Read More >>"> Black Roses (54) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Black Roses
MENU
About Us  

"Kau harus mati!" Desis Mrs. Park dengan iris mata berwarna merah terang.

"Eomma!" Refleks Jimin dan Jihyun bersamaan.

"Hentikan! Apa yang kau lakukan, eomma?!" Teriak Jimin sambil berusaha menjauhkan ibunya dari kekasihnya.

"Kendalikan dirimu, eomma!" Sahut Jihyun.

"Jangan ikut campur!" Bersamaan dengan teriakan Mrs. Park itu, ada angin besar yang mendorong kedua bersaudara itu menjauh.

Jimin dan Jihyun langsung terpelanting jauh. Sementara Mrs. Park masih terus mencekik Sumin, berusaha membunuh gadis malang itu.

Wanita itu seolah kerasukan. Padahal beberapa saat lalu, ia masih seperti orang linglung yang kehilangan akal. Tapi ketika matanya melihat Sumin, ia seperti dirasuki oleh makhluk halus yang mengambil alih kekuatan dan emosinya.

Tapi Sumin tahu bukan itu penyebabnya. Bukan hantu atau apapun itu. Melainkan dirinya. Mungkin Mrs. Park melihat sosok Mrs. Baek dalam diri Sumin. Bagaimanapun juga Sumin adalah anak satu-satunya. Jadi sedikit banyak ia pasti mirip dengan ibunya.

Dan gadis separuh vampir itu tersenyum miris disela kesakitannya. Ia tidak menyangka bahwa firasatnya akan benar terjadi. Sekarang ia tahu bahwa pertemuan ini akan benar-benar menjadi akhir hidupnya. Jari-jari Sumin berusaha melepas cengkraman Mrs. Park pada lehernya. Tapi sia-sia. Wanita itu memiliki tenaga yang terlampau besar untuk orang seusianya.

Sementara itu Jimin terdiam mengamati kedua wanita yang ia sayangi itu. Ibunya benar-benar tidak ingin diganggu terbukti dari perisai angin yang ia buat disekitar dirinya dan Sumin. Membuat rambut dan pakaian keduanya berkibar terkena angin kencang.

"Hyung! Ada apa dengan eomma? Pacarmu akan mati jika kita tidak melakukan apapun" seru Jihyun dengan panik.

"Diamlah! Aku sedang berfikir!" Jimin balas berteriak. Otaknya berputar mencari solusi terbaik agar ibunya dan pacarnya sama-sama tidak terluka.

Hingga kemudian namja bersurai hitam kelam itu mengambil keputusan. Kedua tangannya mulai meretih oleh lompatan listrik ungu mini.

Melihat itu, Jihyun semakin panik. "Hyung! Apa kau gila?! Apa yang akan kau lakukan?!"

"Aku akan melumpuhkan eomma untuk sementara" jawab Jimin yang masih fokus mengumpulkan kekuatannya.

"Apa?! Hentikan! Kau benar-benar gila!" Bentak yang lebih muda.

"Kita bukan pembungkam! Hanya ini yang bisa kita lakukan untuk menolong keduanya!" Jimin balas membentak.

Tanpa menghiraukan adiknya yang akan melayangkan protes lagi, Jimin menghentakkan kedua tangannya pada lantai. Seketika itu listrik mini melompat turun dari tangannya ke lantai, kemudian merambat menuju kaki Mrs. Park. "Aaaaaaaaaaaaa!" Teriak Mrs. Park yang  tersengat listrik anaknya. Listrik itu terus merambat ke atas hingga menyelubungi seluruh tubuh wanita itu.

Jimin berhati-hati agar listriknya tidak menyentuh Sumin sama sekali. Karena meskipun Sumin juga seorang elektrikon, dan bahkan kekuatan gadis itu berasal dari dirinya, tapi ternyata listrik mereka berbeda. Jimin bisa melukai Sumin, bahkan bisa membunuhnya.

Setelah listrik ungu mini milik Jimin membungkus seluruh tubuh ibunya, pria itu menambah sedikit kekuatannya hingga sinar yang dipancarkan listrik itu semakin terang. Detik berikutnya, Mrs. Park telah ambruk ke lantai. Begitu juga dengan Sumin dangan nafas tersenggal-senggal.

Bersamaan dengan ambruknya Mrs. Park, perisai anginnyapun juga menghilang. Segera saja Jimin dan Jihyun menghampiri kedua wanita itu. Dengan cekatan Jihyun membopong ibunya dan merebahkannya di atas kasur.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Jimin sambil berjongkok di depan kekasihnya.

