belum lagi seluruh makhluk di dunia ini m...
Satu Koma Satu
89      25     0     
Romance
Harusnya kamu sudah memudar dalam hatiku Sudah satu dasawarsa aku menunggu Namun setiap namaku disebut Aku membisu,kecewa membelenggu Berharap itu keluar dari mulutmu Terlalu banyak yang kusesali jika itu tentangmu Tentangmu yang membuatku kelu Tentangmu yang membirukan masa lalu Tentangmu yang membuatku rindu
Miss Gossip
30      13     0     
Romance
Demi what?! Mikana si "Miss Gossip" mau tobat. Sayang, di tengah perjuangannya jadi cewek bener, dia enggak sengaja dengar kalau Nicho--vokalis band sekolah yang tercipta dari salju kutub utara sekaligus cowok paling cakep, tajir, famous, dan songong se-Jekardah Raya--lagi naksir cewek. Ini hot news bangeddd. Mikana bisa manfaatin gosip ini buat naikin pamor eskul Mading yang 'dig...
Hunch
206      42     0     
Romance
🍑Sedang Revisi Total....🍑 Sierra Li Xing Fu Gadis muda berusia 18 tahun yang sedang melanjutkan studinya di Peking University. Ia sudah lama bercita-cita menjadi penulis, dan mimpinya itu barulah terwujud pada masa ini. Kesuksesannya dalam penulisan novel Colorful Day itu mengantarkannya pada banyak hal-hal baru. Dylan Zhang Xiao Seorang aktor muda berusia 20 tahun yang sudah hampi...
Menghapus Masa Lalu Untukmu
35      8     0     
Romance
Kisah kasih anak SMA dengan cinta dan persahabatan. Beberapa dari mereka mulai mencari jati diri dengan cara berbeda. Cerita ringan, namun penuh makna.
Bullying
5      5     0     
Inspirational
Bullying ... kata ini bukan lagi sesuatu yang asing di telinga kita. Setiap orang berusaha menghindari kata-kata ini. Tapi tahukah kalian, hampir seluruh anak pernah mengalami bullying, bahkan lebih miris itu dilakukan oleh orang tuanya sendiri. Aurel Ferdiansyah, adalah seorang gadis yang cantik dan pintar. Itu yang tampak diluaran. Namun, di dalamnya ia adalah gadis rapuh yang terhempas angi...