Sumin yang masih terbatuk-batuk, hanya bisa mengangguk sambil memegangi lehernya.

Jiminpun membantu gadisnya bangkit dan memapahnya ke sofa. Setelah ia menghilang untuk beberapa menit, ia kembali dengan dua gelas darah di tangannya. "Minumlah" katanya sambil menyodorkan salah satu gelas pada Sumin.

"Terima kasih" jawab Sumin dengan serak.

Setelah mengangguk, Jimin mendekati ibunya yang terbaring tak berdaya di ranjang.

"Kau benar-benar gila, Hyung!" Umpat Jihyun sambil mengecek kondisi tubuh ibunya.

"Itu untuk kebaikan mereka berdua" jawab Jimin sambil meletakkan gelas di nakas.

"Tapi eomma tidak pernah seperti ini sebelumnya. Eomma tidak pernah merespon semua orang asing yang datang menjenguknya. Dia hanya merespon keberadaan kita dan appa" cerita Jihyun dengan sedih.

Jimin hanya mengangguk sambil membelai sisi wajah ibunya.

"Lalu kenapa eomma sampai menyerang pacarmu?" Lanjut si namja bersurai coklat sambil menatapi Sumin.

Jimin menghela nafas. "Kau ingat wanita selingkuhan appa?"

Jihyun mengangguk.

"Sumin adalah anaknya"

"Apa?!" Pekik Jihyun. "Kau benar-benar gila Hyung! Bagaimana bisa kau mempertemukan mereka?!"

"Kau menyalahkanku? Bukankah takdir yang lebih kejam? Ibu Sumin adalah belahan jiwa appa, dan sekarang Sumin adalah belahan jiwaku. Lalu kau masih akan menyalahkanku?" Jimin membela diri.

Jihyun menguasai surainya frustasi. "Ini benar-benar aaarrrggghh!!"

"Bagaimanapun juga Sumin dan ibunya adalah orang yang berbeda. Dan aku tidak akan membuat kesalahan yang sama seperti appa" ujar yang lebih tua dengan tegas.

"Dan hal itu beresiko membuat eomma semakin stres!" Potong Jihyun dengan sinis.

"Kau tahu Jihyun, aku datang kemari dengan resiko besar yang aku ambil. Sumin tahu bahwa eommalah yang membunuh ibunya"

Jihyun terbelalak. "Apa?!"

"Bisa saja kan Sumin membunuh eomma untuk balas dendam? Tapi tidak. Ia tidak melakukannya. Dia malah ingin berkenalan dengan eomma dan meminta restu untuk pernikahan kami. Apa kau bisa melihat ketulusan Sumin yang juga aku lihat, Jihyun?"

Perlahan Jihyun mengangguk. "Kau memiliki pacar yang baik"

Jimin balas mengangguk sambil tersenyum. "Dan ketulusan itu yang ingin aku tunjukkan pada eomma. Jadi tolong bantu aku untuk melakukan ini, Jihyun"

"Sejujurnya, aku sangat ingin eomma bisa memaafkan dirinya sendiri dan semua orang. Maka aku akan berusaha untuk membantumu, Hyung"

???? Black Roses ????

 

Sumin sedang terbaring di ranjang laboratorium milik Yoongi. Tangan putih pemilik ruangan itu melayang beberapa senti dari leher Sumin. Ya, Yoongi sedang berusaha untuk menyembuhkan memar di leher si gadis separuh vampir. "Selesai" ucapnya beberapa saat kemudian.

 

"Cobalah menelan ludah" kata Yoongi.

 

Sumin menurut.

 

"Sakit?"

 

Sumin menggeleng.

 

"Cobalah bersuara"

 

"Aaa aaa aaa" Sumin mengangguk. "Terima kasih oppa"

 

Yoongi balas mengangguk. Kemudian ia menghadap Jimin. "Jadi kemana sebenarnya kalian pergi hingga Sumin mendapat memar seperti itu?"

 

"Ibuku menyerang Sumin tepat saat ia melihatnya" jawab Jimin setelah menghela nafas.

 

"Pantas saja. Kau memang gila, Jim" respon Yoongi dengan datar. "Sebaiknya jangan membawa Sumin untuk menemui ibumu lagi"

 

"Tidak!" Potong Sumin bahkan sebelum Jimin membuka mulut. "Aku akan membuat Mrs. Park mengerti bahwa aku bukanlah ibuku. Bagaimanapun, aku ingin mendapat restunya untuk menikah dengan Jimin"

 

"Menikah?" Tanya si namja kelewat putih dengan tatapan tanya pada Jimin, seolah meminta konfirmasi.

 

Tapi si namja Park hanya bisa menunjukkan cengiran bodohnya.

 

???? Black Roses ????


Keesokan harinya, Jimin dan Sumin kembali datang ke rumah kediaman keluarga Park. Gadis bermata bulat itu benar-benar serius dengan niatannya untuk mengakrabkan diri dengan ibu Jimin. Dendamnya dulu seolah menguap tak bersisa. Karena menurutnya, itu bukanlah urusannya. Itu adalah urusan orang tua Jimin dengan ibunya.

Tapi sekarang ibunya telah tiada. Memang ibu Jiminlah yang membunuhnya. Tapi Mrs. Park melakukan itu karena tidak ingin kehilangan suaminya. Sumin sudah pasti akan melakukan hal yang sama jika ia berada dalam posisi wanita calon mertuanya itu.

Gadis separuh vampir itu benar-benar akan membunuh siapapun yang akan merebut Jimin jika hal itu sampai terjadi suatu saat nanti.

Seperti kemarin, Mrs. Park duduk di kursi goyangnya. Tatapannya masih kosong pada foto pernikahannya.

Perlahan Jiminpun mendekat dan berjongkok di hadapan ibunya. "Bagaimana perasaanmu, eomma?"

Mrs. Park tidak menjawab. Tangannya juga tidak membelai Jimin seperti kemarin. Hanya manik matanya yang terlihat bergerak-gerak menatap anak pertamanya.

Jimin tersenyum tipis. "Aku minta maaf atas apa yang terjadi kemarin, eomma. Aku tidak berniat untuk menyakitimu. Tapi hanya itu yang bisa aku lakukan untuk menghentikanmu membunuh pacarku"

Mata Mrs. Baek terbelalak marah. Tapi bibirnya tetap membentuk garis lurus.

Jimin menoleh pada Sumin dan memberi isyarat pada gadis itu agar mendekat. "Namanya Baek Sumin" katanya pada Mrs. Park saat Sumin ikut berjongkok di sampingnya.

Wanita yang melahirkan Jimin itu menatap Sumin dengan tatapan tajam. Seolah berusaha membunuh pacar anaknya itu melalui tatapannya. Dan gadis itu merasa semakin gugup mendapat tatapan seperti itu. Tapi ia berusaha tetap tenang dan memberikan senyuman terbaiknya.

"Mungkin kau mengira bahwa Sumin adalah wanita yang merebut appa. Bukan. Tapi Sumin adalah anak dari wanita itu." Jelas Jimin perlahan.

Mrs. Park terlihat semakin marah pada Sumin.

Jimin yang merasakan emosi ibunya mulai naik, segera meraih tangannya lantas mengusapnya dengan lembut. "Tapi dia bukan hanya pacarku, eomma. Dia adalah belahan hatiku"

Raut wajah Mrs. Park kembali berubah. Ia menatap Sumin. Kemudian kembali menatap Jimin.

"Dia benar-benar belahan hatiku, eomma. Bahkan darahnyalah yang menyelamatkan nyawaku" Jimin meyakinkan, sengaja menghilangkan bagian dimana Sumin membunuhnya dulu.

"Mungkin eomma memang memiliki masalah dengan ibu Sumin. Tapi itu dulu. Bahkan Mrs. Baek telah meninggal sekarang. Dan Sumin sama sekali tidak melakukan apapun menyakitimu" lanjut Jimin.

Bibir Mrs. Park mulai terbuka. "Bagaimana jika kukatakan bahwa akulah yang membunuh ibumu? Apa kau tetap tidak akan menyakitiku?" Tanyanya pada Sumin, seolah mengetes calon menantunya.

Jimin mematung. Ia tiba-tiba merasa panik. Semoga kejadian kemarin tidak terulang lagi. Tapi dari tangan ibunya yang lemas, pria itu tahu bahwa ibunya masih lumpuh.

Sumin malah semakin tersenyum lebar mendengar pertanyaan Mrs. Park itu. "Tidak. Aku mengerti kau melakukannya karena tidak ingin kehilangan suamimu. Bahkan aku juga akan melakukan hal yang sama jika aku berada dalam posisimu"

Tak disangka, Mrs. Park telah berlinangan air mata. Bibirnya bergetar hebat. "Aku tahu aku bukan belahan hatinya. Tapi aku sangat mencintainya dan tidak ingin kehilangannya"

"Eomma" Jimin langsung memeluk ibunya sambil menepuk-nepuk punggung wanita itu. "Sudahlah"

Sumin juga merasa iba pada Mrs. Park. Refleks, ia meraih tangan calon mertuanya itu dan mengusapnya dengan lembut. Dan tanpa Sumin duga, Mrs. Park sedikit meremas tangannya.

Netra kedua yeoja itu saling bertemu. "Maaf aku telah membunuh ibumu"

Sumin menggeleng. "Dia telah berselingkuh dengan suamimu. Dia pantas mendapatkannya. Sekarang tidak ada lagi yang akan mengganggu hubungan kalian"

Mrs. Park mengangguk sambil tersenyum. Dengan lembut ia meremas tangan Sumin lagi.

???? Black Roses ????

 

Sejak itu, setiap malam Sumin berkunjung ke rumah keluarga Park. Hubungannya dengan calon mertuanya semakin lama semakin membaik. Bahkan sering kali Sumin membawakan masakan dan menyuapi Mrs. Park. Mereka saling bertukar cerita, dan bahkan saling bercanda.

 

Berkat warna ceria yang dibawa Sumin, kondisi Mrs. Park juga semakin membaik. Ia tidak lagi membutuhkan bantuan jika ingin ke kamar mandi atau berbaring di kasurnya. Ia tidak lagi hanya menatapi foto pernikahannya dan meratapi nasibnya. Karena Sumin terus memberikan dorongan bahwa tidak ada lagi yang bisa merusak hubungannya dengan suaminya. Itu benar-benar motivasi ibu Jimin untuk segera berbaikan dengan Mr. Park.

 

Suatu malam, ada seorang pria yang duduk di sofa ruang tamu saat Sumin dan Jimin baru saja datang. "Appa!" Seru Jimin saat melihat pria itu.

 

Sumin langsung memperhatikan pria asing tersebut. Benar. Pria itu terlihat mirip dengan Jimin dan Jihyun. Ia pastilah Mr. Park.

 

"Apa kabar Jim?" Tanya Mr. Park sambil bangkit dan menepuk punggung anak pertamanya itu.

 

"Seperti yang kau lihat, appa" jawab Jimin sambil tersenyum. "Ah kenalkan, dia belahan hatiku. Baek Sumin"

 

Atensi Mr. Park langsung teralih pada Sumin yang masih berdiri canggung di dekat pintu rumah. Matanya seketika membulat tak percaya.

 

"Annyeonghasaeyo" sapa Sumin sambil membungkuk sopan.

 

"Kau-"

 

"Bukan, appa" Jimin memotong ucapan ayahnya. "Dia bukan belahan hatimu. Tapi Sumin adalah anaknya"

 

Kepala keluarga Park itu tersenyum miris. "Kau sangat mirip dengan ibumu"

 

"Terima kasih" jawab Sumin sambil tersenyum kikuk.

 

"Appa, maukah kau merestui kami? Aku ingin menikahi Sumin" kata Jimin.

 

Pria yang lebih tua tertawa sambil kembali duduk. "Tentu saja, Jimin. Kapan kalian berencana untuk menikah?"

 

"Seminggu lagi" jawab pria bersurai hitam kelam itu dengan pasti.

 

Sumin tentu saja terbengong. Seminggu? Apa Jimin gila? Itu sebentar lagi!

 

"Dulu Baek Hyunmin adalah belahan hatiku. Dan sekarang Sumin adalah belahan hatimu. Sepertinya takdir memang ingin menyatukan kedua keluarga kita" kata Mr. Park.

 

Jimin mengangguk. "Aku setuju"

 

"Emm, aku akan menemui Mrs. Park dulu" pamit Sumin karena merasa bahwa Jimin membutuhkan waktu berdua dengan ayahnya.

 

Gadis itu langsung pergi ke kamar ibu Jimin. Setelah mengetuk pintu, iapun masuk. Mrs. Park terlihat duduk di kursi goyangnya. Tapi kali ini kursi itu tidak menghadap foto pernikahannya. Melainkan menghadap jendela yang telah terbuka.

 

"Eomma?" Panggil Sumin hati-hati. Takut bahwa ibu mertuanya sedang tidur.

 

Tapi wanita itu tidak merespon. Dan saat Sumin mendekat, ia bisa melihat kedua tangan Mrs. Park telah terkulai. Dahi gadis itu mengerut bingung.

 

"Eomma?" Panggilnya sekali lagi sambil berjalan memutar.

 

Betapa terkejutnya Sumin saat matanya melihat buih putih di sudut bibir Mrs. Park. Apalagi iris mata wanita itu telah berputar ke atas.

 

Dengan panik Sumin mengecek nadi mertuanya. Dan sesuai dugaan, tidak ada detak jantung sama sekali. "Tidak" lirih Sumin dengan takut. Kemudian mata bulatnya menangkap sesuatu yang dipegang wanita malang itu.

 

Sumin mengambilnya dan ternyata itu adalah setangkai bunga mawar merah.

 

"Sumin?" Panggil Jimin dari pintu kamar.

 

Mata pria itu langsung membulat melihat Sumin yang memegang mawar merah di hadapan ibunya. Segera saja ia berteleportasi mendekat. Dan ia semakin syok melihat keadaan ibunya yang terlihat keracunan. "Kau membunuh ibuku" tuduhnya.

 

"Apa?! Tidak!" Jawab Sumin yang jelas tersinggung.

 

"Bohong"

 

"Tidak, Jim!"

 

"Pergi dari sini sekarang juga! Aku muak melihatmu!" Desis Jimin dengan marah.

 

TBC

 

Tebakan terakhir

 

Sad ending / happy ending?

 

 

With love, Astralian ????

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Temu Yang Di Tunggu (up)
127      19     0     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
A & B without C
1      1     0     
Romance
Alfa dan Bella merupakan sepasang mahasiswa di sebuah universitas yang saling menyayangi tanpa mengerti arti sayang itu sendiri.
Bukan kepribadian ganda
59      16     0     
Romance
Saat seseorang berada di titik terendah dalam hidupnya, mengasingkan bukan cara yang tepat untuk bertindak. Maka, duduklah disampingnya, tepuklah pelan bahunya, usaplah dengan lembut pugunggungnya saat dalam pelukan, meski hanya sekejap saja. Kau akan terkenang dalam hidupnya. (70 % TRUE STORY, 30 % FIKSI)
Panggil Namaku!
71      20     0     
Action
"Aku tahu sebenarnya dari lubuk hatimu yang paling dalam kau ingin sekali memanggil namaku!" "T-Tapi...jika aku memanggil namamu, kau akan mati..." balas Tia suaranya bergetar hebat. "Kalau begitu aku akan menyumpahimu. Jika kau tidak memanggil namaku dalam waktu 3 detik, aku akan mati!" "Apa?!" "Hoo~ Jadi, 3 detik ya?" gumam Aoba sena...
Frekuensi Cinta
3      3     0     
Romance
Sejak awal mengenalnya, cinta adalah perjuangan yang pelik untuk mencapai keselarasan. Bukan hanya satu hati, tapi dua hati. Yang harus memiliki frekuensi getaran sama besar dan tentu membutuhkan waktu yang lama. Frekuensi cinta itu hadir, bergelombang naik-turun begitu lama, se-lama kisahku yang tak pernah ku andai-andai sebelumnya, sejak pertama jumpa dengannya.
I'il Find You, LOVE
37      15     0     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Secret Elegi
34      13     0     
Fan Fiction
Mereka tidak pernah menginginkan ikatan itu, namun kesepakatan diantar dua keluarga membuat keduanya mau tidak mau harus menjalaninya. Aiden berpikir mungkin perjodohan ini merupakan kesempatan kedua baginya untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Menggunakan identitasnya sebagai tunangan untuk memperbaiki kembali hubungan mereka yang sempat hancur. Tapi Eun Ji bukanlah gadis 5 tahun yang l...
Kala Saka Menyapa
135      31     0     
Romance
Dan biarlah kenangan terulang memberi ruang untuk dikenang. Sekali pun pahit. Kara memang pemilik masalah yang sungguh terlalu drama. Muda beranak begitulah tetangganya bilang. Belum lagi ayahnya yang selalu menekan, kakaknya yang berwasiat pernikahan, sampai Samella si gadis kecil yang kadang merepotkan. Kara butuh kebebasan, ingin melepas semua dramanya. Tapi semesta mempertemukannya lag...
Haruskah Ku Mati
92      4     0     
Romance
Ini adalah kisah nyata perjalanan cintaku. Sejak kecil aku mengenal lelaki itu. Nama lelaki itu Aim. Tubuhnya tinggi, kurus, kulitnya putih dan wajahnya tampan. Dia sudah menjadi temanku sejak kecil. Diam-diam ternyata dia menyukaiku. Berawal dari cinta masa kecil yang terbawa sampai kami dewasa. Lelaki yang awalnya terlihat pendiam, kaku, gak punya banyak teman, dan cuek. Ternyata seiring berjal...
SATU FRASA
129      28     0     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...